Wednesday, July 3, 2019

Sumedang 4: Danau Biru Situ Cilembang

Danau Biru Situ Cilembang
15 Mei 2019, adalah hari ketiga kami di Sumedang. Pagi-pagi kami sudah check-out, tujuan selanjutnya adalah Purwakarta, menginap semalam di sana dan selanjutnya pulang ke Bogor. Jadi rute yang kami tempuh memutar mulai keberangkatan dari Bogor sampai pulang. Dan kebetulan danau ini berada di jalur arah Subang-Purwakarta.

Mengandalkan Google Maps, jalur ini menuju arah utara. Awalnya jalan bagus dan mulus tapi kemudian diarahkan oleh Google memasuki jalan kampung diantara rumah penduduk, jalannya hanya cukup untuk satu mobil. Awalnya saya ragu dan ingin putar balik dan langsung menuju Subang tapi oleh penduduk lokal diinfokan bahwa itu adalah jalan tercepat, dan hanya beberapa kilo akan bertemu jalan raya. Berharap tidak akan berpapasan dengan mobil dari depan akhirnya kami memutuskan melanjutkan perjalanan dan bertemu dengan jalan raya (Jl. Raya Pantura).

Dari Pantura nanti ada petunjuk ke Danau Biru di arah kiri (Jl. Ranca Sari), jalan ini juga tidak terlalu lebar jadi pas papasan dengan angkot kami harus minggir. Memasuki jalan ini terlihat ada yang unik, jarang kita temui di desa lain. Jalan desa sangat bersih dan kiri kanan jalan di hias dengan bendera warna warni. Melewati rumah-rumah penduduk selanjutnya memasuki area persawahan, dikiri kanan jalan terlihat sekelompok ibu-ibu dan bapak-bapak sedang bergotong royong membersihkan pinggir jalan dari rumput dan semak-semak.

Di salah satu area persawahan, di kiri jalan  terlihat gerbang ke Danau Biru, begitu masuk langsung berada di parkiran. Di parkir ini terdapat warung sekaligus yang jaga, cuman di sini tidak ada loket masuk, kita hanya bayar uang parkir seiklasnya (kami bayar Rp. 10.000). dari parkiran kita langsung menuju ke Danau Biru yang ada di lembah.
Gerbang Situ
Kondisi jalan ke arah danau
Dari parkiran ke Danau Biru berjarak sekitar 200m, jalannya meskipun cukup untuk 1 mobil namun sangat ekstrim makanya kendaraan harus parkir di atas. Mengikuti trek ini kita bisa melihat pemandangan berupa perbukitan, sawah yang menghijau dan hutan.  Sampai di bawah, di area yang rata terlihat langsung kolam mata air alami, agak-agak mirip dengan kolam Mata Air Cikandung yang kemaren kami kunjungi. Hanya saja dipinggir kolam ini sebagian di beton. Ada beberapa warung di sini tapi tutup. Untuk mandi di kolam mata air alami ini tertulis pengunjung harus membayar Rp. 3.000. Juga tersedia bak buat anak-anak yang berada di pinggir danau. Tersedia juga toilet dan baju ganti serta musholla. Kolam ini juga di manfaatin oleh warga lokal untuk memancing  (cuman ikannya tidak terlihat karena airnya sangat bening).
Kolam bening yang bisa dipakai buat berenang
Untuk ke Danau Biru, kita harus berjalan sekitar 50m memasuki area hutan yang ada di sebelah kiri kolam. melewati bebatuan dan akar-akar pohon kita akan sampai di Danau Biru. Danau Biru tidak terlalu luas dan mempunyai kedalaman sekitar 6m. Di sini pengunjung dilarang berenang dan mencuci kaki, meskipun tidak ada penjaga di sini tapi ada spanduk yang terpasang sebagai pengingat. Dan sebaiknya pengunjung mematuhi aturan ini.
Jalan menuju danau
Bebatuan sekitar danau
Berbeda dengan danau biru di daerah lain yang terjadi karena bekas tambang misalnya, danau ini terjadi secara alami. Berada di tengah hutan, dikelilingi oleh pepohonan dan batu-batu besar, berada di sini terasa sangat nyaman. Hanya saja banyak nyamuk di sini hahahha, jadi kalau mau ke sini, siapkan cream anti nyamuk agar bisa menikmati keindahan danau ini. Meskipun tidak terlihat ada aliran sungai dari atas, di dalam danau terdapat ikan yang berwarna hitam (saya kurang tahu namanya). Jika ada pengunjung mendekati bibir danau, kita akan di sambut oleh ikan besar yang menampakkan diri dan kemudian bersembunyi lagi di bawah batu besar. Jika berenang saja tidak boleh pastilah memancing juga dilarang.
Danau Biru Situ Cilembang yang unik
Danau Biru Situ Cilembang yang unik
Danau Biru Situ Cilembang yang unik
Danau Biru Situ Cilembang yang unik
Setelah puas dan mengobati rasa penasaran akan Danau Biru ini kemudian kami kembali ke area kolam. Di pinggir kolam saya mencoba menerbangkan drone dan melihat keadaan Danau Biru dari atas namun tidak terlihat karena tertutup pepohonan seolah-olah menyembuyikan keindahannya.
Danau Biru yang tertutup pepohonan
Menjelang tengah hari kami melanjutkan perjalanan ke Purwakarta via Subang dan menginap semalam di Giri Tirta Kahuripan Resort yang dulu pernah saya kunjungi di tahun 2015, silahkan di baca di link berikut..!!

Info:
Nama  : Danau Biru Situ Cilembang
Lokasi  : Dusun Curug, Ds. Hariang, Kec. Buahdua, kab. Sumedang
Biaya   : HTM gratis, parkir Rp. 5.000


Baca juga link terkait:
- Mata Air Cikandung dan Waduk Jatigede
- Curug Gorobog
- Curug Sindulang/Curug Cidulang

Labels: , , , , , ,

Tuesday, July 2, 2019

Jelajah Sumedang Bagian 3: Mata Air Cikandung dan Waduk Jatigede



Mata Air Cikandung
Setelah dari Curug Gorobog tujuan kami selanjutnya adalah Mata Air Cikandung. Karena ke mata air ini berlawanan arah dengan Curug Garobog jadi kami harus kembali lagi ke arah penginapan/kota. Dari Curug Gorobog berjarak sekitar 20km atau sekitar 10km dari pusat kota. Untuk ke sini kami mengandalkan Google Maps dengan kata kunci ‘Mata Air Cikandung’. Dari perempatan (Bundaran Alam Sari Sumedang) ambil kiri (kalo ke kanan ke Wado). Terus ke kiri nanti masuk ke Jalan Cikandung, ini adalah jalan desa dan kondisi jalannya rata dan tidak naik turun bukit.

Menyusuri Jalan Cikandung nanti terlihat papan petunjuk kayu kecil letak Mata Air Cikandung, masuk ke dalam sekitar 100m berupa jalan tanah nanti kita akan sampai di parkiran mata air, di depan deretan warung. Karena bulan puasa, semua warung tutup, hanya ada beberapa orang yang jaga parkir. Di sini tidak ada tiket masuk hanya bayar parkir dan itupun gak ada tarifnya. Di parkiran ini juga kita sudah berada di pinggir kolam Mata Air Cikandung.
Gang masuk ke mata air
Suasana di sekitar mata air
Kolam ini mempunyai kolam alami, berada di pinggir bukit dengan pohon-pohon besar. Di kelilingi oleh sawah menambah asrinya lingkungan di sini. Di pinggir kolam terdapat batu-batu besar yang kadang-kadang digunakan oleh anak-anak untuk loncat (orang dewasa jangan loncat karena dangkal). Kolam ini sangat bening bak kristal sehingga kita bisa melihat sampai ke dasar kolam dan mempunyai kedalaman maksimal sedada orang dewasa (1.5m). dasar kolam di penuhi batu-batu kerikil berwarna hitam, abu-abu dan kecoklatan, tidak terdapat tanah dan lumpur sehingga walaupun kita berenang tidak akan membuat keruh air kolam. Mata air ini menjadi hulu sungai yang lumayan lebar dan menjadi sumber pengairan warga. Mata air ini juga menjadi sumber air minum warga, ini terlihat dari adanya saluran pipa yang masuk ke sela-sela bebatuan (sumber mata air) jadi tidak langsung ke dalam kolam.
Jernihnya kolam Mata Air Cikandung
Bermain air
Bermain air
Karena memang sudah berniat untuk berenang di sini, kami pun masuk ke kolam, barang bawaan cukup ditaruh di atas bebatuan di pinggir kolam. Begitu masuk, terasa airnya begitu dingin dan perlu waktu untuk membiasakan tubuh. Kebetulan kami membawa kamera bawah air jadi bisa dipakai ketika menyelam hahahah. Saking jernihnya air di sini, foto kita seolah-olah bukan di dalam air. Di kolam ini ternyata ada juga ikan asli/endemik sini, berupa ikan kecil-kecil berwarna emas.
Pemandangan bawah air
Pemandangan bawah air
Di atas kolam juga terdapat jembatan kayu yang pas untuk berjalan 1 orang. Di sini kita bisa berfoto-foto dengan latar persawahan. Jembatan kecil ini juga dipakai oleh anak-anak lokal untuk ke seberang dan bermain di aliran sungai. Nah untuk yang bawa anak-anak balita di sini juga disediakan penyewaan ban. Hanya saja karena ini adalah sumber air masyarakat dan merupakan hulu sungai jadi sebaiknya jangan mandi menggunakan sabun dan sampo yang mengandung zat-zat kimia, karena saya lihat beberapa anak lokal mandi menggunakan sampo dan kadang-kadang terlihat satu dua sampah sampo bertebaran.
Bermain di jembatan

Bermain di jembatan
Berat sekali rasanya meninggalkan lokasi kolam ini karena suasananya yang sangat asri, air bersih dan dikelilingi oleh persawahan. Selanjutnya kami kembali ke penginapan untuk beristirahat sebentar untuk melanjutkan ke destinasi berikutnya yaitu Waduk jatigede.
Waduk Jatigede
Lagi-lagi ke destinasi ini kami mengandalkan Google Maps. Berlawanan arah dengan tujuan sebelumnya, jalur ini mengikuti lingkar Sumedang-Wado. Memasuki jalan desa yang tidak terlalu bagus, melewati perbukitan dan sempat melintasi jalur tol baru, tol Cisumdawu. Jalan desa yang kecil dan jelek ini sempat membuat saya hampir tabrakan dengan sepeda motor dari depan. Sampai di suatu jalan masuk yang cuman cukup untuk satu mobil ternyata kami mengikuti titik di Maps “Puncak Damar Waduk Jatigede” dan balik kembali karena tujuan awal adalah ke gerbang waduk.
Jalan kecil memasuki hutan
Jalan berbatu keluar dari hutan
Mengikuti petunjuk penduduk lokal, kami memasuki portal yang pas buat satu mobil (titik koordinat ini tidak ada di Maps). Melewati portal kami memasuki wilayah hutan yang lumayan gelap dan jalannya pas untuk satu mobil (berharap tidak ada mobil dari depan). Kondisi jalan menurun dan di kanan berupa lembah yang mengingatkan saya perjalanan ke Kilometer 0  di Sabang. Keluar dari portal sampailah kami di area terbuka dengan jalan berbatu-batu. Ambil jalur kiri ke arah Waduk. Karena jalannya berupa bebatuan dan banyak lobang membuat city car jalannya tersendat karena sesekali kena batu base nya hahahha. Jalan beberapa ratus meter kami berencana putar balik hingga bertemu pemotor yang merupakan pegawai waduk dan menginfokan untuk ke arah depan waduk tidak bisa menggunakan mobil yang kami bawa dan kami di arah kan ke Tanjung Duriat untuk melihat panorama waduk.
Memasuki portal tanpa penjaga


Tanjung Duriat
Lurus sekitar beberapa ratus meter ketemu pertigaan, kami ambil kanan ke arah Tanjung Duriat, meskipun jalannya masih berbatu-batu tapi di sini adak mendingan. Sampai di portal tidak terlihat satupun penjaga di sini. Melewati portal kemudian sampailah kami di landmark Tanjung Duriat. Di sini kami parkir di sebuah gazebo di depan landmark. Dari landmark ini kita sudah melihat jelas Waduk Jatigede dari ketinggian.
Perlu dicatat bahwa waduk ini adalah waduk kedua terbesar di Indonesia. Meskipun sudah direncanakan dari jaman Belanda tapi baru terealisasi tahun 2008 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan tahun 2­­015 di era Presiden Jokowi. Waduk ini  dibuat dengan membendung aliran Sungai Cimanuk dan menenggelamkan 28 desa. Jadi kalau kita datang di musim kemarau maka akan terlihat bekas reruntuhan desa-desa ini. Waduk ini digunakan untuk mengairi sawah-sawah di Majalengka, Indramayu dan Cirebon dan juga digunakan buat PLTA.

Dari landmark kita bisa melihat puncak-puncak bukit yang menjadi pulau akibat genangan. Di bawah terdapat tanjung kecil yang digunakan untuk wisata perahu kelliling waduk. Mungkin kalau tidak tahu sejarah waduk ini kita akan mengira bahwa ini adalah danau alami. Hari semakin sore dan awan gelap juga semakin mendung. Memberanikan diri, saya melepas drone untuk melihat pemandangan waduk dari atas. Terlihat pintu air dan dam di kejauhan dan aliran sungai yang dikontrol lewat pintu air. Terdapat juga bukit yang menjorok ke waduk dimana terdapat tulisan besar Waduk Jatigede, mungkin kalau masih pagi kami bisa bermain di sana.
Waduk Jatigede dari atas
Waduk Jatigede dari atas
Di bukit sebelah kanan terdapat rumah pohon dan jembatan gantung yang tidak terlalu panjang buat disediakan untuk spot selfie. Hanya saja tidak ada petugas yang berjaga di sini. Dari spot ketinggian ini kita bisa mengambil foto dengan latar belakang danau. Karena cuaca sudah gelap karena mendung dan juga semakin sore kami segera kembali ke penginapan dan bersiap untuk melanjutkan perjalanan besok pagi.



Baca juga link terkait:
- Danau Biru Situ Cilembang
- Curug Gorobog
- Curug Sindulang/Curug Cidulang

Labels: , , , , , ,

Jelajah Sumedang Bagian 2: Curug Gorobog

Setelah dari Curug Cinulang kami balik lagi melewatin Cicalengka dan terus ke arah Sumedang kota. Sepanjang jalan kami mencari penginapan karena belum dibooking sebelumnya. Menggunakan Maps kami menemukan penginapan yang berada di pinggir jalan raya dekat perempatan lampu merah dengan harga per kamar Rp. 185.000. Hotel yang kami sewa merupakan hotel transit mirip kos-kosan dengan banyak kamar dan biasa disinggahi oleh sopir-sopir truk/box antar kota. Dan harap maklum kondisi kamarnya sangat sederhana hahaha.
Makananan yang menjadi iconnya Sumedang

Kota yang dijuluki dengan Kota Tahu ini ternyata tidak salah. Ikon kota ini berupa tugu yang atas nya berbentuk tahu hahaha. Siapa sih yang tidak tahu dan tidak suka tahu? Umumnya masyarakat Indonesia suka tahu dan di sini hampir di setiap sudut  banyak yang berjualan tahu. Dan ini juga yang menjadi menu berbuka puasa kami, tahu murah meriah Rp. 20.000 dapat 40 biji. Selain tahu, kota ini juga berlatar belakang Gunung Tampomas (1684mdpl) yang terlihat jelas kalau cuaca cerah. Karena berada di tengah, kota ini juga menjadi penghubung/jalan utama Bandung-Cirebon, jadi kalau mau ke Garut atau Majalengka juga bisa melewati jalan ini. Dan sekarang sedang dilakukan pembangunan jalan tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan) yang menembus bukit dan merupakan tol pertama yang melewati terowongan. Untuk makan tidak masalah karena harga-harganya masih standar.

Curug Gorobog
Ini adalah spot kedua yang kami kunjungi selama di Sumedang. Lokasi curug ini juga termasuk yang terdekat dari tempat kami menginap sekitar 45 menit. Curug ini berada di Desa Citengah. Seperti umumnya curug, curug ini juga berada di daerah perbukitan.

Melewati jalan desa dengan pemandangan yang aduhai, of course berupa perbukitan karena Sumedang berada dan dikelilingi oleh perbukitan nan subur. Dimana-mana terlihat sawah membentang, tidak salah jika Sumedang menjadi salah satu pusat kerajaan Sunda yang makmur dahulunya yaitu Sumedang Larang.
Suasana pedesaan
Melewati perkampungan kemudian kami melewati jalan mendaki, berkelok-kelok dan kecil. Perbukitan yang diselimuti oleh hutan lebat nan perawan. Di atas-atas bukit terlihat bangunan yang awalnya kami bertanya-tanya itu apa, dan ternyata kamipun melewatinya, kagum sendiri karena melewati berhasil melewatinya hahaha. Menyisiri pinggir perbukitan, terlihat hamparan sawah dengan dihiasi sungai yang berkelok-kelok yang merupakan aliran dari Curug Gorobog.
Desa Citengah
Meskipun berada di atas perbukitan dan tengah hutan ternyata ada beberapa spot wisata di sini, ada tempat pemandian alami lengkap dengan resto salah satunya bernama Kampung Karuhun. Terus ke atas, jalanan semakin sepi, gelap dan sudah terlihat bangunan hingga sampai di lokasi wisata yang baru di buka yang berada pas di bawah Curug Gorobog. Spot ini sedang di benahi, sepertinya dibuat dengan konsep natural. Tidak jauh dari lokasi ini di sebuah tikungan, kita akan menemukan gerbang Curug Gorobog. Nah jika teruskan ke atas sekitar 300m kita akan bertemu dengan perkebunan teh, tapi kami skip spot ini karena sudah biasa melihat kebun teh.
Salah satu view menuju Curug Gorobog
Di depan gerbang terdapat area agak luas yang cukup untuk beberapa mobil dan sebuah saung tapi tidak terlihat satupun pengunjung di sini. Setelah parkir kemudian berjalan kaki sekitar 100m kami bertemu dengan loket masuk tapi tidak ada petugas hingga kami melanjutkan perjalanan. Suasana di sini sangat-sangat asri, sepanjang jalan yang sudah di cor ini kami bisa merasakan suasana pegunungan dengan pohon-pohon besar. Pohon-pohon di sini bukan pohon pinus, bearti tanaman asli, karena bagaimanapun pohon pinus bukan pohon asli Jawa tapi dari Sumatera, dan kurang bagus buat ekosistim karena menyerap  banyak air dan bisa membuat kering wilayah sekitarnya. Berjalanan di pinggir lembah, terlihat pegunungan yang menghijau ditutupi oleh hutan perawan.
Suasana hutan dari loket menuju curug
Suasana hutan
Hanya sekitar 100-150m berjalan kami pun sampai di lokasi air terjun, ditandai dengan adanya bangunan-bangunan seperti spot selfie di pinggir sungai, saung, dan musholla. Di sini kami bertemu petugas yang sedang bersih-bersih area curug (yang memang sudah bersih), sedikit berbincang-bincang dan sekalian membayar tiket masuk sebesar Rp. 5.000/orang. Begitu memasuki area ini sudah berasa suasana adem dan asri. Taman-taman ditata rapi dan terdapat tong-tong sampah. Dan dari saung di kejauhan sudah terlihat Curug Gorobog hingga ke tertinggi.
Curug Gorobog 4 tingkat

Bukan hanya curug utama yang ada di sini, di sebelah kanan terdapat aliran sungai yang lebih kecil, membentuk curug bertingkat melewati batu cadas. Karena bentuknya yang landai, pengunjung bisa menaikinya. Sementara airnya yang jernih dan tidak terlalu deras bisa untuk bermain air.
Curug yang lebih kecil
Curug yang lebih kecil
Sementara itu, curug utama terdiri dari 4 tingkatan yang bisa kita lihat dari jauh, namun dari dekat, tingkatan pertama dan kedua tidak terlihat. Tingkat pertama agak tersembunyi, sementara tingkat kedua lebih besar dan terlihat, yang paling bagus adalah tingkat ketiga yang terdiri dari 2 curug dan salah satunya membentuk seperti tirai air. Sementara itu tingkat ke empat adalah yang paling bawah yang tertinggi. Total tinggi curug ini sekitar 40 meter. Airnya sejuk dan jernih karena langsung dari pegunungan. Tingkat terakhir ini kita bisa merasakan langsung kesejukan air sungai yang yang dalamnya cuman semata kaki sampai sebetis.

Curug Gorobog dari depan
Aliran air yang tidak dalam
Curug Garobok 4 tingkat


Untuk ketingkat paling atas belum ada akses sementara ke tingkat 2 ada jalan setapak kecil di bukit sebelah kanan namun jarang ada pengunjung ke tingkat ini. Untuk ke tingkat 3 disediakan jalan setapak di sisi bukit sebelah kiri. Harap berhati-hati ke tingkat ini karena jalannya menyisiri pinggir tebing. Hanya, Revan, Ringgo dan Jay ke tingkat ini sementara saya hanya mengambil foto mereka dari jauh.
Naik ke tingkat atas
Curug Gorobog tingkat atas
Hanya saja, kami tidak bermain air atau berenang di sini karena masih pagi dan kami berencana bermain air dan berenang di Mata Air Cikandung yang menjadi tujuan selanjutnya. Jadi buat kalian jika ke Sumedang, spot ini sangat saya rekomendasikan untuk menikmati suasana alam yang asri dan sepi. Selain curug juga pemandangan sepanjang jalan menuju curug ini.

Info:
Nama  : Curug Gorobog
Lokasi  : Desa Citengah-kab. Sumedang-Jawa Barat
Biaya   : HTM Rp. 5.000 dan parkir gratis





Baca juga link terkait:
- Danau Biru Situ Cilembang
- Mata Air Cikandung dan Waduk Jatigede
- Curug Sindulang/Curug Cidulang























Labels: , , , , , , ,