Sunday, June 30, 2019

Jelajah Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 10: Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha


Pantai Rancabuaya
Perjalanan dari Curug Rahong di kec. Cisewu ke Pantai Rancabuaya di Caringin memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan lagi atau sekitar 25km.  Dari sini kondisi jalannya sudah tidak terlalu ekstrim dibanding jalur Talegong-Cisewu. Menuruni perbukitan mengingatkan saya dengan jalur ke Pantai Jayanti dari Naringgul. Namun yang ketika melewati perkampungan, hal yang pertama kali kami cari yaitu Puskesmas, karena 2 hari ini Revan mengalami masalah pencernaan. Setelah bertemu petugas kesehatan dan dikasih berbagai macam obat dan hanya membayar Rp. 8.000 untuk administrasi.
Mampir ke Puskesmas Rancabuaya karena Revan sakit hehehe
Melanjutkan perjalanan hingga sampai di perempatan yang mana arah kiri dan kanan adalah jalur selatan Cianjur-Garut, dan lurus ke arah Pantai Rancabuaya. Sebelum melanjutkan ke arah pantai yang berjarak sekitar 1km lagi, kami harus membayar tiket di loket Rp. 5.000/orang. Sampai di pantai kami menyusuri jalan sepanjang pantai untuk mencari penginapan. Di sepanjang pantai terdapat banyak berderet penginapan dan warung-warung makan yang menyatu dengan perkampungan nelayan. Mendapatkan penginapan yang sepertinya baru jadi, kami menginap semalam dengan tarif Rp. 250.000/malam. Karena kecapek-an kami memilih istirahat di kamar.
Revan dan Ringgo mengisi waktu luang
Sore-sore kami main ke pinggir pantai yang berada di depan penginapan sambil minum kelapa muda yang banyak dijual di sepanjang pantai. Berharap mendapatkan sunset meskipun cuaca mendung dan tertutup awan. Karang-karang di sepanjang pantai menjadi objek fotografi. Ombak besar yang memecah dan masuk di sela-sela karang dan hijaunya tanaman laut yang menempel di karang menjadi keunikan tersendiri. Di sebelah kiri adalah area bersandarnya kapal-kapal nelayan dan sedikit terjaga dari terjangan ombak besar karena dibangun pemecah ombak. Dan sudah di duga, tidak terlihat matahari terbenam sore itu....
Suasana sunset di pantai berkarang Ranca Buaya
Karena weekday, suasana malam di sini sangat sepi jadi warung makan juga tutup. Untunglah ada satu warung makan meskipun tutup kami masih bisa pesan makan malam meskipun pesanannya datang hampir 1 jam kemudian hahahha..
Menikmati makan malam di pinggir pantai
Senen 15 April 2019
Pagi yang cerah. Karena sinyal GPS di sini kuat saya mencoba menerbangkan drone dari penginapan. Dari atas terlihat putihnya ombak yang memecah silih berganti. Batu karang sepanjang pantai berwarna kecoklatan dengan bentuk tak teratur. Di ujung karang terlihat laut berwarna hijau, laut lepas. Karena kondisi ini maka di sini dilarang berenang karena jika tertarik ombak pantai selatan, akan susah diselamatkan.
Pantai Ranca Buaya dari atas
Bergeser ke arah kiri, terdapat area tempat bersandarnya puluhan kapal nelayan, dengan warna seragam, berwarna biru. Di sini ombaknya terlihat lebih tenang dan lebih bebas dari karang. Bergeser sedikit ke kiri terdapat bukit cadas yang membuat rumah-rumah di bawahnya terhalangi matahari pagi.
Sisi lain dari Pantai Ranca Buaya
Setelah bermain drone, beberes dan kami checkout selanjutnya menuju ke Puncak Guha

Puncak Guha
Jarak Puncak Guha dari Rancabuaya sekita 3.5km, tidak terlalu jauh.  Keluar dari Pantai Rancabuaya kita ambil jalan ke kanan ke arah Pantai Santolo. Nanti di sebelah kanan akan terlihat papan petunjuk ke arah Pantai Santolo. Begitu belok nanti ada loket yang dijaga warga lokal. Tiket masuk kawasan ini Rp. 5.000/orang. Dari loket kendaraan bisa terus sampai ke pinggir tebing Puncak Guha berjarak sekitar 300m. Jalannya berupa tanah merah, melewati kebun.
Gerbang masuk ke Puncak Guha
Kondisi jalan masuk
Puncak Guha berupa tebing cadas setinggi sekitar 50m dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia dan tentu saja berobak besar dan berlapis-lapis menerjang karang. Jadi Puncak Guha bukan berupa pantai berpasir tapi tebing yang menjorok ke laut. Sampai di area ini kami parkir di pinggir tebing dan beristirahat di sebuah gazebo. Hanya terlihat beberapa pengunjung di sini yang berfoto-foto di pinggir tebing bagian kiri yang banyak terdapat pohon pandan.
Gazebo tempat beristirahat
Meskipun berupa tebing, kalau kita menjatuhkan pandangan ke sisi kanan, akan terlihat pantai berpasir kehitaman yang terdapat muara sungai. Karena terlindungi dengan tebing dan muara sungai maka pantai ini tidak ada penghuni ataupun pengunjungnya. Begitu juga di sisi sebelah kiri kita juga bisa melihat garis pantai yang panjang dan berombak besar. Namun begitu saya melihat seoran warga lokal yang naik dari bawah melewati jalan setapak yang ekstrim, mirip jalan setapak di Pantai Kelingking Nusa Penida. Kalau kalian mau mencoba turun, silahkan hahahha…
Pemandangan dari Puncak Guha
Pemandangan dari Puncak Guha
Cuaca bagus dan sinyal GPS juga full jadi sangat tepat untuk menerbangkan drone untuk melihat spot ini dari atas. Dari atas terlihat Puncak Guha yang menjorok ke Samudra Hindia dan diterjang ombak besar. Sementara lautnya berwarna hijau tosca gradasi warna biru dengan ombak bergulung-gulung menghempas karang.
Puncak Guha dari atas

Puncak Guha dari atas
Puncak Guha dari atas
Sementara saya nge-drone, Revan, Ringgo dan Jay berfoto di atas karang-karang yang bertumpuk di area sebelah kiri. Karena karang-karang ini berbatasan langsung dengan laut dalam jadi harap berhati-hati ketika berada di sini.
Bermain dipinggir karang
Lokasi Puncak Guha ini biasa dikunjungi oleh traveler untuk berkemah dan melihat sunset. Di sini tersedia rumah/warung sederhana yang ada sekitar 50m dari gazebo dan juga tersedia toilet. Jadi tidak ada salahnya untuk mampir ke spot ini ketika menjelajah Cianjur Selatan hingga Garut Selatan dimulai dari Pantai Jayanti-Pantai Rancabuaya hingga Pantai Santolo.

Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut 
- Pantai Santolo
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 

Labels: , , , , , , , , ,

Jelajah Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 9: Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu

Perjalanan dari Situ Cileunca ke Ranca Buaya via Talegong dan Cisewu adalah sebuah perjalanan yang sangat berkesan. Agak mirip dengan jalur Ciwidey-Garut Selatan via Naringgul. Pemandangan yang indah yang tidak terbayangkan sebelumnya. Menyusuri pinggang perbukitan yang terdapat lembah-lembah di bawah dan perbukitan hijau berlapis-lapis. Terutama di daerah Talegong, dari jalan kita bisa menyaksikan pemandangan deretan pegunungan dengan sawah-sawah di kaki bukit hingga ke atasnya. Di selang-selingi oleh kampung-kampung yang membuat pemandangan kontras dengan sekelilingnya.
Melewati jalur yang sangat sepi, melintasi hutan dengan jalan berkelok-kelok tajam dan naik turun yang terkadang ekstrim. Karena berada di perbukitan banyak terdapat spot-spot longsoran.  Sampai di Jembatan Cilayu kami beristirahat di sebuah warung untuk makan siang. Warung yang berada di pinggir sungai besar berair sangat jernih, di naungi pepohonan sehingga membuat enggan untuk beranjak. Meskipun jauh di atas bukit dan jalur sangat sepi tapi harganya makanan tidak mahal, normal seperti warung makan umumnya.
Sungai di bawah Jembatan Cilayu
Makan siang di warung pinggir sungai
Curug Ciawitali
Melewati tanjakan ekstrim sesudah jembatan, kami melanjutkan perjalanan, dan di sebuah tikungan sempit kami melihat ada sebuah curug dipinggir jalan dan kamipun mampir di warung sekaligus beristirahat. Sementara teman-teman beristirahat memesan kopi, saya ke curug yang cuman berjarak sekitar 10m dari warung. Menurut si ibuk yang jaga nama curug ini adalah Curug Ciawitali tapi kalau lihat di Google Maps curug ini dinamakan Curug Cisarua.
Curug Ciawitali berada di pinggir jalan
Saat itu debit air tidak terlalu besar namun kalau liat foto di Maps curug ini saat tertentu debitnya lumayan besar. Tingginya sekitar 20m melewati batu cadas berwarna kehitaman. Air dari curug ini melewati sungai kecil, melintasi jembatan dan terus mengalir ke area persawahan yang ada di seberang jalan. Dari sini ke tujuan kami selanjutnya yaitu Curug Cisewu yang berjarak hanya sekitar 6km lagi.
Curug Ciawitali

Curug Ciawitali
Curug Rahong/Curug Cisewu
Di sebuah jembatan yang lumayan panjang kami melihat curug di sebelah kiri jalan. Terlihat dua tingkat curug dengan air yang berwarna hijau tosca, tidak salah lagi inilah curug yang kami tuju. Parkir di ujung jembatan di pinggir jalan depan warung yang sedang tutup, tidak terlihat ada loket ataupun penjaga di sini. Terlihat plang Curug Rahong di dekat parkiran, karena berada di Cisewu banyak yang mengenal curug ini dengan sebutan Curug Cisewu. Setelah membawa baju ganti kami trekking ke arah sungai yang berjarak sekitar 50m. menaiki bukit dan turun ke bawah kami sudah sampai di pinggir sungai. Terlihat 2 undakan curug yang sangat mengagumkan.
Curug Rahong tingkat 2
Dari parkir/pinggir jalan hanya terlihat 2 tingkatan curug ini, untuk melihat tingkatan pertama kita harus menaiki tebing sebelah kanan hingga mencapai beton saluran air. Terdapat tangga tegak lurus untuk mencapai bagian atas, cukup deg-degan karena jika lepas maka kita akan jatuh langsung ke sungai yang berbatu. Sampai di atas baru terlihat Curug Rahong tingkat pertama.
Naik tangga untuk menuju tingkatan atas
Curug Rahong tingkat pertama ini meskipun tidak terlalu tinggi hanya sekitar 10m namun bentuknya sangat cantik. Air yang jatuh terbelah karea ada batu yang menonjol dan kemudian menyatu kembali, agak mirip Curug Love yang di Sentul tapi ini versi besar nya. Air terjun ini jatuh membentuk kolam yang dalam. Perlu diingat bahwa pengunjung DILARANG berenang di curug tingkat pertama dan kedua yang dalam dan arusnya memutar. Bukan hanya himbuan karena sudah ada beberapa korban tewas tenggelam di curug paling atas (korban terakhir 18 maret 2018) meskipun terlihat tenang. Dan masyarakat local pun tidak ada yang berani berenang di bagian ini. Pengunjung hanya bisa berfoto di pinggiran kolam yang dangkal dan berbatu dan harap berhati-hati jangan sampai terseret arus dan jatuh ke tingkat kedua yang lebih dalam dan ‘bergolak’. Dari tingkat pertama ini kita bisa melihat ke bawah, ke tingkat 2 dan 3 serta aliran sungai serta jembatan di atasnya.
Curug Rahong tingkat 1
Curug Rahong tingkat 1
Curug Rahong tingkat 1

Karena tidak tahan ingin berenang, kami turun ke tingkat ketiga dan berenang. Tingkat ketiga ini curugnya melebar sehingga debitnya terbagi ketika jatuh ke kolam sehingga arus baliknya tidak seperti bagian atasnya. Kolam nya sangat luas dan dalam, di bagian dangkal tiba-tiba kedalamannya 2 meteran. Jadi yang tidak bisa berenang bisa di aliran dangkal yang banyak bebatuannya. Di sisi kiri terdapat batu cadas, pengunjung bisa loncat di sini.
Berenang di tingkat 3
Berenang di tingkat 3
Berenang di tingkat 3
Sangat jarang sekali kami menemukan curug seperti ini, mempunya kolam yang luas, berair sejuk dan bening serta bersih di kombinasikan dengan keadaan alam yang asri dan gratis. Jadi buat kalian yang melewati jalur Cisewu ini sangat rugi sekali jika tidak merasakan kesejukan air curug ini.

Info:
Curug pertama
Nama  : Curug Ciawitali
Lokasi  : Ds. Pamalaya, Cisewu-Garut
Biaya   : free

Curug kedua
Nama  : Curug Rahong/Curug Cisewu
Lokasi : Jl. Raya Cisewu-Ranca Buaya, perbatasan Ds. Pamalayan-Ds. Sukajaya, Cisewu-Garut

Labels: , , , , , , , , , ,

Sunday, May 19, 2019

Wisata Alam dan Budaya di Candi Cangkuang Garut




Sabtu 23 Pebruari 2019, dari Tasikmalaya pagi-pagi kami menuju Garut. Garut adalah kota terakhir pada long trip kali ini. Awalnya tujuan kami adalah Talaga Bodas tapi mengingat lokasinya yang jauh dari pusat kota akhirnya kami memutuskan ke Candi Cangkuang.

Sampai di kawasan Wisata Alam dan Budaya Candi Cangkuang sekitar jam 10. Setelah mengambil parkir kemudian menuju loket masuk yang berada di pinggir jalan ini, harga tiket Rp. 5.000/orang. Tiket ini belum termasuk tiket naik rakit ke Candi Cangkuang yang terletak di pulau ini. 
Gerbang utama Kawasan Wisata
Untuk naik rakit kita bayar Rp. 5.000/orang PP. Rakit ini terbuat dari bambu-bambu yang dijadikan satu. Terapat bangku memanjang yang berhadap-hadapan untuk penumpang. Rakit akan berangkat jika penumpangnya sudah mulai penuh. Selagi menunggu penumpang kita bisa berfoto-foto di atas rakit.
Berfoto di atas rakit
Setelah penumpang penuh, rakit berangkat. Lama perjalanan kurang dari 10 menit, meskipun dekat tapi rakit dijalankan manual/tenaga manusia. Sebenarnya dulu pulau yang kami tuju dikelilingi oleh danau tapi sekarang hanya tinggal sebagian yang menjadi jalan utama dan di bagian lain sudah dikelilingi oleh persawahan. 

Setelah mendarat kita berjalan sekitar 100m mengelilingi danau untuk mencapai loket masuk. sepanjang jalan banyak pedagang yang berjualan makanan/minuman. Sampai di loket, petugas hanya memeriksa karcis yang tadi kita beli. Dari loket kita berjalan lagi sekitar 50 m menuju gerbang Kampung Pulo yang dipenuhi pedagang aneka cendera mata dan makanan/minuman. Kok Kampung Pulo? Ya, karena Candi Cangkuang berada di Kampung Pulo yang merupakan bagian dari Cagar Budaya Candi Cangkuang. 
Spot yang instagenic
Memasuki Kampung Pulo, kita langsung berada di bangunan berupa rumah dan musholla. Terdapat 6 rumah dan 1 musholla yang melambangkan 6 anak perempuan dan 1 anak laki-laki dari Embah Dalem Arief Muhammad. Konon Embah ini lah yang mendirikan Desa Cangkuang. Terdapat pantangan-pantangan di Kampung Pulo ini seperti ziarah di hari rabu, membunyikan gong, mendirikan bangunan melebihi yang ada serta memelihara binatang berkaki 4. 
Gerbang Kampung Pulo
Larangan di Kampung Pulo
Kampung Pulo
Kampung Pulo
Keluar dari gerbang kita akan memasuki kawasan Candi Cangkuang.  Kawasan ini terasa sangat sejuk dan adem karena dipenuhi oleh pepohonan besar-besar. Kawasan ini terlihat eksotis dengan adanya bebatuan yang berlumut dan akar-akar tanaman yang muncul di permukaan . 
Suasana di kawasan candi
Candi Cangkuang adalah Candi tunggal yang merupakan Candi Hindu tertua di Tanah Sunda. Sebenarnya bentuk candi sekarang adalah hasil dari rekonstruksi karena ketika ditemukan sekitar tahun 1966 candi ini hanya utuh sekitar 40%. Yang unik dari candi ini adalah adanya makam Embah Dalem Arief Muhammad yang berada di samping candi. Dan ini masih menjadi misteri kenapa makam Islam berdampingan dengan Candi Hindu.
Makam yang berdampingan dengan candi
Info Candi Cangkuang
Candi Cangkuang
Candi Cangkuang
Setelah mengambil foto-foto di kawasan ini (yang kebetulan sangat ramai pengunjung) kami istirahat sejenak di pinggir danau. 
Beristirahat di pinggir danau
Selanjutnya menuju pusat kota dan mencari penginapan. kebetulan dapat penginapan dengan nuansa tradisional Jawa dan kami menginap semalam. Keesokan hari, trip berakhir dan melanjutkan pulang ke Bogor.



 Info:
-      Nama         : Kawasan Wisata Alam dan Budaya Candi Cangkuang
-      Lokasi         : Kampung Pulo, Desa Cangkuang, kec. Leles-Garut-Jawa Barat
-      Biaya          : Rp. 5.000 (HTM), Rp. 5.000 (naik rakit PP), Rp. 5.000 (parkir mobil)

Labels: , , , , , , , ,