Sunday, June 30, 2019

Jelajah Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 10: Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha


Pantai Rancabuaya
Perjalanan dari Curug Rahong di kec. Cisewu ke Pantai Rancabuaya di Caringin memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan lagi atau sekitar 25km.  Dari sini kondisi jalannya sudah tidak terlalu ekstrim dibanding jalur Talegong-Cisewu. Menuruni perbukitan mengingatkan saya dengan jalur ke Pantai Jayanti dari Naringgul. Namun yang ketika melewati perkampungan, hal yang pertama kali kami cari yaitu Puskesmas, karena 2 hari ini Revan mengalami masalah pencernaan. Setelah bertemu petugas kesehatan dan dikasih berbagai macam obat dan hanya membayar Rp. 8.000 untuk administrasi.
Mampir ke Puskesmas Rancabuaya karena Revan sakit hehehe
Melanjutkan perjalanan hingga sampai di perempatan yang mana arah kiri dan kanan adalah jalur selatan Cianjur-Garut, dan lurus ke arah Pantai Rancabuaya. Sebelum melanjutkan ke arah pantai yang berjarak sekitar 1km lagi, kami harus membayar tiket di loket Rp. 5.000/orang. Sampai di pantai kami menyusuri jalan sepanjang pantai untuk mencari penginapan. Di sepanjang pantai terdapat banyak berderet penginapan dan warung-warung makan yang menyatu dengan perkampungan nelayan. Mendapatkan penginapan yang sepertinya baru jadi, kami menginap semalam dengan tarif Rp. 250.000/malam. Karena kecapek-an kami memilih istirahat di kamar.
Revan dan Ringgo mengisi waktu luang
Sore-sore kami main ke pinggir pantai yang berada di depan penginapan sambil minum kelapa muda yang banyak dijual di sepanjang pantai. Berharap mendapatkan sunset meskipun cuaca mendung dan tertutup awan. Karang-karang di sepanjang pantai menjadi objek fotografi. Ombak besar yang memecah dan masuk di sela-sela karang dan hijaunya tanaman laut yang menempel di karang menjadi keunikan tersendiri. Di sebelah kiri adalah area bersandarnya kapal-kapal nelayan dan sedikit terjaga dari terjangan ombak besar karena dibangun pemecah ombak. Dan sudah di duga, tidak terlihat matahari terbenam sore itu....
Suasana sunset di pantai berkarang Ranca Buaya
Karena weekday, suasana malam di sini sangat sepi jadi warung makan juga tutup. Untunglah ada satu warung makan meskipun tutup kami masih bisa pesan makan malam meskipun pesanannya datang hampir 1 jam kemudian hahahha..
Menikmati makan malam di pinggir pantai
Senen 15 April 2019
Pagi yang cerah. Karena sinyal GPS di sini kuat saya mencoba menerbangkan drone dari penginapan. Dari atas terlihat putihnya ombak yang memecah silih berganti. Batu karang sepanjang pantai berwarna kecoklatan dengan bentuk tak teratur. Di ujung karang terlihat laut berwarna hijau, laut lepas. Karena kondisi ini maka di sini dilarang berenang karena jika tertarik ombak pantai selatan, akan susah diselamatkan.
Pantai Ranca Buaya dari atas
Bergeser ke arah kiri, terdapat area tempat bersandarnya puluhan kapal nelayan, dengan warna seragam, berwarna biru. Di sini ombaknya terlihat lebih tenang dan lebih bebas dari karang. Bergeser sedikit ke kiri terdapat bukit cadas yang membuat rumah-rumah di bawahnya terhalangi matahari pagi.
Sisi lain dari Pantai Ranca Buaya
Setelah bermain drone, beberes dan kami checkout selanjutnya menuju ke Puncak Guha

Puncak Guha
Jarak Puncak Guha dari Rancabuaya sekita 3.5km, tidak terlalu jauh.  Keluar dari Pantai Rancabuaya kita ambil jalan ke kanan ke arah Pantai Santolo. Nanti di sebelah kanan akan terlihat papan petunjuk ke arah Pantai Santolo. Begitu belok nanti ada loket yang dijaga warga lokal. Tiket masuk kawasan ini Rp. 5.000/orang. Dari loket kendaraan bisa terus sampai ke pinggir tebing Puncak Guha berjarak sekitar 300m. Jalannya berupa tanah merah, melewati kebun.
Gerbang masuk ke Puncak Guha
Kondisi jalan masuk
Puncak Guha berupa tebing cadas setinggi sekitar 50m dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia dan tentu saja berobak besar dan berlapis-lapis menerjang karang. Jadi Puncak Guha bukan berupa pantai berpasir tapi tebing yang menjorok ke laut. Sampai di area ini kami parkir di pinggir tebing dan beristirahat di sebuah gazebo. Hanya terlihat beberapa pengunjung di sini yang berfoto-foto di pinggir tebing bagian kiri yang banyak terdapat pohon pandan.
Gazebo tempat beristirahat
Meskipun berupa tebing, kalau kita menjatuhkan pandangan ke sisi kanan, akan terlihat pantai berpasir kehitaman yang terdapat muara sungai. Karena terlindungi dengan tebing dan muara sungai maka pantai ini tidak ada penghuni ataupun pengunjungnya. Begitu juga di sisi sebelah kiri kita juga bisa melihat garis pantai yang panjang dan berombak besar. Namun begitu saya melihat seoran warga lokal yang naik dari bawah melewati jalan setapak yang ekstrim, mirip jalan setapak di Pantai Kelingking Nusa Penida. Kalau kalian mau mencoba turun, silahkan hahahha…
Pemandangan dari Puncak Guha
Pemandangan dari Puncak Guha
Cuaca bagus dan sinyal GPS juga full jadi sangat tepat untuk menerbangkan drone untuk melihat spot ini dari atas. Dari atas terlihat Puncak Guha yang menjorok ke Samudra Hindia dan diterjang ombak besar. Sementara lautnya berwarna hijau tosca gradasi warna biru dengan ombak bergulung-gulung menghempas karang.
Puncak Guha dari atas

Puncak Guha dari atas
Puncak Guha dari atas
Sementara saya nge-drone, Revan, Ringgo dan Jay berfoto di atas karang-karang yang bertumpuk di area sebelah kiri. Karena karang-karang ini berbatasan langsung dengan laut dalam jadi harap berhati-hati ketika berada di sini.
Bermain dipinggir karang
Lokasi Puncak Guha ini biasa dikunjungi oleh traveler untuk berkemah dan melihat sunset. Di sini tersedia rumah/warung sederhana yang ada sekitar 50m dari gazebo dan juga tersedia toilet. Jadi tidak ada salahnya untuk mampir ke spot ini ketika menjelajah Cianjur Selatan hingga Garut Selatan dimulai dari Pantai Jayanti-Pantai Rancabuaya hingga Pantai Santolo.

Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut 
- Pantai Santolo
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 

Labels: , , , , , , , , ,

Jelajah Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 9: Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu

Perjalanan dari Situ Cileunca ke Ranca Buaya via Talegong dan Cisewu adalah sebuah perjalanan yang sangat berkesan. Agak mirip dengan jalur Ciwidey-Garut Selatan via Naringgul. Pemandangan yang indah yang tidak terbayangkan sebelumnya. Menyusuri pinggang perbukitan yang terdapat lembah-lembah di bawah dan perbukitan hijau berlapis-lapis. Terutama di daerah Talegong, dari jalan kita bisa menyaksikan pemandangan deretan pegunungan dengan sawah-sawah di kaki bukit hingga ke atasnya. Di selang-selingi oleh kampung-kampung yang membuat pemandangan kontras dengan sekelilingnya.
Melewati jalur yang sangat sepi, melintasi hutan dengan jalan berkelok-kelok tajam dan naik turun yang terkadang ekstrim. Karena berada di perbukitan banyak terdapat spot-spot longsoran.  Sampai di Jembatan Cilayu kami beristirahat di sebuah warung untuk makan siang. Warung yang berada di pinggir sungai besar berair sangat jernih, di naungi pepohonan sehingga membuat enggan untuk beranjak. Meskipun jauh di atas bukit dan jalur sangat sepi tapi harganya makanan tidak mahal, normal seperti warung makan umumnya.
Sungai di bawah Jembatan Cilayu
Makan siang di warung pinggir sungai
Curug Ciawitali
Melewati tanjakan ekstrim sesudah jembatan, kami melanjutkan perjalanan, dan di sebuah tikungan sempit kami melihat ada sebuah curug dipinggir jalan dan kamipun mampir di warung sekaligus beristirahat. Sementara teman-teman beristirahat memesan kopi, saya ke curug yang cuman berjarak sekitar 10m dari warung. Menurut si ibuk yang jaga nama curug ini adalah Curug Ciawitali tapi kalau lihat di Google Maps curug ini dinamakan Curug Cisarua.
Curug Ciawitali berada di pinggir jalan
Saat itu debit air tidak terlalu besar namun kalau liat foto di Maps curug ini saat tertentu debitnya lumayan besar. Tingginya sekitar 20m melewati batu cadas berwarna kehitaman. Air dari curug ini melewati sungai kecil, melintasi jembatan dan terus mengalir ke area persawahan yang ada di seberang jalan. Dari sini ke tujuan kami selanjutnya yaitu Curug Cisewu yang berjarak hanya sekitar 6km lagi.
Curug Ciawitali

Curug Ciawitali
Curug Rahong/Curug Cisewu
Di sebuah jembatan yang lumayan panjang kami melihat curug di sebelah kiri jalan. Terlihat dua tingkat curug dengan air yang berwarna hijau tosca, tidak salah lagi inilah curug yang kami tuju. Parkir di ujung jembatan di pinggir jalan depan warung yang sedang tutup, tidak terlihat ada loket ataupun penjaga di sini. Terlihat plang Curug Rahong di dekat parkiran, karena berada di Cisewu banyak yang mengenal curug ini dengan sebutan Curug Cisewu. Setelah membawa baju ganti kami trekking ke arah sungai yang berjarak sekitar 50m. menaiki bukit dan turun ke bawah kami sudah sampai di pinggir sungai. Terlihat 2 undakan curug yang sangat mengagumkan.
Curug Rahong tingkat 2
Dari parkir/pinggir jalan hanya terlihat 2 tingkatan curug ini, untuk melihat tingkatan pertama kita harus menaiki tebing sebelah kanan hingga mencapai beton saluran air. Terdapat tangga tegak lurus untuk mencapai bagian atas, cukup deg-degan karena jika lepas maka kita akan jatuh langsung ke sungai yang berbatu. Sampai di atas baru terlihat Curug Rahong tingkat pertama.
Naik tangga untuk menuju tingkatan atas
Curug Rahong tingkat pertama ini meskipun tidak terlalu tinggi hanya sekitar 10m namun bentuknya sangat cantik. Air yang jatuh terbelah karea ada batu yang menonjol dan kemudian menyatu kembali, agak mirip Curug Love yang di Sentul tapi ini versi besar nya. Air terjun ini jatuh membentuk kolam yang dalam. Perlu diingat bahwa pengunjung DILARANG berenang di curug tingkat pertama dan kedua yang dalam dan arusnya memutar. Bukan hanya himbuan karena sudah ada beberapa korban tewas tenggelam di curug paling atas (korban terakhir 18 maret 2018) meskipun terlihat tenang. Dan masyarakat local pun tidak ada yang berani berenang di bagian ini. Pengunjung hanya bisa berfoto di pinggiran kolam yang dangkal dan berbatu dan harap berhati-hati jangan sampai terseret arus dan jatuh ke tingkat kedua yang lebih dalam dan ‘bergolak’. Dari tingkat pertama ini kita bisa melihat ke bawah, ke tingkat 2 dan 3 serta aliran sungai serta jembatan di atasnya.
Curug Rahong tingkat 1
Curug Rahong tingkat 1
Curug Rahong tingkat 1

Karena tidak tahan ingin berenang, kami turun ke tingkat ketiga dan berenang. Tingkat ketiga ini curugnya melebar sehingga debitnya terbagi ketika jatuh ke kolam sehingga arus baliknya tidak seperti bagian atasnya. Kolam nya sangat luas dan dalam, di bagian dangkal tiba-tiba kedalamannya 2 meteran. Jadi yang tidak bisa berenang bisa di aliran dangkal yang banyak bebatuannya. Di sisi kiri terdapat batu cadas, pengunjung bisa loncat di sini.
Berenang di tingkat 3
Berenang di tingkat 3
Berenang di tingkat 3
Sangat jarang sekali kami menemukan curug seperti ini, mempunya kolam yang luas, berair sejuk dan bening serta bersih di kombinasikan dengan keadaan alam yang asri dan gratis. Jadi buat kalian yang melewati jalur Cisewu ini sangat rugi sekali jika tidak merasakan kesejukan air curug ini.

Info:
Curug pertama
Nama  : Curug Ciawitali
Lokasi  : Ds. Pamalaya, Cisewu-Garut
Biaya   : free

Curug kedua
Nama  : Curug Rahong/Curug Cisewu
Lokasi : Jl. Raya Cisewu-Ranca Buaya, perbatasan Ds. Pamalayan-Ds. Sukajaya, Cisewu-Garut

Labels: , , , , , , , , , ,

Tuesday, February 12, 2019

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 5: Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut

Dari Pantai Santolo sebenarnya kami berencana ke mampir ke Pantai Rancabuaya dan Puncak Guha. Kedua lokasi ini sering dijadikan tempat persinggahan atau tujuan akhir para traveler dari Jabodetabek. Tapi ketika melihat di Maps, Curug Sanghyang Taraje lokasinya mendekati ke utara sehingga dekat ke arah kota dan ke tujuan selanjutnya yaitu Ciwidey sehingga kami memutuskan ke Curug Sanghyang Taraje.
Dari Pantai Santolo ke Sanghyang Taraje lokasinya lumayan jauh sekitar 50km lebih. Dari persimpangan masuk pantai kami kembali lagi ke jalan utama, ke arah Pantai Jayanti tapi tidak sampai ke Puncak Guha/Pantai Rancabuaya, Di suatu perempatan, kiri ke pantai, lurus ke Jayanti dan ambil kanan ke arah Cibungbulang. Dari sini kita terus naik ke perbukitan dengan kondisi jalan kurang bagus.
Di rute-rute awal, kami melewati perbukitan yang jarang sekali rumah-rumah penduduk nya. Kemudian mulai ramai penduduk. Awalnya mengikutin Google Maps kami diarahkan ke jalan kecil ke arah lembah, untunglah di kasih tahu oleh penduduk bahwa jalannya sangat jelek dan jauh sekali jaraknya ke Sanghyang Taraje. Dan ternyata belokan ke Curug Sanghyang Taraje masih sangat jauh sekitar 10 km-an.
Melanjutkan perjalanan tanpa Maps, sampailah kami dipertigaan yang dimaksud dan berhubung ada rumah makan kamipun makan siang terlebih dahulu. Dari rumah makan ini perjalanan dilanjutkan melewatin jalan kampung sekitar 8km. Di sini kita juga melewatin perkebunan teh, dan terlihat plang petunjuk arah ke sebuah curug (saya lupa namanya). Sampai di sebuah jembatan kecil, kami harus melewatin jalan yang cukup buat satu mobil, mendaki bukit yang di sebelah kanannya menganga jurang yang dalam. Sempat berpapasan dengan satu mobil dan harus susah payah untuk melewatinya.
Perjalanan berakhir di sebuah turunan, dan kami harus parkir yang dijaga oleh pemuda lokal. Dari parkiran ini kita harus naik ojeg dengan tarif Rp. 20.000/sekali jalan. Kalau dipaksakan, mobil bisa saja masuk sampai ke parkiran curug, tapi kondisi jalan yang jelek dan turunannya yang sangat tajam, sangat berbahaya, bisa-bisa mobil bisa turun tapi gak bisa pulang hahahaha.
Lembah yang ada di sepanjang jalan menuju Curug Sanghyang Taraje
Dan benar saja, menaiki ojeg ini boleh dibilang ekstrim dengan kondisi jaan berbatu, menurun dan dikanan adalah jurang yang sangat dalam. Sangat susah buat penumpang untuk menahan tubuh saking curamnya turunan di sini. Jadi buat yang bawa motor matic harus berhati-hati.
Sampai di bawah, kami langsung berada di depan loket masuk. Di dekat loket/parkiran tersedia warung-warung yang biasanya dipakai untuk istirahat para traveler dan tukang ojeg. Sebelum turun kami harus bayar tiket Rp. 5.000 per orang. Dari loket kita harus turun melewatin jalan setapak dan anak tangga yang sudah di semen. 
Jalan menuju Curug Sanghyang Taraje
Tidak perlu sampai ke bawah untuk bisa menikmati keindahan Curug Sanghyang Taraje karena di perjalanan turun kita bisa melihat keindahannya dari kejauhan. Curug ini sangat-sangat menakjubkan, dengan ketinggian sekitar 80m dan terdiri dari 2 aliran serta debit yang sangat besar, jujur susah digambarkan dengan kata-kata. 
Sanghyang Taraje dari tangga turun
Sampai di bawah kami sudah diterpa oleh tampias curug ini dan nyaris dimanapun berada akan kena tampiasnya saking besar debit curug ini padahal November bukanlah puncaknya musim hujan. Gak terbayang kalau ke sini di waktu puncak-puncaknya musim hujan.
Sanghyang Taraje dari jauh
Di lokasi ini disiapkan saung, ayunan, dan taman-taman yang hijau. Serasa berada di taman impian, karena di kelilingi oleh tebing batu yang diselimuti lumut dan tanaman hijau. Lagi-lagi, harus siap-siap basah kena tampias hahahaha. Karena curug ini sangat besar, pengunjung hanya dibatasi sampai pintu air yang membendung aliran curug. Pengunjung bisa berfoto-foto di atas pagar bendungan. Karena selalu basah, jalan menuju pot ini sangat licin, butuh perjuangan untuk menuju ke sana. Di sini kita bisa mengambil foto dengan latar megahnya Curug Sanghyang Taraje, curug yang menjadi tangga para dewa yang turun ke bumi.
The amazing Sanghyang Taraje!!!
The amazing Sanghyang Taraje!!!
The amazing Sanghyang Taraje!!!
Untuk berenang dan bermain air, bisa dilakukan di aliran curug dimana airnya tidak dalam dan berbatu-batu. Airnya lumayan dingin meskipun tidak sedingin air curug di Gunung Salak ataupun di Gunung Gede Pangrango.
Berendam manja buat session foto wkwkwkwk
Sesudah puas menikmati keindahan Curug Sanghyang Taraje, menggunakan ojeg lagi, kami menuju parkiran. Di tengah jalan saya minta berhenti sekedar mengambil foto aliran curug yang terdapat pipa-pipa pembangkit listrik yang ada di tebing seberang. Dan sepertinya itulah jalan tembus yang tadi kami nyaris salah masuk. Gak terbayang sekiranya kami melewati jalan tersebut pastilah hanya sampai di bukit seberang tanpa bisa ke Sanghyang Taraje.
Sampai di parkiran, kemudian kami menuju ke sebuah curug namanya Curug Utang. Pintu masuknya sekitar 50m dari parkiran. Dari jalan masuk kemudian berjalan lagi sekitar 150m. Curug ini tidak di jaga, meskipun begitu, jalan menuju curug ini sudah berupa jalan setapak. 
Jalan menuju Curug Utang
Jalan menuju Curug Utang
Tersembunyi dibalik pepohonan hutan, terlihatlah Curug Utang ini (saya gak tau kenapa namanya Curug Utang, mungkin sindiran buat kalian kaum yang suka ngutang hahahaha). Curug ini ada 2, yang satu melebar melewatin tebing membentuk tirai. Sementara di kanan adalah curug utama yang terdiri dari satu curug dengan type horse tail. Curug ini lumayan tinggi, namun debitnya tidak terlalu besar. Kolamnya berwarna hijau tosca dan dingin.

Salah satu sudut Curug Utang

Curug Utang

Curug Utang
Karena sudah mulai sore, kami hanya sebentar di sini, hanya mengambil beberapa foto. Perjalanan selanjutnya adalah menuju Cipanas yang jaraknya 2 jam lebih dari sini.
Perjalanan menuju Cipanas ini tidak kalah serunya, karena melewati perkebunan teh dan perbukitan yang berkabut tebal sehingga jarak pandang sangat dekat. Kebun-kebun teh dan rumah-rumah terlihat samar-samar.menarik sekaligus berbahaya. 
Kondisi jalan menuju Cipanas Garut
Kondisi jalan menuju Cipanas Garut
Malam-malam kami sampai ke Cipanas, serasa masuk kawasan Ciater. Sangat padat dengan mobil-mobil yang parkir. Melewati jalan-jalan yang kecil sembari mencari penginapan. Akhirnya dapat penginapan dengan 2 kamar tidur dan tentu saja lengkap dengan kolam air panasnya. Nah, air yang ada di kolam ini adalah panas alami dan terus mengalir sehingga tidak bakalan dingin meski dibiarkan terbuka. Panasnya kira-kira 6-80 derajat. Hampir sama dengan air panas yang ada di Lebak.  Hanya saja besok pagi kami langsung menuju Bandung Barat tanpa sempat menikmati kolam renang air panas yang berada di sini.










Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Pantai Santolo
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Labels: , , , ,

Monday, January 28, 2019

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 4: Pantai Santolo


Hari ketiga, 18 November 2018, pagi-pagi sekitar jam 6 pagi kami sudah berangkat dari Pantai Jayanti Cianjur menuju Pantai Santolo di Garut. Meskipun begitu, suasana sudah mulai ramai terutama di pasar pagi begitu keluar dari gerbang Pantai Jayanti. Kami menyempatkan diri membeli makanan kecil buat bekal sarapan di jalan.
Kondisi jalanan sangat sepi, jarang sekali terlihat kendaraan lalu lalang. Kondisi jalan yang beraspal mulus ditambah lagi jalnnya lebar-lebar. Menyusuri  jalan sepanjang Pantai Selatan terlihat pemandangan berupa hutan, sawah, sedikit rumah, dan yang pasti laut lepas. Dan sepanjang jalan kami menemukan banyak jembatan dengan sungai-sungai yang bermuara ke laut Selatan.
Suasana pagi
Suasana pagi
Kondisi jalan menuju Pantai Santolo
Kondisi jalan menuju Pantai Santolo
Perjalanan yang kami tempuh sekitar 1 jam. Sebelum mencapai Pantai Santolo, kami melewatkan Puncak Guha yang juga terkenal dengan view nya. Meskipun sampai Pantai Santolo sekitar jam 7-an pagi, sudah banyak sekali terlihat pengunjung di pantai ini. Kami mendapatkan lokasi parkir yang terlihat padat, lokasi parkir ini juga dipakai oleh pengunjung yang bermalam di sini.
Area ini ramai oleh penjual mulai dari pakaian, cendera mata ataupun hasil laut seperti cumi, ikan, lobster, udang, baik yang masih basah ataupun yang sudah dikeringkan.
Aneka hasil laut yang dijual
Untuk menikmati pantai ini ada dua lokasi, pantai yang tidak jauh dari lokasi parkir atau ke pulau kecil yang merupakan pulau cagar alam. Buat yang bermain di pantai, cukup berjalan kaki sekitar 50m dan kita akan menemukan Pantai dengan ombak yang tidak terlalu besar yang berada di teluk dengan garis pantai yang sangat panjang. Di sini pengunjung bisa berenang dan bermain pasir, hanya saja tetap waspada karena bisa saja ombak besar datang.
Pantai Santolo
Untuk ke pulau kecil yang terlihat cuman berjarak sekitar 50m, kita harus menyeberang menggunakan perahu dengan ongkos Rp. 7.000/orang PP. Di sini kami merasa tertipu, ditawarkan oleh pemilik perahu untuk berkeliling pulau dengan tarip Rp. 30.000/orang (Rp. 90.000 bertiga) yang ternyata kami hanya di bawa ke balik ombak dan rasanya tidak cukup 10 menit kemudian balik (diantar ke tujuan semula yaitu pulau cagar alam). Meskipun kesal dan mengomel (dan sepertinya mereka sudah cuek...!!!) kami turun ke pulau dan untungnya pulau ini sangat indah!!!.
Naik perahu ke pulau cagar alam
Keliling yang sangat singat !
Oh iya, meskipun namanya pulau cagar alam, tapi disini dipenuhi oleh warung-warung dan penginapan!!!. Seharusnya seperti Pulau Panjang yang ada di Jepara yang benar-benar difungsikan sebagai cagar alam.
Yang menarik di ulau ini adalah, pantai-pantainya berupa karang-karang yang dilapisi oleh rumput laut dan lumut-lumut hijau. Ungkin karena pasang, kita bisa dapat menikmati langsung rumput ini yang terangkat ke permukaan. Air laut memecah jauh di tengah dan dikejauhan terlihat kapal-kapal nelayan yang sedang menangkap ikan.
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Pantai yang unik dengan kolam-kolam alami
Karang-karang membentuk pola-pola yang tebentuk karena arus air laut, terlihat kolam-kolam alami dengan air nya yang sangat jernih dihiasi makluk-makluk laut yang terjebak di dalamnya. Sangat cocok buat anak-anak dan orang dewasa untuk berendam dan merenang di kolam natural ini. Kolam-kolam ini juga terlihat di Pantai Wedi Ombo, Jogjakarta.
Berjalan mendekati pantai di arah berlawanan, terlihat ombak yang sangat besar karena menghadap langsung ke laut bebas. Ombak ini memecah ditengah dibatas karang-karang yang berlumut. Pecahan ombak ini melewati celah-celah batu karang dan membentuk deburan-deburan kecil. Dari sini terlihat bahwa bebatuan karang yang kita pijak terdapat rongga-rongga di bawahnya, jadi kita harus berhati-hati bermain di sini terutama yang membawa anak kecil. Juga di bulan-bulan tertentu ombak di sini sangat besar.
Karakteristik karang di pulau cagar alam Pantai Santolo
Karang berlumut yang eksotis
Karang berlumut yang eksotis
The last air blender...
Puas menikmati suasana pantai yang sangat unik ini, kami menikmati makan pagi yang sekaligus menjadi makan siang disalah satu warung di pulau ini. Terlihat kamar-kamar yang di sewakan bagi pengunjung yang mau menikmati pulau ini lebih banyak dan juga menikmati sunset dan sunrise.
Untuk kembali ke parkiran, cukup berdiri di pantai dan nanti akan dijemput lagi oleh perahu yang semula membawa kita ke pulau ini. Jadi buat kalian yang melakukan perjalanan lintas selatan Cianjur-Garut jangan melewatkan spot wisata ini.










Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut 
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Labels: , , , , ,