Sunday, August 11, 2019

Jelajah Lombok Bagian 10: Pantai Elak-Elak dan Sunset @Pelabuhan Lembar

Pantai Elak-Elak
Dari Buwun Mas Hills kami menuju Lembar melewati jalur pantai-pantai sepanjang Sekotong. Jadi rutenya balik lagi ke arah pertigaan.  Jalan Sepi-Sekotong ambil kanan. Jalur ini kami pilih karena pemandangannya sangat bagus dengan perbukitan dan pantai-pantai sepi dan perawan. 
View pantai-pantai di Sekotong
View pantai-pantai di Sekotong
Banyak spot-spot yang memaksa kami harus turun untuk menikmati keindahan pantai-pantai dan teluk-teluk yang belum terekploitasi ataupun yang masih sangat sepi. Hanya dengan memarkir kendaraan di pinggir jalan dan mengambil beberapa foto, dan tidak usah kuatir parkir karena jalanan di jalur ini sangat sepi.

Dalam perjalanan ke Lembar kami mampir di Pantai Elak-Elak salah satu pantai yang ada di Sekotong. Berada di pinggir jalan sehingga pantai ini lumayan ramai oleh pengunjung yang umumnya wisatawan lokal/domestik. Memasuki area parkiran dikenakan tarif parkir Rp. 10.000 (tidak resimi sepertinya) sementara pengunjung tidak ditarik bayaran. Dan mobil parkir ke dekat pantai yang berada paling ujung. 
Pantai Elak-Elak
Pantai ini berair dangkal dan berombak kecil malah cenderung tenang. Terdapat beberapa pulau kecil yang tidak jauh dari pantai. Saking dangkalnya, kita bisa melihat pengunjung yang memancing jauh ke tengah. Dan dari sini kita juga bisa melihat kapal-kapal dari dan ke Bali. Meskipun pantainya berpasir putih dan berombak tenang namun lumayan banyak sampah di sini karena kurangnya pengelolaan dan kesadaran pengunjung buat menjaga kebersihan.
Pantai ElakElak yang ramai dengan wisatwan lokal
Pantai ElakElak yang ramai dengan wisatwan lokal
Sunset di Pelabuhan Lembar
Dari Pantai Elak-Elak ke Pelabuhan Lembar berjarak sekitar 30km, sebenarnya dekat namun jalurnya memutar menyisiri pantai. Perjalanan tidak terasa jauh karena melewati pantai-pantai berombak tenang. Di sepanjang pantai-pantai Sekotong ini kita sudah bisa menemukan banyak penginapan dan tempat makan.

Jalur panjang ini mengingatkan saya dengan jalan di sepanjang Pantai Trikora-Bintan, buat yang mau berenang atau bermain air cukup berhenti dipinggi jalan dan pantainya sudah bisa dinikmati.

Sampai di jalan masuk pelabuhan, kami berhenti di sebuah warung yang banyak berjejer di sepanjang pantai. Lokasi ini menjadi favorit warga untuk menyaksikan sunset sambil istirahat dan menikmati makanan dan minuman ringan sambil menikmati hilir mudik kapal besar dan kecil memasuki Pelabuhan Lembar. Juga di kejauhan terlihat deretan pegunungan. Dan dari kejauhan terlihat Gunung Rinjani yang saat itu sebagian besar tertutup awan.
Sunset di Pelabuhan Lembar
Sunset di Pelabuhan Lembar
Matahari lambat laun turun ke peraduannya, meninggalkan cahaya semburan merah, tenggelam namun pasti akan kembali. Dan kamipun juga berjanji, suatu saat akan kembali lagi ke Lombok. Insya Allah....
Sunset di Pelabuhan Lembar
Makan malam hari ini adalah yang istimewa, malam terakhir kami di Lombok. Mudah-mudahan nanti bisa bertemu lagi dengan Santi dan Kevin.

The Last dinner in Lombok

The Last dinner in Lombok

Labels: , , , , , ,

Saturday, August 3, 2019

Jelajah Lombok Bagian 7: Goa Sumur/Bat Cave, Selong Selo Resort dan Bukit Batu Idung

Gua Sumur/Bat Cave Seperti yang saya tulis sebelumnya, karena datang kepagian dan tidak ada cahaya matahari masuk jadi kami kembali lagi ke Gua Sumur setelah mengunjungi Pantai Mawi dan Pantai Semeti. Dari Pantai Semeti kembali lagi ke arah Pantai Kuta mengikuti jalur lingkar pulau. Sampai  di parkiran kemudian jalan sebentar menuju rumah penjaga  gua yang tepat berada di sebelah kanan mulut gua.
Jalan raya Kuta-Selong Belanak
Jalan masuk mobil ke arah lokasi gua

Di rumah jaga tertulis tiket masuk ke gua Rp. 50.000, saya kurang tahu apakah ini tiket masuk untuk wisatawan lokal atau asing karena kebetulan yang jaga ini adalah temannya Santi. Jadi intinya saya dan Revan tidak bayar, apakah gratis atau dibayarin sama Santi hahahha.
Jalan masuk dari parkiran
Sudah ada guide yang menunggu kami dan mengantar ke gua. Harap di catat bahwa gua di sini bukan seperti gua yang pintunya berada di sisi bukit namun berada di atas tanah, jadi mirip mulut sumur makanya nama gua ini adalah Gua Sumur. Untuk turun ke dasar gua, kami melewati tangga yang dibuat dari kayu yang dirangkai sedemikian rupa. Lumayan deg-degan dan untungnya tidak terlalu tinggi hanya sekitar 5-6m. di bawah sudah ada beberapa pengunjung lain namun tidak beberapa lama kami di bawah mereka selesai kemudian hanya tinggal kami berempat.
Menuruni tangga gua
Di bawah kami berada di ruang melingkar dengan diameter sekitar 20m dan terdapat lorong gua yang gelap dan bukan trek untuk pengunjung. Tujuan utama pengunjung datang ke sini adalah menikmati fenomena ‘Ray of Light (ROL)’ yaitu bias cahaya matahari yang melewati area gelap melalui celah dan membentuk garis. Dan titik jatuh matahari berada di mulut gua dan satu lagi lobang yang cukup besar. Dan ROL ini muncul tergantung posisi matahari dan bisa berubah. Untuk hari ini ROL muncul antara jam 11.00-jam 15.00. hanya saja, untuk menguatkan bias ini bisa mengguakan asap (salah satu trik fotografi). Dan guide kami sudah siap dengan membakar ranting untuk menghasilkan asap.
View dari dalam gua
Setelah bias cahaya yang masuk terlihat kuat, kami bisa berfoto di dalam cahaya ini. Supaya lebih bagus, tingkat keterangan (brightness) di HP bisa di atur dengan menurunkannya sehingga latarnya bisa terlihat gelap. Titip favorit untuk mendapatkan ROL di goa ini adalah bukan dari mulut goa tempat kami turun tapi adalah lobang yang berada tepat di tengah goa yang berdiameter sekitar 2m.  Selain itu juga terdapat ROL di sekitar tangga turun. Di sini juga di sediakan properti berupa payung yang bisa dipakai oleh pengunjung untuk berfoto.
Ray of Light @Gua Sumur
Ray of Light @Gua Sumur
Ray of Light @Gua Sumur
Oh iya, selama di goa kami tidak menemukan kelelawar meskipun ada tercium bau belerang (kotoran kelelawar), mungkin kelelawar ini sudah tidak ada karena semakin ramainya area ini atau juga juga berada di lorong goa yang gelap.


Lewat tengah hari kami naik dan ngobrol sebentar di saung, mengobrol sambil menikmati garis pantai nun jauh di depan. Juga terlihat perbukitan yang mulai habis di tambang, berharap semoga goa ini tetap seperti ini dan tidak tinggal sejarah.
View dari saung
Selong Selo Resort
Tujuan utama kami ke Selong Selo adalah menikmati makan siang dan kebetulan adalah tempat Santi bekerja. Resort ini adalah resort eksklusif dengan villa-villa yang berada di perbukitan yang menghadap ke Pantai Selong Belanak. Juga ada kolam outdoor yang menghadap ke pantai. Dengan pemandangan yang di tawarkan, gak salah banyak artis-artis yang berlibur ke Lombok menginap di sini.
View dari Selong Selo Resort
Kolam renang outdoor
Dan sembari menunggu makanan siap dihidangkan, tidak ada salahnya berfoto di spot-spot sekitar restoran berupa taman dan kolam renang yang tentu saja view nya menghadap ke Pantai Selong Belanak. Setelah hidangan datang dengan menu tradisional (sesuai pesanan) kami menikmati makan siang. Setelah itu istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Batu Idung untuk menikmati matahari terbenam. Begitu membayar bill, yeayyy lumayan dapat diskon 50% hehehe.....
Salah satu fasilitas di Selong Selo Resort
Bukit Batu Idung
Batu Idung atau Bukit Batu Idung ini berada di perbatasan daerah Lembar dan Gerung-Lombok Barat. Lembar dikenal sebagai pelabuhan penyeberangan ke Bali atau kota-kota di NTB-NTT. Jadi tidak terlalu sulit sebenarnya untuk menuju lokasi ini, cukup arahkan kendaraan ke Pelabuhan Lembar, kira-kira 8km nanti ada pertigaan memasuki jalan desa dan nantinya akan ada pertigaan lagi ke arah kanan dan sampai di sini kondisi jalan sudah mendaki. Jalannya lumayan kecil, berbelok-belok mendaki hingga sampai di sebuah gapura sederhana petunjuk ke Batu Idung. Dari jalan raya Pelabuhan Lembar ke sini bisa tanya-tanya ke penduduk lokal agar tidak nyasar.


Kira-kira 50 sampai di rumah penduduk kemudian parkir. Di sini tidak ada tiket masuk, hanya bayar tiket sekilasnya saja yang kami beyar setelah turun dari Batu Idung.
Lokasi parkir
Dari parkiran kemudian kami trekking melewati kebun masyrakat. Makin lama kondisi jalan semakin naik yang cukup menguras tenaga dan keringat. Jalannya berupa jalan tanah jadi bisa ditebak kalau musim hujan akan becek dan musim panas begini menjadi berdebu. Kira-kira 20 menit trekking akhirnya sampai ke puncak bukit.
Trekking ke puncak
Ternyata puncak bukitnya berbeda sekali dari yang saya bayangkan. Saya mengira hanya ada batu-batu dan pepohonan ternyata di sini sudah di kelola dengan bagus dan rapih.di sepanjang sisi tebing diberi pagar dan dibuat jalan setapak paving block. Juga ada taman dengan spot-spot selfie yang tentu saja gratis. Terdapat juga warung yang menjual aneka makanan dan minuman ringan yang harganya normal seperti warung-warung yang ada di bawah.


Di puncak bukit ini kita bisa melihat sekeliling, 360 derajat. Ke arah barat kita bisa melihat laut dan garis pantai sepanjang Sekotong, di bagian utara terlihat perbukitan dengan perkampungan penduduk, di arah sebaliknya terlihat bukit-bukit berlapis yang diselang-selingi oleh perkampungan penduduk. Karena posisinya ini, Batu Idung dijadikan spot untuk melihat matahari terbenam/sunset dan matahari terbit/sunrise.


Di sebelah kanan terdapat batu yang menonjol yang berwarna kecoklatan, dan jika dilihat dari bawah akan terlihat seperti hidung, makanya bukit ini diberi nama Bukit Batu Idung. Di batu ini pengunjung bisa berfoto-foto, tapi harus hati-hati karena tidak ada pagar pengaman dan langsung berhadapan dengan jurang.
Salah satu spot Batu Idung
Sambil menunggu matahari terbenam, kami memesan makanan dan minuman ringan.sementara itu ada beberapa pengunjung memasang tenda untuk berkemah. Hanya saja saya tidak melihat toilet di sini (saya tidak tahu apakah ada toilet di warung). Setelah menunggu akhirnya matahari terbenam menhasilkan semburat keemasan. Walaupun tidak sepurna karena banyak awan namun berada di tempat yang indah, semuanya akan terlihat indah. Sebelum  gelap kami kembali turun karena tidak ada penerangan disepanjang jalan.
Sunset di Batu Idung

Sebelum penginapan kami mampir ke sebuah rumah makan yang menjual Sate Rembiga, salah satu makanan khas Lombok. Sate ini mirip dengan Sate Maranggi khas Purwakarta dengan menggunakan daging sapi dan bumbu yang manis pedes. Dan kebetulan tempat yang kami datangi sangat terkenal sehingga pengunjungnya sangat ramai. Ya begitulah Lombok, dengan pemandangan yang indah dan makanan yang enak...!!!
Sate Rembiga yang mirip Sate Maranggi

Labels: , , , , , , , , , , , , , ,