Wednesday, May 1, 2019

Jelajah Jawa Tengah Bagian 3: Curug Sirawe

Curug Sirawe
Untuk lokasi tepatnya dimana curug ini berada, kami menanyakannya kepada penjaga loket Kawah Sileri. Dari Kawah Sileri kami mengambil jalur kanan menuju Kampung Bitingan yang berjarak sekitar 2.5km. dari kawah, kami mengambil arah kanan, dengan kondisi jalan sedikit menanjak dan beraspal tapi agak kecil. Menuju Kampung Bitingan hingga aspal terakhir (sebenarnya ada jalan lain beraspal tapi terjal dan kami baru tahu pas pulang).
Jalan menuju Curug Sirawe dari Kawah Sileri
Selanjutnya beberapa ratus meter hingga sampai parkiran, jalannya sangat rusak. Karena sangat riskan, semua penumpang turun  dan melanjutkan dengan jalan kaki. Di sebelah kiri terlihat sedang ada pembangunan area wisata, sepertinya tempat pemandian air panas.
Jalan Kampung Bitingan
Suasana kampung yang berkabut
Di pertigaan sebelum parkiran terdapat jalan menuju Batang tapi sangat jarang dilewati karena jalannya jelek dan berada di pinggir bebukitan. Sampai di lokasi parkiran, di depan rumah warga dan bertemu bapak-bapak yang memberi info tentang curug ini. Di lokasi ini terdapat 4 curug, 3 curug berada di atas yang 2 diantaranya adalah air panas sementara dari 3 curug tersebut membentuk satu aliran yang selanjutnya membentuk curug tingkat 2.

Setelah sedikit berbincang-bincang, kami melanjutkan perjalanan ke Curug Sirawe ditemani guide kecil kami namanya Sabi, anaknya si bapak yang tadi menyambut kami. Berjalan melewati jalan yang pas buat 1 mobil, terlihat ada tempat pemandian air panas yang bayar masuknya cuman Rp. 3.000). melewati gerbang Curug Sirawe, selanjutnya kami menyusuri jalan setapak.
Gerbang menuju Curug Sirawe
Trekking menuju curug
Jalan setapak berupa cor-coran ini melewati kebun-kebun sayur seperti kentang yang menjadi primadona Dieng, kol, daun bawang dll. Yang menarik adalah buah carica yang banyak tersebar di Dieng, juga di sini, yaitu buah pepaya yang hanya ada di Dieng yang ukurannya sangat kecil, sekitaran genggaman anak bayi, daun nya lebih lebar dan terlihat kasar, konon rasanya hambar (belum pernah nyoba sih hehehe), makanya buah ini dibuat sebagai manisan yang menjadi salah satu oleh-oleh andalan Dieng. Dan konon lagi, jika carica ini ditanam di luar dieng maka akan menjadi seperti pepaya biasa.... hmmmm menarik ya?
Buah Carica
Setelah menyusuri jalan landai kemudian jalan menurun meewati tangga-tangga yang dikiri kanannya semak-semak. Setelah berjalan kira-kira 15 menit dari parkiran sampailah kami di area yang rata yang berada di pinggir lembah. Di bibir lembah terdapat saung namun tidak ada yang berjualan di sini. Dari spot ini kita sudah bisa melihat 3 Curug Sirawe yang jatuh langsung ke lembah yang sudah menjadi bagian dari kecamatan Batang. Terdapat 3 curug yang jatuh dari tebing dan 2 diantaranya adalah air panas yang mengalir dari Pegunungan Dieng.
Curug Sirawe tingkat 1
Curug Sirawe tingkat 1
Untuk turun ke bawah, kami harus menuruni jalan setapak melewati spot selfie dari kayu yang sudah terlihat rapuh dan tidak terpakai. Menuruni jalan setapak berupa tangga-tangga dari cor-coran dan banyak tertutup semak-semak. Kemudian dilanjutkan dengan jalan tanah hingga akhirnya sampai di aliran sungai. Dari kanan mengalir air sungai yang berasal dari curug pertama yang dingin. Kemudian melintasi sungai melewai jembatan kayu hingga sampailah di depan curug yang berair panas.
Berfoto di salah satu curug
Curug Sirawe (sebut saja nomor 2) ini berair panas, dan begitu sampai di bawah terlihat uap panas menutupi area lembah sekitar curug ini. Tidak perlu berada di bawah curug, cukup berdiri di sekitar curug berjarak 5 meter kita sudah bisa merasakan mandi di shower air panas.Karena airnya air panas dan yang tidak langsung dari sumbernya dan sudah jalan panjang jadi airnya tidak terlalu jernih.
Curug Sirawe yang berair panas
Curug Sirawe yang berair panas
Selanjutnya menuju Curug Sirawe bagian bawah, kita sebut saja Curug no. 4. Curug ini mempunyai aliran air yang merupakan gabungan dari 3 curug di atasnya. Untuk menuju curug ini kita harus kembali lagi ke saung atas. Ke curug ini cuman saya dan Revan serta ditemani guide kami, Sabi.

Trek untuk ke curug bagian bawah ini cukup tersembunyi. Untung saja kami ditemani oleh guide. Dari saung kami mengambil jalan setapak yang ada di sebelah kiri. Jalannya lumayan tertutup oleh semak-semak. Awalnya terlihat biasa saja tapi lama-lama jalannya mulai terjal dibanding curug bagian atas. Kemudian memasuki hutan dengan pohon-pohon besar yang membuat kondisi agak temaram.

Setelah melewati jalanan terjal dan hutan, kemudian kami sampai di daerah yang cukup terbuka, terlihat jalan  setapak yang berada di sisi tebing dan lembah di sisi lainnya. Di ujung tebing terlihat Curug Sirawe yang kami tuju, curug yang membuat kagum. Dengan ketinggian hampir 100m dengan debit yang besar membuat kagum.

Trek untuk ke bawah sangat terjal, melewati jalan setapak yang tertutup tanaman merambat yang basah terkena tampias curug. Karena trek inilah makanya curug ini sepi pengunjung, biasanya hanya sampai ke 3 curug bagian atas. Untuk mendekati curug, Revan dan guide turun ke bawah sementara saya di atas mengambil foto karena tidak bisa membawa kamera ke bawah. Sementara Revan di bawah, saya mengambil beberapa foto dari atas. Hanya sekitar 10 menit kemudian Revan naik kembali dan kamipun kembali ke tempat berkumpul untuk guide kami memberi tips Rp. 50.000. Sehabis makan siang di warung kecil damping pemandian/kolam air panas kemudian kami melanjutkan perjalananan berikutnya, yaitu ke Kawah Sikidang, salah satu ikonnya pariwisata Dieng.
Curug Sirawe tingkat 2
Curug Sirawe tingkat 2
Curug Sirawe tingkat 2
Info:
Nama    : Curug Sirawe
Lokasi   : Kampung/Dukuh Bitingan, Desa Kepakisan
                Dieng Banjarnegara-Jawa Tengah
Biaya:   : free, guide sewajarnya


Labels: , , , , , , ,

Sunday, April 28, 2019

Jelajah Jawa Tengah Bagian 2: Candi Dwarawati dan Kawah Sileri

Sekitar jam 10 pagi, dari Curug Cibelik kami melanjutkan perjalanan ke Dieng yang diperkirakan memakan waktu sekitar 1.5 jam. Melewati perkebunan teh, kemudian memasuki area hutan-hutan dengan jalan yang masih beraspal bagus. Selanjutnya melewati jalan yang lumayan jelek, berbatu-batu dan lobang. Namun mengingat jalur Batang ini adalah jalur terdekat dari Jaakarta ke Dieng. Meskipun jalannya jelek tapi pemandangan sangatlah bagus. View pegunungan dan kebun-kebun sayuran serta perkampungan yang tersebar di gunung-gunung di sepanjang jalan sangatlah memanjakan mata.

Jalur dari Batang ini berakhir di pertigaan jalan utama Dieng. Sebagai catatan, Dieng ini bukan merupakan nama sebuah kecamatan atau kota, ini adalah sebutan untuk dataran tinggi sepert di Puncak-Bogor. Sebagian besar Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) masuk wilayah Banjarnegara dan sebagian kecil masuk wilayah Wonosobo.

Hal pertama yang kami lakukan di Dieng tentu saja mencari penginapan. Setelah tanya dan telpon sana sini akhirnya dapat penginapan ala jejepangan dekat Mesjid di pinggir jalan. Homestaynya lumayan luas dan terdapat 3 tempat tidur yang digelar sehingga dapat menampung kami berlima. Sewanya Rp. 300.000/malam. Setelah menaruh barang-barang, yang pria melanjutkan sholat Jum’at. Sayangnya habis Jum’at hujan turun hingga Subuh sehingga kami tidak bisa kemana-mana di hari pertama ini.
Jumatan di mesjid ini yang berada di pinggi jalan raya
Suasana Dieng
Sebagai catatan, sebagai salah satu wilayah yang terdingin di Indonesia, persiapkan pakaian dan perlengkapan seperti jas, kaos kaki, sarung tangan/kupluk bila perlu karena Dieng sangat dingin di malam hari hehehhe.
Hari kedua di Dieng. Pagi-pagi kami jalan-jalan sambil makan pagi. Nah di sepanjang jalan apalagi di landmark Dieng banyak sekali yang jual sarapan seperti sate, bubur ayam dan makanan tradisional lainnya. Banyak sekali turis yang jalan pagi sambil mencari sarapan pagi.
Cari sarapan di sekitar landmark Dieng
Cari sarapan di sekitar landmark Dieng
Cari sarapan di sekitar landmark Dieng
Selanjutnya mengunjungi daerah tujuan wisata, meskipun tidak akan terkunjungi dalam waktu 2 hari. Tujuan wisata yang terdekat adalah Candi Dwarawati.
Candi Dwarawati terdapat di lereng Gunung Prau. Untuk menuju jalan ini bisa mengikuti petunjuk arah yang ada di jalan utama. Memasuki jalan kecil yang berjarak sekitar 1-2km dari jalan utama kita harus parkir di lahan milik penduduk lokal karena candi ini tidak dikelola secara komersial. Jadi jangan harap di sini ada loket, penjual makanan/cenderamata, tempat istirahat ataupun toilet.

Dari parkir kemudian kita jalan kaki sekitar 100m, ke atas bukit yang tidak terllau tinggi. Hari itu adalah jadwal pembersihan candi, terlihat 2 orang petugas bersiap-siap akan membersihkan candi dengan menggunakan water jet beserta tangga. Komplek candi ini dikelilingi oleh pagar setinggi 1m. 

Meminta ijin masuk komplek candi kepada petugas, terlihat hanya kami pengunjung yang datang. Sepertinya candi ini tidak cukup menarik minat wisatawan. Berbeda dengan nama-nama candi di Dieng yang memakai nama tokoh Mahabratha, Dwarawati bukanlah nama tokoh tapi merupakan nama kota di sebuah kerajaan India karena bentuk candi ini mirip candi-candi yang ada di India.
Candi yang dibersihkan oleh petugas jaga
Candi Dwarawati berbentuk tunggal. Di kiri kanan terdapat reruntuhan candi. Di candi ini juga tidak terdapat arca yang umumnya kita temukan di candi-candi, konon arca-arca nya disimpan di Museum Kailasa (dekat komplek Candi Arjuna) untuk diselamatkan dari pencurian. Karena berada di ketinggian, pemandangan di sini sangat indah, melihat perkebunan sayuran/kentang dan perbukitan yang mengelilinginya. Tidak ada salahnya kalau kalian ke Dieng silahkan mampir ke candi ini.
Blue Team goes to Candi Dwarawati
Blue Team goes to Candi Dwarawati
Ada Apa Dengan Kamu..!
Dari candi kami kemudian mengarah ke Kawah Sileri. Meskipun sempat nyasar dan bertanya ke penduduk lokal akhirnya kami sampai di kolek wisata dimana di sini terdapat petunjuk arah ke komplek Candi Arjuna, Kawah Sikidang dan Kawah Sileri. Kebetulan petunjuk arah ke kawah Sileri searah dengan Curug Sirawe. Sementara ke Kawah Sikidang searah dengan Candi Arjuna.

Dari pertigaan ke kanan, pemandangannya berupa kebun-kebun sayur dan lokasi pembangkit-pembangkit listrik tenaga panas bumi. Maklum di sini banyak sekali sumber tenaga panas bumi. Jadi tidak heran kalau di sini banyak terdapat pipa-pipa penyalur panas bumi.

Akhirnya sampai di sebuah tempat pemandian air panas yang tempat parkirnya juga merupakan lokasi parkir ke Kawah Sileri. Setelah bayar tarif parkir Rp. 5.000 kami mendapatkan info bahwa Kawah Sileri di tutup. Karena tidak bisa mendekati area kawah akhirnya kami cuman bisa melihat kawah dengan mengggunakan drone. 

Dibandingkan dengan Kawah Sikidang, area kawah aktif Kawah Sileri lebih luas. Tidak tahu mengapa area ini ditutup untuk kunjungan mungkin karena alasan keselamatan. Yang jelas area ini pernah dibuka karena masih terlihat sisa-sisa saung atau tempat beristirahat pengunjung.


Dari parkiran yang di kelilingi oleh pagar kawat kami hanya bisa menyaksikan Kawah Sileri dari jauh. terlihat asap putih dari kawah. Nah walaupun namanya kawah, seperti juga Kawah Sikidang, Kawah Sileri juga tidak mengandung lava atau magma seperti yang ada di kawah gunung-gunung berapi umumnya. Seperti namanya Kawah Sileri berwarna putih (leri=air bekas cucian beras).


Untuk melihat lebih dekat, maka kami menggunakan drone. Dari drone kita bisa melihat penampakan kawah dari atas dan juga pemandangan yang ada di sekelilingnya. Meskipun ada kawah, di sekeliling nya terdapat ladang-ladang sayuran penduduk. Hanya saja, kita harus berhati-hati karena jika kadar sulfur dari asap kawah melebihi ambang batas yang boleh kita hisap, maka akan berakibat fatal.

Kawah Sileri dari atas

Kawah Sileri dari atas
Setelah mengambil beberapa foto, kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Curug Sirawe yang berada di Kampung Bitingan yang berjarak sekitar 2 km dari Kawah Sileri.

Baca juga link terkait:
- Curug Sirawe

Labels: , , , , , , ,