Saturday, June 29, 2019

Jelajah Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 8: Situ Cileunca

Trip kali ini melanjutkan trip jelajah Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Bandung Selatan yang saya lakukan tahun lalu. Kali ini trip dimulai 13-16 April 2019, tadinya mau lanjut sampai 21 tapi tanggal 17 adalah Pilpres jadinya tanggal 16 harus kembali untuk nyoblos.


Bersama Revan dan Ringgo, kami berangkat dari Bogor Sabtu, sekitar jam 5.15 pagi melewati tol Jagorawi-Cikampek dan macet parah mulai memasuki Cikampek hingga KM 45 karena masih berlangsungnya pembangunan Elevated Toll. Selepas Cikampek terus memasuki tol Purbaleunyi dan di lajut tol Soreang. Keluar Soreang kita mengarah ke Ciwidey. Di pertigaan jika lurus ke Ciwidey kita ambil ke kiri ke arah Pengalengan. Dari Soreang ini ke Pengalengan ini masih berjarak sekitar 30km atau 1 jam perjalanan.



Kondisi jalan memasuki wilayah dataran tinggi tentu saja berbelak-belok dan naik-turun. Hampir tengah hari kami mulai memasuki Pengalengan dan beristirahat sejenak buat makan siang di salah satu warung makan Sunda yang lumayan enak dan ramai di sisi kiri jalan. Melanjutkan perjalanan, nanti kita sampai di pertigaan dimana kekiri ke arah pemandian air panas, dan pembangkit litsrik tenaga panas bumi Wayang Windu serta yang lagi hits rumah tua tempat shooting film Pengabdi Setan. Nah kurang tertarik yang begitu, kami terus ke arah Situ Cileunca yang tidak berapa jauh lagi. Kebetulan juga jalur ini adalah jalur kami selanjutnya menuju Curug Cisewu dan Pantai Ranca Buaya di Garut nantinya. Sebelum sampai ke Situ kami mampir dulu mengisi perut sekaligus beristirahat di sebuah rumah makan Sunda yang terlihat ramai.

Menikmati makan pagi plus siang
Sampai di Situ Cileunca, hal pertama yang kami lakukan pastinya mencari penginapan. Ternyata agak susah mencari penginapan di sini. Biasanya penginapan-penginapan sudah di booking oleh wisatawan yang datang berkelompok-kelompok apalagi pas weekend begini. Umumnya wisatawan datang untuk ke sini ber-arung jeram. Melihat banyak sekali wisatawan yang hilir mudik menggunakan life vest sepertinya mereka sudah datang dari pagi-pagi sekali di sini. Setelah memutari situ sampai 2x akhirnya kami mendapatkan penginapan tepat berada di samping gerbang utama Situ Cileunca. Penginapan yang biasa dipakai untuk gathering sehingga kami bisa check-in setelah mereka bubar sekitar jam 2 lewat.



Info singkat, sebenarnya Situ Cileunca adalah danau buatan tepatnya adalah sebuah bendungan yang dibuat oleh seorang tuan tanah Belanda bernama Kuhlan. Dengan membendung Sungai Cileunca dan membabat hutan di desa Warnasari dan Pulosari, situ ini dibuat selama 7 tahun (1919-1926) dan uniknya pembuatannya menggunakan Halu, yanitu alat untuk penumbuk padi. Situ ini dibuat untuk memenuhi kecukupan air si tuan tanah yang mempunyai tanah seluas 1.400Ha di Pengalengan. Danau ini dikelilingi oleh Perkebunan Teh Malabar yang sekarang dikelola oleh PTPN VIII. Juga, situ ini airnya dimanfaatkan oleh Indonesia Power untuk PLTA yang airnya dialirkan melalui Sungai Palayangan yang juga dijadukan ajang ber-arum jeram. Situ ini mempunyai kedalaman 17m (terdalam).


Salah satu spot yang bagus di sini adalah adanya jembatan penghubung antara Desa Warnasari dan Desa Pulosari. Boleh dikata, jembatan ini juga membelah danau menjadi 2. Di pinggir danau di arah desa Warnasari terdapat dam yang bisa dipakai untuk motor atau sekedar berjalan kaki di pinggir danau. Di bawah dam ini merupakan tanah milik Indonesia Power jadi hanya terlihat satu dua rumah di sini dan area di depan dam jauh lebih rendah dibanding permukaan situ. Sore hari area dam/jembatan ini dijadikan ajang berkumpul anak-anak muda.
Jalan sore di Dam Pulo
Jembatan penghubung Desa Warnasari dan desa Pulosari
Selain berarung jeram, pengunjung juga bisa berkemah di depan danau, melewati gerbang utama. Kalau kalian ingin berkemah harap membawa peralatan lengkap untuk mengusi hawa dingin, untuk makanan tidak usah kuatir karena di sepanjang jalan banyak yang berjualan. Bangun pagi-pagi kita bisa menyaksikan sunrise dari pinggir danau. Untuk masuk ke area wisata kita dikenakan tiket Rp. 5.000/orang, kalau pagi-pagi bisa gratis karena belum ada yang jaga loket. Pagi hari kita bisa menyaksikan kabut tipis dipermukaan danau. Beberapa perahu tua di tengah danau yang dibiarkan hancur bisa menjadi keunikan tersendiri ketika mengambil foto.
Berfoto di Situ di kala sunrise
Berfoto di Situ di kala sunrise
Habis sarapan pagi kami langsung check-out, melanjutkan perjalanan ke arah Garut. Melewati jalur Pengalengan-Garut agak mirip dengan jalur Ciwidey-Cianjur Selatan. Kita akan melewati perkebunan teh yang sangat cantik namun sangat sepi.  Kami berhenti sebentar di salah satu spot untuk menikmati keindahan perkebunan teh di sini. Dari atas terlihat perkebunan teh seluas mata memandang dengan latar perbukitan berlapis-lapis, sangat menyegarkan mata. Selanjutnya kami menuju Pantai Ranca Buaya via Talegong-Cisewu. Hanya saja kita harus berhati-hati terutama ketika musim hujan karena di jalur ini sering terjadi longsor.




Labels: , , , , , , ,

Tuesday, February 26, 2019

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 7: Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas


Dari Situ Patenggang kami melanjutkan perjalanan ke Kawah Putih yang berjarak sekitar 5km. Jalan masuk ke Kawah Putih berhadapan langsung dengan Kampung Cai Ranca Upas. Dari jalan raya ke parkiran/loket tidak begitu jauh. Ada dua pilihan, parkir kendaraan kemudian dilanjutkan dengan naik ontang-anting (angkot yang sudah dimodifikasi) atau membawa kendaraan langsung ke parkiran Kawah Putih dengan membayar ongkos parkir yang sangat tinggi (di atas Rp. 100.000). Harga tiket masuk Rp. 20.000/orang. Jika memarkirkan kendaraan di loket ini kita hanya bayar Rp. 6.000 untuk mobil dan Rp. 5.000 untuk motor atau yang bawa bis Rp. 25.000 (19 Desember 2018). Untuk karcis masuk kami membayar Rp. 20.000 (turis asing Rp. 75.000). Melanjutkan perjalanan dengan ontang-anting ongkosnya Rp. 15.000 pulang-pergi (PP).
Daftar harga tiket masuk dan parkiran
Untuk berangkat kami harus menunggu ontang-anting terisi penuh, tapi gak perlu menunggu lama karena cepat terisi. Dari loket ke Kawah Putih berjarak kurang lebih 3km menempuh jalan mendaki yang lumayan terjal. Kawasan ini adalah kawasan hutan lindung yang berada di Gunung Patuha jadi sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan hutan tropis.
Naik ontang-anting
Sampai di halte Kawah Putih, terlihat ramai sekali dengan pengunjung serta penjual aneka barang, makanan dan minuman namun yang kami harus beli adalah masker, ya masker! Karena kita akan berhadapan dengan lingkungan yang mengandung asap sulfur.
Tangga turun menuju kawah
Selanjutnya kami menuju kawah melewati tangga yang dipisah menjadi 2 jalur, untuk pengunjung naik dan turun. Dari sini kita sudah bisa menikmati keindahan Kawah Putih. Mendekati bibir Kawah Putih terlihat air kawah yang berwarna putih kebiruan, di selimuti oleh asap tipis belerang. Dipinggir kawah terdapat endapan sulur (belerang) yang kalau kita amati dengan teliti berwarna kekuningan. Berfoto dengan latar belakang kawah yang menyerupai danau ini serasa berada di dunia lain....
Tebing bukit yang berada di sisi seberang kawah terlihat bebatuan berwarna kecoklatan seperti bebatuan yang ada di puncak gunung berapi. Kontras dengan kawah yang berwarna putih. Sudah dapat ditebak bahwa kawah ini terjadi kaena letusan gunung Patuha mungkin ribuan atau jutaan tahun lalu (sok tau ya hahahahha).
Revan @  Kawah Putih

View Kawah Putih
Di sekitar kawah terdapat batas antara area hijau berupa pepohonan dan kawah, sementara di antaranya terdapat deretan pohon mati yang keras dan menghitam seperti fosil. Area ini bisa di jadikan spot foto yang menarik.
Hutan mati sekitar Kawah Putih
Hutan mati sekitar Kawah Putih
Di sisi kanan terdapat spot foto yang dibuat seperti selasar/dermaga yang menjorok ke tengah danau. Kalian bisa berfoto di area ini. Nah buat manula ataupun buat yang mau mengambil foto dari atas, terdapat spot di bukit, kalau dari parkiran berada d sebelah kanan. Jadi untuk manula tidak perlu menuruni tangga.
Salah satu sudut Kawah Putih
Karena hujan, kami buru-buru meninggalkan lokasi dan kembali ke parkiran menggunakan ontang-anting yang setia menunggu penumpang. Sepanjang jalan turun kami menempuh jalan yang berkabut. Ngeri-ngeri sedap........
Jalur pulang yang berkabut
Sambil menunggu hujan reda kami Ishoma sebelum ke perkemahan. Dan harap diingat, makanan di sini harganya lebih tinggi dibanding harga normal dan harganya tertulis di menu.
Keluar dari gerbang Kawah Putih, kami langsung memasuki Kampung Cai Ranca Upas. Berjarak sekitar beberapa ratus meter langsung bertemu loket pembayaran, untuk satu malam kita harus bayar sekitar Rp. 20.000.
Setelah mencari-cari lokasi berkemah, yang terlihat sangat ramai sekali, kami memutuskan berkemah area parkiran dekat mushola. Memeilih lokasi dengan beberapa pohon pinus yang berdekatan sehingga gampang untuk memasang hammock dan berada di samping kendaraan hahahaha.
Ternyata pilihan lokasi kami salah harusnya jauh lagi ke ujung bumi perkemahan karena di sini ternyata sangat ribut karena berdekatan dengan perkemahan pramuka yang jumlahnya ratusan orang. Oh iya harap di catat, (selama ada penjaga) toilet disini berbayar sama kayak di Mandalawangi, jadi siap-siap aja sediakan uang recehan karena pasti akan ke toilet berkali-kali.
Bangun pagi setelah sarapan kami bermain di penangkaran rusa. Tidak ada tiket masuk untuk ke penangkaran ini, hanya saja, untuk memberi makan rusa kita cukup membeli sayur kangkung Rp. 3.000 per ikat. Bukan hanya rusa, pemandangan di sini sangat eksotik, dengan view pegungan dan kabut tipis seiring munculnya matahari cahaya matahai yang bersinar lembut. Inilah yang menjadi daya tarik Ranca Upas selain pekemahannya.
Pagi di Ranca Upas
Pagi di Ranca Upas
Harap hati-hati ketika memberi makan rusa-rusa yang sangat jinak ini karena ada satu dua yang nakal/agresif. Begitu melihat makanan mereka akan mengikuti kita sampai makanan habis. Ada juga rusa jantan yang suka menanduk ketika gak diberi makan, dan tandukannya lumayan sakit.

Memberi makan rusa
Memberi makan rusa
Memberi makan rusa
Setelah atraksi makan rusa selesai karena cepat juga menghabiskan makanan hahahha.... kembali ke tenda, hammockan dan leyeh-leyeh. Makin siang pengunjung makin banyak dan tenda kamipun sudah dikelilingi mobil karena memang kami pasang tenda di parkiran hahahha. Sekitar jam 10 kami balik ke Bogor via Soreang-Purbalenyi-Cikampek-Jagorawi.











Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut  
- Pantai Santolo
- Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti 
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Labels: , , , ,

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 6: Situ Patenggang

20 Nopember 2018. Hari terakhir trip Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan.
Pagi-pagi kami sudah berangkat meninggalkan Cipanas Garut. Belum terlihat banyak kegiatan pagi itu, sepertinya masih pada bermalas-malasan di tempat tidur masing-masing. Cuaca terlihat cerah, langit biru, perbukitan dan gunung terlihat jelas.

Melewati lintas Nagrek kemudian lanjut tol Soreang. Keluar Soreang lanjut hingga ke Ciwidey. Tak dapat dipungkiri lagi, bagi wisatawan kalo mendengar nama Ciwidey pastilah identik dengan Kebun Teh. Di kawasan ini juga ada Situ Patenggang, Kawah Putih, Pemandian Air Panas, perkemahan dan penangkaran rusa di Kampung Cai Ranca Upas.



Perkebunan Teh Ciwidey dan Rancabali
Termasuk satu perkebunan teh yang paling bagus yang pernah saya jumpai. Dulunya Perkebunan Teh Rancabali yang pernah kami lewati beberapa hari lalu dulunya termasuk bagian dari Ciwidey. Tapi dengan adanya pemekaran wilayah, Rancabali menjadi kecamatan tersendiri. Tapi kebanyakan wisatan termasuk saya mix-up antara Ciwidey dan Rancabali. Oke, lupakan saja, kita anggap saja Ciwidey dan Rancabali suatu kesatuan hehehehe.
Untuk menikmati kebun teh ini cukup berhenti dipinggir jalan raya dan kita sudah bisa menikmati pemandangan yang indah dan bisa juga beristirahat.



Situ Patenggang
Melewati Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas hingga pertigaan ke Pagelaran dimana beberapa hari lalu kami lewati dari Curug Citambur, Situ Patenggang cuman berjarak sekitar 3-4km. Salah satu cara untuk menikmati Situ Patenggang adalah melewati Wana Wisata Glamping Situ Patenggang, sebuah wana wisata yang dikelola (swasta?) yang berada di salah satu sudut Situ Patenggang, di sini di sediakan restoran menyerupai Kapal Pinisi dipinggir danau, camping ground, spot selfie Teras Bintang, Rumah Kelinci etc.

Untuk masuk ke kawasan wisata ini terdapat 2 harga, yaitu harga per spot dan terusan. Harga spot ini berkisar dari 10.000-20.000 dan harga terusan Rp. 50.000. Kami bertiga membeli harga terusan. 
Daftar harga tiket masuk
Pinisi Resto dari jauh
Spot pertama yang kami kunjungi tentu saja Pinisi Resto yang boleh dikata menjadi Ikon Wisata Ciwidey/Rancabali selain perkebunan teh. Untuk masuk ke Pinisi ini, kita cukup memperlihatkan tiket yang tadi kita beli, karena tiketnya terusan yang berlaku untuk beberapa spot, maka tiket akan di potong sesuai lokasi-lokasi yang kita kunjungi.


Melewati jembatan gantung untuk sampai di Pinisi, jembatan yang juga menjadi spot selfi dengan view perbukitan yang berkabut dan Situ Patenggang. Sampai di resto, terlihat sudah penuh dengan pengunjung, baik yang berkunjung untuk bersantap siang maupun yang hanya berfoto-foto. Untuk menikmati makan siang di sini, pengunjung harus merogoh kocek lebih dalam dibanding makan di warung biasa dengan kualitas makanan yang sama, kalau boleh dibilang harganya sekitar 3xlipat.
Situ Patenggang yang sedang berkabut
Pengunjung yang berlimpah di Pinisi Resto
Setelah makan siang dan mengambil beberapa foto (ada spot dimana pengunjung harus antri) selanjutnya menuju Rumah Kelinci yang tidak jauh dari Pinisi Resto. Awalnya penasaran apa sih Rumah Kelinci, tenyata sebuah taman kecil yang diisi dengan kelinci lengkap dengan rumah/sarangnya. 
Rumah Kelinci
Tidak jauh dari Rumah kelinci ini ada Musholla, di sini pengunjung bisa sholat. Selain mushola juga tersedia toilet. Buat yang tidak mau makan di Pinisi Resto, juga tersedia warung-warung kecil yang ada di sekitar parkiran.
Selanjutnya kami menuju Teras Bintang. Lokasi ini berada di ketinggian sehingga kita bisa melihat perkebunan teh dan jalan-jalan yang meliuk seperti ular. Di sini disiapkan spot selfie dari kayu yang dibuat seperti bintang.   Harus sabar untuk mengambil foto karena harus antri dengan pengunjung lain.
Teras Bintang
Teras Bintang
Teras Bintang
View dari Teras Bintang
View dari Teras Bintang
Selanjutnya kami menuju Balkon Adventure Camp. Lokasi ini adalah perkemahan berupa tenda-tenda yang sudah siap pakai. Dengan fasilitas seperti hotel/penginapan, perkemahan ini juga biasa disebut dengan Glamping atau Glamour Camping. Pengunjung harus merogoh kocek minimal Rp. 500.000 per malam.
Balkon Adventure Camp
View dari Balkon Adventure Camp
Balkon Adventure Camp adalah spot terakhir yang kami kunjungi karena harus ke Kawah Putih. Buat kalian yang mau kesini, harus mempertimbangkan apakah membeli tiket terusan atau per spot. Saya rekomendasikan Pinisi Resto dan Teras Bintang (Rp. 40.000). tapi kalau berniat menghabiskan waktu seharian di sini, silahkan mengambil tiket terusan (Rp. 50.000).



Labels: , , , , , , , , , ,

Monday, January 28, 2019

Jelajah Cianjur Selatan,Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 3: Curug Tilu, Kebun Teh Rancabali dan Pantai Jayanti



Sekitar jam 9 pagi kami meninggalkan Wana Wisata Curug Citambur. Tujuan selanjutnya sebenarnya adalah Pantai Santolo di Garut. Karena takut kemalaman kami berencana menginap di Pantai Jayanti semalam dan besok paginya menuju Pantai Santolo. Dari gerbang Curug Citambur, kami mengambil jalur kiri ke arah Ciwidey.
Kami melewati kondisi jalan yang tidak terlalu bagus dan tidak begitu lebar melewati perkampungan dengan view perbukitan. Memasuki perbatasan Rancabali-Bandung Barat jalanannya sedikit bagus. Di tebing bukit sebelah kiri terlihat air terjun yang lumayan besar, tapi tidak dikelola dan menurut kabar, karena masih ada perdebatan mengenai hak pengelolaannya karena berada diperbatasan Cianjur dan Bandung.
Kondisi jalan ke arah Ciwidey
View sepanjang perjalanan
Tidak beberapa jauh dari curug yang kami lewatin tadi terlihat di kejauhan beberapa curug yang berdekatan. Awalnya kami tidak berniat mampir karena takut tidak ada akses. Melihat ada jalan kecil dan warung dipinggir jalan kamipun mampir dan menanyakan ke pemilik warung apakah bisa menuju curug yang ternyata namanya adalah Curug Tilu ini. Ternyata curug ini bisa diakses dan sudah dikelola.
View di parkiran Curug Tilu
Berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang landai. Tak terasa kami berada di atas bukit yang posisinya lebih tinggi dan terlihat pemandangan yang menakjubkan. Di kejauhan terlihat sawah-sawah dan perbukitan yang menghijau. Meskipun dari jauh terlihat curug ini tidak bisa diakses ternyata kami menemukan pemukiman yang tidka terlalu ramai. Menapaki jalan setapak diantar arumah penduduk sampailah kami di gerbang Curug Tilu.
Di loket yang juga sebuah warung kami bertemu bapak yang jaga. Terlihat bapak ini sangat senang kami datang dan tidak terlihat pengunjung lain selain kami bertiga. Di kejauhan terlihat tiga (tilu) curug yang mengalir di tebing bukit di antara rimbunnya pepohonan. Hanya saja karena musim kemarau, debit airnya tidak terlalu besar. Menurut si bapak, kalau musim hujan, debit air curug ini akan memenuhi kolam buatan yang ada di bawah.
Di bukit sebelah kiri terlihat saung yang terlihat baru dan area yang baru saja di bersihkan. Dari titik ini kita bisa melihat pemandangan berupa pegunungan dan juga curug yang tadi kami lewati. Benar-benar sangat indah, sayang lokasi ini sangat sepi.
Curug Tilu
Kemudian kami mendekati air terjun. Melewati pinggir kolam yang ditumbuhi aneka macam bunga kami sampai ke salah satu air terjun. Terlihat sebuah sepeda butut yang dijadikan spot selfie, dan kamipun berfoto meskipun diterpa tampias dari curug. Airnya sangat jernih dan segar.
Curug Tilu
Spot foto di Curug Tilu
Tidak bisa berlama-lama, kamipun pamit ke bapak yang jaga dan membayar lsedikit lebih dari yang di patok Rp. 5.000 per orang. Nah buat kalian yang kebetulan melewati jalur ini (Ciwidey-Pagelaran) tidak ada salahnya mampir dan bersantai di sini.
Dari Curug Tilu kami melanjutkan perjalanan dengan kondisi jalan dengan tikungan-tikungan tajam dan mendaki/menurun. Tidak beberapa jauh kami sampai di perkebunan teh Rancabali. Di sini kami berhenti sejenak menikmati pemandangan berupa hamparan perkebunan teh yang menghijau. Terlihat pola-pola dan alur-alur pohon teh yang sangat cantik. Di kejauhan juga terlihat kampung pemetik teh di tengah-tengah hijaunya teh.
Jalanan terlihat sangat sepi dan kondisi ini terlihat sama hingga kami mencapai pertigaan Situ Patenggang (kanan) dan ke Ciwidey/Ranca Upas/KawahPutih ke kiri. Mengambil jalur kanan melewati Situ Patenggang dan kembali memasuki perkebunan teh. Saking sepinya jalanan kamipun bisa berfoto-foto di tengah jalan hahahaha. Kami juga melewatin area berkabut denga jarak pandang sangat dekat karena saking pekatnya kabut. Samar-samar hanya terlihat perkebunan teh dan sesekali hutan-hutan.
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Perkebunan teh Rancabali
Suasana sepi dan kabut
Suasana sepi dan kabut
Suasana sepi dan kabut
Memasuki area Cianjur yang ditandai dengan gapura besar. Memasuki area perbukitan dan masih saja......... sangat sepi. Di sebuah warung makan kami mampir karena belum makan siang. Menikmati ikan goreng dan sambal dadakan, sambil menikmati banyak air terjun yang ada di tebing, sungguh suatu momen yang sangat langka. Air terjun-air terjun ini jatuh dari tebing dan menyelinap diantara pepohonan, dibawahnya terbentang sawah-sawah dan perkampungan yang tidak terlalu padat.
Menikmati makan siang dengan view perbukitan dan curug-curug
Menikmati makan siang dengan view perbukitan dan curug-curug
Melanjutkan perjalanan dengan rasa penasaran akan curug-curug yang barusan kami lihat, melewati jalan yang masih berkelok-kelok sampai lah kami di sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. Berhenti dipinggir jalan di pinggir sawah, kami mengambil foto sebuah curug yang terihat jelas dari jalan raya. Curug yang ada 2 undakan, undakan pertama ukurannya sangat tinggi dan undakan kedua terdapat beberapa curug yang merupakan aliran dari curug utama. Susah ditebak apakah ada akses menuju curug tersebut karena terlihat lembah dengan pepohonan yang cukup rapat.
Salah satu curug dari belasan curug yang terlihat disepanjang tebing
Melanjutkan perjalanan, sampailah kami di sebuah curug yang ada dipinggir jalan... ya dipinggir jalan. Di sini kita bisa berfoto/mobil dengan kendaraan hahahha. Banyak pengendara motor yang menyempatkan diri singgah sejenak baik sekedar beristirahat ataupun berfoto di curug.
Curug Naringgul
Kami sempat melewati titik longsor yang membuat kendaraan antri (sistim buka tutup). Dan terdapat banyak ttitik longsor yang kami lewati. Dan sangat disarankan untuk tidak melewati jalur ini dalam kondisi hujan karena titik-titik longsor ini berada di tebing/jurang yang dalam. Meskipun begitu, sepanjang jalan kami masih disuguhi dengan curug-curug yang berada di sepanjang tebing di kiri kanan jalan, yang kalau dihitung-hitung jumlahnya bisa belasan. Pemadangan indah yang sekaligus membuat penasaran. Pemandangan yang langka dan jarang ada.
Salah satu titik longsor
Sistem buka-tutup melewati titik longsor
Sampai di Cidaun sudah mulai sore, dan kondisi jalan sudah bagus. Jalanan mulus dan di cor juga ada yang beaspal mulus. Memasuki Pantai Jayanti sudah hampir magrib. Untunglah kami mendapatkan penginapan yang jaraknya tidak lebih dari 100m dari Pantai. Penginapan tua dan sangat sederhana dengan tarif Rp. 150.000/malam. Penginapan yang terkesan tidak terawat tapi buat kami sudah merasa beruntung.
Pantai Jayanti ini sangat ramai di sore hari, dipenuhi oleh wisatawan lokal tapi juga banyak dari grup-grup yang melakukan turing dengan motor. Biasanya pantai ini menjadi tempat persinggahan.  Terlihat kapal-kapal nelayan bersandar di teluk kecil yang dikelilingi pavar-pagar beton. Pagar-pagar yang juga digunakan oleh pengunjung untuk bersantai.
Spot di Pantai Jayanti
Pantai Jayanti in slow motion
Suasana sunset di Pantai Jayanti
Karena ombak di sini besar dengan arus kuat tipikal Pantai Selatan jadi disini pengunjug dilarang berenang persis seperti yang tertulis di papan peringatan. Terlihat pengunjung yang melakukan aktifitas memancing di atas batu-batu pemecah ombak yang agak menjorok ke laut. Menjadikan mereka siluet ketika matahari terbenam.
Kamipun melewatkkan senja yang indah di Pantai Jayanti.... menikmati sunset dan ikan bakar....
Makan malam dengan ikan bakar
Sunset di Pantai Jayanti
Sunset di Pantai Jayanti
Sunset di Pantai Jayanti
Baca juga link terkait:
- Curug Dengdeng-Naringgul
- Pantai Ranca Buaya dan Puncak Guha
- Curug Ciawitali dan Curug Rahong/Curug Cisewu
- Situ Cileunca
- Kawah Putih dan Kampung Cai Ranca Upas
- Situ Patenggang-Bandung Selatan
- Curug Sanghyang Taraje, Curug Utang dan Cipanas Garut 
- Pantai Santolo
- Curug Cikondang dan Curug Terekel-Cianjur Selatan 
- Curug Citambur-Cianjur Selatan

Labels: , , , , , , , , , ,