Monday, December 31, 2018

Eksplor Desa Puraseda 5: Curug Cisuren dan Curug Cisaat

Rencana awal yang hanya mengunjungi Curug Puraseda danCurug Tengah sekarang bertambah karena bertemu teman baru. Kali ini kami di ajak ke Curug Cisuren dan Curug Cisaat. Curug Cisuren masih ada di sekitaran Curug Puraseda (Kampung Cengal) sementara Curug Cisaat berada di Kampung Cisaat.

Trekking melewati jalan yang tadi kami lalui, mengikuti jalur sungai nanti kita akan bertemu pertigaan dimana ada aliran sungai kecil disebelah kiri atau sebelah kanan kalau dari parkiran. Menyeberang sungai kecil ini kemudian kita memasuki kebun masyarakat. Di kebun ini terlihat banyak pohon duren yang siap panen. 

Setelah melewati kebun sekitar 100m dikejauhan terlihat 2 curug yang berdampingan  Curug Cisuren. Di sebelah kanan curugnya lebih kecil dibanding yang sebelah kiri. Tapi kalau curah hujan sedang tinggi, debit air di kedua curug ini akan berlimpah. 

Curug ini lumayan tinggi, sekitar 20m dengan lebar sekitar 5m dan membentuk dua undakan. Untuk ke undakan pertama kita harus melewati tebing batu hingga sampai di bawah air terjun. Di undakan pertama ini kita bisa berbaris untuk berfoto bersama tapi harus hati-hati jangan sampai tergelincir. Di bawah tidak terdapat kolam sehingga kita tidak bisa berenang di sini hanya bermain air di bawah guyuran air terjun. 
Curug Cisuren
Curug Cisuren
Curug Cisuren
Setelah mengambil beberapa foto bergantian kami melanjutkan perjalanan, tujuan selanjutnya adalah Curug Cisaat.
Karena Curug Cisaat berbeda lokasi/arah dari 3 curug sebelumnya, kami hars balik lagi ke lokasi parkiran/start awal. Sebelum jembatan, kami berbagi kelompok, 4 orang ke parkiran mengambil motor dan sisanya memotong jalan melewati persawahan hingga mencapai jalan utama menuju Kampung Cisaat. Di sebuah warung/satu-satunya warung diarea ini, sebelum jembatan kami parkir motor dan beristirahat sambil ngemil. Oh iya, sebenarnya di warung ini kita bisa parkir untuk mencapai 4 curug ini sekaligus, jadi kita cuman bayar parkiran satu kali.
Warung tempat parkiran ke Curug Cisaat
Setelah mengganjal perut, kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung Cisaat. Ada 2 alternatif di sini, lewati jalur sungai ke hulu atau melewati jalan menanjak dan berbatu. Kami memilih berangkat melewati jalan biasa dan pulangnya melewati trek sungai.
Sekitar 50 meter dari warung setelah jembatan ada pertigaan, kanan ke Kampung Cisaat dan lurus ke Kampung Citugu. Maengambil jalur kanan, kami melewati jalan berbatu dan menanjak. Di jalur ini kita juga bisa melihat satu air terjun di bukit sebelah kanan yang belum di explore. 
Gapura Kampung Cisaat
Trek ke Curug Cisaat
Beberapa ratus meter berjalan, kemudian ada jalan setapak ke arah kanan kemudian menuruni bukit (buat yang belum tahu bisa bertanya ke penduduk lokal atau membawa guide). Menuruni bukit yang lumayan terjal dan licin karena lokasi ini belum dibenahi dan belum dikelola. Karena licin beberapa anggota harus ‘ngesot’ hahaha. Sekitar 100-200 meter ke bawah kita bisa menemukan Curug Cisaat.
Menuruni bukit
Curug ini realatif baru diekspos, jadi masih jarang pengunjung kesini. Terdapat 2 undakan. Untuk ke atas harus benar-benar hati-hati karena bebatuannya sangat licin. Mempunyai ketinggian sekitar 20 meter dan pada saat kami datang airnya masih berwarna hijau, bening dan dingin. Karena kami sudah berniat mandi di sini, kamipun berenang di kolam yang tidak begitu luas yang ada di bawah curug yang dalamnya sekitar 1 meter. Rasanya benar-benar menyegarkan sehingga kami lumayan lama di sini.
Berenang di kesegaran Curug Cisaat
Berenang di kesegaran Curug Cisaat
Berenang di kesegaran Curug Cisaat
Berenang di kesegaran Curug Cisaat
Berenang di kesegaran Curug Cisaat
Sekitar jam 13.30 kami harus turun karena mulai gerimis dan air mulai berubah keruh. Menyusuri sungai, kami melewati bebatuan besar dan mennyeberangi sungai yang harus membuat kami ekstra hati-hati. Terdapat juga satu curug kecil di tengah perjalanan. 
Jalur sungai via jalur sungai
Jalur sungai via jalur sungai
Curug kecil di trek sungai
Kembali ke parkiran
Sampai di warung dan berganti pakaian kemudian melanjutkan perjalanan pulang. Tidak lupa membayar uang parkir Rp. 5.000 walaupun tidak ada tarif khusus. Dan seperti perkiraan kami, di tengah perjalanan kami diguyur hujan lebat dan angin kencang. Dan istirahat sejenak menikmati makan siang yang telat adalah suatu kebahagiaan tersendiri.
Menikmati makan siang yang terlambat
 Link terkait:

Labels: , , , , , , , , , , ,

Friday, December 21, 2018

Eksplor Desa Puraseda 4: Curug Puraseda dan Curug Tengah

2x ke Desa Puraseda di Leuwiliang dan mengunjungi Curug Cikoneng hingga Curug Salawe, tadinya saya mengira sudah habis semua curug yang kami datangi di desa ini dan ternyata salah karena masih banyak curug di sini. Rencana awal kami hanya akan mengunjungi Curug Puraseda dan Curug Tengah tapi akhirnya bisa mendapatkan 5 curug dalam satu hari.
8 Desember 2018 bertujuh, saya, Revan (@ravanarei), Noey (@sitinoeynurhayati), erlan (@erlandfhilly), Ringgo (@karinggo11), Jay (@zay_aquilani) dan Eddy (@dykur90) berangkat ke lokasi. Bertemu di dekat lampu merah  Semplak jam 6.30 on time kami menggunakan 4 motor. Karena masih pagi, jalanan tidak terlalu padat, hanya sedikit merayap di Jalan Dramaga. Meskipun pagi jalanan tidak terlalu padat, yang sedikit menjadi masalah di jalur ke Leuwiliang ini adalah adanya truk-truk yang mengangkut sampah yang meninggalkan bau hingga berkilo-kilo meter.
Team squad: Eddy, Noey, Erlan, Ringgo, Zay dan Revan

Memasuki Karacak, jalanan tambah sepi, di sini kondisi jalan sudah agak jelek tak semulus jalan raya Leuwiliang. Melewati Curug Cilontar hingga Gunung Bubut kondisi jalan masih sama. Mulai dari Gunung Bubut kondisi jalan sudah mulai tambah jelek, makin banyak lobang-lobang. 

Buat kalian yang pernah ke Curug Cikoneng pasti gampang menemukan jalan kecil sebelum Kantor Kepala Desa Puraseda. Tapi kalau belum, silahkan ambil patokan batas wilayah Desa Karyasari dan Desa Puraseda karena di sebelah kanan ada jalan kecil yang pas untuk satu mobil. Menyusuri jalan ini, terlihat pemandangan desa yang sangat asri, dikelilingi oleh perbukitan, terlihat sawah membentang dan sungai yang mengalir dari Curug Cikoneng.

Karena belum pernah ke Curug Puraseda dan Curug Tengah, kami menanyakan alamt curug-curug ini ke petugas yang jaga di dekat pintu masuk Curug Cikoneng. Jadi untuk ke Curug Puraseda ini kita harus lurus begitu menemukan gang masuk ke Curug Cikoneng (artinya jangan masuk menuju Curug Cikoneng!). Orang sini bilangnya ke kampung Cibuntu. Nanti kalau lurus akan bertemu jembatan dan ambil arah kanan. Nah sebelum jembatan ini juga ada terlihat curug di bukit sebelah kanan, namanya Curug Cipanas cuman aksesnya belum dibuka.
Sampai di jembatan, kami ambil kanan dengan kondisi jalan mendaki. Tak begitu jauh terlihat plang kecil petunjuk arah ke Curug Puraseda dan Curug Tengah. Menuruni bukit dengan kondisi jalan yang licin, jadi penumpang harus turun. Sampai di bawah terlihat sungai kecil dan untuk menyeberanginya kita melewati jembatan kayu. Melewati jembatan kita bisa parkir di tempat yang di sediakan (parkir Rp. 5.000). Nah melihat kondisi jalan ini, sebaiknya yang berniat ke sini jangan menggunakan mobil karena selain jalannya kecil juga tidak ada parkir buat mobil.
Menuju parkiran
Dari parkiran, selanjutnya kami trekking, sebelumnya belanja persiapan cemilan dan minuman di warung dekat parkiran. Beriringan kayak rombongan sirkus, menapaki pematang sawah yang baru tanam kemudian menyeberang sungai melalui jembatan yang terbuat dari bambu.
Trekking menuju Curug Puraseda
Trekking menuju Curug Puraseda
Trekking menuju Curug Puraseda
Kemudian menapaki jalan setapak di sepanjang alur sungai. Di kiri kanan terlihat kebun-kebun masyrakat serta hutan dan semak-semak. Nah nanti di suatu pertigaan atau pertemuan aliran sungai kecil sebelah kanan, kalau di telusuri maka akan sampai di Curug Cisuren.

Terus menyusuri aliran sungai, tidak lama kita akan sampai di Curug Puraseda, total waktu sekitar 30 menit trekking. Menyeberangi sungai dengan jembatan bambu, sampailah kita di depan Curug Puraseda yang kebetulan airnya terlihat jernih dan berwarna hijau tosca.
Sampai di Curug Puraseda
Mempunyai ketinggian sekitar 6m melewati tebing dengan batu yang menggantung yang memecah aliran menjadi 3 aliran. Di atas curug ini masih terlihat ada curug tersembunyi hanya saja belum ada akses untuk ke atasnya. Mumpung airnya lagi bening dan pengunjungnya baru rombongan kami adalah saat yang tepat untuk mengambil foto. Karena belum biasa dan tidak terlihat ada yang berenang di leuwinya, kami hanya berani bermain di sekitar curug yang airnya dangkal.
Curug Puraseda
Curug Puraseda

Curug Puraseda
Curug Puraseda
Curug Puraseda
Sekilas curug ini mirip dengan Curug Love yang ada di Babakan Madang-Sentul hanya saja ini versi yang lebih besar. Dengan suasana yang sangat adem mebuat pengunjung akan betah berlama-lama di sini. Juga di sini disiapkan saung untuk mengunjung dan mungkin suatu saat akan ditambah fasilitasnya karena sekarang masih dalam tahap persiapan.
Nah di tebing sebelah kanan masih ada curug kecil yang berbeda aliran. Sepertinya ini berasal dari mata air langsung karena airnya sangat bening dan dingin. Jadi kalau mau masak mie atau air buat kopi silahkan menggunakan aliran curug ini.
Selanjutnya kami menuju Curug Tengah yang berada di aliran di atas Curug Puraseda. Untuk ke curug ini kita harus trekking lagi. Di bukit sebelah kiri Curug Puraseda terdapat jalan setapak melewati bukit dan perkebunan milik masyarakat. Karena jalannya jalan tanah dan melewati pinggiran bukit, jadi kita harus jalan hati-hati agar tidak tergelincir.
Kondisi jalan menuju Curug Tengah
Kondisi jalan menuju Curug Tengah
Kondisi jalan menuju Curug Tengah
Kondisi jalur trek bisa dibilang mempunyai kesulitan sedang, tapi buat yang tidak biasa trekking bisa dibilang sulit karena kondisinya agak licin. Menjelang bertemu aliran sungai, kita harus menempuh jalur menurun yang agak curam dan licin. Setelah melewati jalur ini kita langsung berada tepat di samping Curug Tengah. Nah, buat kalian yang bertanya kenapa namanya Curug Tengah, karena di atas curug ini masih terdapat beberapa curug lagi yang belum dibuka aksesnya.
Begitu melihat curug ini, saya agak surprise karena bentuknya yang sangat berbeda dengan curug-curug lain yang pernah saya datangi. Curug ini berbentuk seperti seluncuran di waterboom, yang awalnya lurus kemudian berbelok dan ketika menemui ujung tebing, air curugnya akan memancar. Ditambah dengan arusnya yang saat itu sangat deras, membuat curug ini benar-benar unik alias lain dari pada yang lain.
Curug Tengah
Curug Tengah
Welfie di Curug Tengah
Welfie di Curug Tengah
Untuk melihat curug secara utuh dari depan, kita harus menyeberang aliran sungai dan mencapai tebing yang ada di seberangnya. Karena airnya deras, kita harus sangat hati-hati. Dan juga harus diperhatikan jika airnya tiba-tiba berubah keruh, kita harus segera menyingkir karena itu tanda-tanda di hulu sungai terjadi hujan dan debit air akan bertambah. 

Walaupun di medsos kita melihat ada yang loncat-loncat di sekitar leuwi/kolam, seharusnya tidak usah ditiru karena bisa berbahaya apalagi ketika debit air sangat besar. Kalau mau berenang usahakan di pinggiran leuwi.
Masak-masak di pinggir curug
Setelah berbasaha-basahan dan mengambil foto-foto kami kembali ke area Curug Puraseda. Sampai di Curug Puraseda, sebagian memasak mie dan kopi sementara saya dan Edi ke curug yang ada di sebelah kiri yang belum ada namanya. Meskipun curugnya kecil tapi airnya sangat bening dan menyegarkan.
Curug yang gak ada namanya di tebing sebelah kiri
Curug yang gak ada namanya di tebing sebelah kiri
Karena sudah tengah hari, pengunjung mulai berdatangan. Tapi air curug sudah mulai keruh yang menandakan di hulu sungai sudah mulai hujan lebat. Kami bertemu dengan Pak Ncep yang biasa berkeliling area wisata yang masuk area Pongkor Geopark yang akan di ajukan ke pemerintah untuk disahkan. Juga kami bertemu Pak Sobirin, yang menjadi arsitek Kawasan Wisata Cikaret (Kawaci). Di sini kami bercerita dan bertukar pikiran mengenai wisata di Bogor khususnya yang akan dimasukkan ke Kawasan Pongkor Geopark. Yang tidak kalah berkesan adalah bertemu Dendi yang membawa kami ke petualangan berikutnya yaitu ke Curug Cisuren dan Curug Cisaat.
Berfoto dengan Pak Ncep dan anggota baru

Labels: , , , , , , , , ,

Wednesday, June 13, 2018

Kembali Berkunjung ke Curug Cilontar dan Eksplor Curug Sawer

1 Juni 2018
Hunting curug kali ini saya ditemani oleh Revan, Nico dan Erlan. Menggunakan 2 motor kami melaju ke arah Leuwiliang. Masuk ke pertigaan Karacak, kali ini tujuannya adalah Curug Sawer yang belum dikunjungi. Curug ini berada tidak jauh dari Curug Cilontar yang sudah pernah saya kunjungi tahun 2016 lalu.  
Saat mengunjungi Curug Cilontar dulu, guide nya mengatakan ada Curug Sawer yang tidak jauh dari Curug Cilontar tapi berhubung menyeberangi sungai, tidak disarankan karena habis hujan. Juga pas kami dulu ke Curug Cikuluwung dan Curug Idas, pengelolanya juga mengatakan di aliran bawah ada Curug Sawer, tapi berhubung waktu, kami tidak melanjutkan ke Curug Sawer ini.

Jadi sebenarnya Curug Sawer ini berada di antara Curug Cikuluwung/Curug Idas dan Curug Cilontar. Perlu dicatat, meski berdekatan, Curug Cilontar berada di desa Karyasari, kecamatan Leuwiliang yang merupakan aliran Sungai Cianten. Sementara itu Curug Sawer berada di Desa Cibitung Wetan kecamatan Pamijahan yang berada di aliran sungai Cikuluwung. Kedua sungai ini bertemu di depan Curug Cilontar.
Karena hari ini hari Jum’at, kami harus bergegas dan mengatur waktu supaya bisa kembali ke rumah sebelum sholat Jum’at.

Melewati Karacak, sekarang sudah ada plang kecil dipinggir jalan yang menunjukkan lokasi Curug Cilontar. Mengambil parkir yang disediakan, kemudian jalan sekitar 50 meter menuju tebing sungai. Kemudian turun menuju sungai melewati tangga-tangga batu yang lumayan licin. Di seberang tebing masih terlihat curug yang belum ada namanya (masih belum sempat ke sana).

Sampai di bawah, tepat di depan Curug Cilontar kami mengambil beberapa foto di sini. Sudah tidak terlihat pohon besar dipinggir sungai yang dulu berdiri. 
Curug Lontar di kejauhan
Photo session di Curug Cilontar
Photo session di Curug Cilontar
Photo session di Curug Cilontar
Curug Cilontar
Kebetulan saat kami datang airnya berwarna hijau, berbeda dengan kunjungan sebelumnya yang berwarna coklat. Hanya mengambil beberapa foto selanjutnya kami menuju Curug Sawer.
Jalan menuju Curug Sawer di seberang Curug Lontar
Menyeberangi sungai yang juga menjadi batas wilayah Pamijahan dan Leuwiliang, melewati batu-batu dan arus kemudian sampai di daratan. Berjalan kira-kira 50 meter kemudian ada 2 alternatif jalan, menyeberang sungai dan melewati bukit kemudian menyusuri sungai. Kami memilih menyusuri sungai. Kedua jalan tersebut tidak sulit karena sudah dekat dengan Curug Sawer. Melewati sungai kami harus melewati bebatuan yang tidak terlalu licin. Melewati ‘belokan’ sudah terlihat Curug Sawer yang berjarak sekitar 50 meter lagi.

Curug Sawer
Curug Sawer
Curug Sawer
Curug Sawer
Curug Sawer ini lumayan tinggi, mungkin sekitar 20 meter. Sesuai dengan namanya, air curug ini membuat tampias sehingga daerah sekitar curug selalu basah karena tampiasnya. Di curug ini juga terdapat 2 aliran sungai. Dari kiri adalah aliran Sungai Cikuluwung yang jernih yang juga mengairi Curug Cikuluwung dan Curug Idas, sementara dari atas (curug) airnya berwarna coklat. Aliran sungai ini selanjutnya menuju Sungai Cianten (ke arah Curug Cilontar).
Aliran sungai dari Sungai Cikuluwung yang jernih
Add captionAliran sungai dari Sungai Cikuluwung yang jernih
Puas di Curug Sawer, kami kembali ke Curug Cilontar. Beristirahat di muara, dibawah pepohonan disini kita bisa menikmati Curug Cilontar dari kejauhan. Ingin rasanya mengunjungi curug yang ada di aliran bawahnya, tapi sepertinya waktunya tidak memungkinkan, karena harus kembali untuk Jum’atan. Mungkin lain kali kami akan kembali lagi.
Menyeberang sungai kembali ke Curug Lontar

View Curug Lontar dari muara
View Curug Lontar dari muara
View Curug Lontar dari muara

Link terkait:
- Curug Cilontar
- Curug Cikuluwung
- Curug Idas
- Curug Jatake/Lembah Pelangi-Leuwiliang

Labels: , , , , , , , , , ,