Saturday, June 29, 2019

Exploring Banten Bagian 2: Curug Kanteh

Dari Karang Bokor kami menuju wisata terdekat searah jalan pulang yaitu Curug Kanteh. Dari Karang Bokor kami mengambil jalan ke arah Serang melewati Pantai Pulo Manuk hingga sampai ke jalan propinsi (Jalan Nasional). Di pertigaan kami ambil kanan ke arah Sukabumi karena ke kiri ke arah Serang. Jalan ini jarang dilewati oleh wisatawan yang ingin ke Sawarna baik dari Sukabumi ataupun dari Serang. Jarak dari Karang Bokor ke Curug Kanteh sekitar 30km.
Jalan propinsi yang kami lewati sangat sepi. Disana sini sedang ada perbaikan jalan jadi kondisi jalannya kurang begitu bagus. Pemandangannya di dominasi oleh perbukitan dan hutan serta perkebunan karet. Nanti di perjalanan kita akan menemukan conveyor belt/pipa berjalan yang membawa material (semen???) dari pabrik di atas bukit hingga ke pantai. Untuk ke Curug Kanteh ini sebaiknya menggunakan Google Maps karena tidak ada petunjuk plang penunjuk arah.
Jalan raya Sukabumi-Banten
Nanti kira-kira 2-3km sebelum belokan desa kita akan melihat dikejauhan di puncak bukit curug ini. Sampai di belokan desa, kita harus masuk sekitar 6km melewati jalan perbukitan dan kondisi jalan tanah dan berbatu jadi sangat susah di akses oleh kendaraan roda 4. Hingga sampai di sebuah rumah, kami parkir dan kebetulan bertemu dengan salah seorang pemuda di sana dan mau mengantar kami ke curug.
Kondisi jalan desa
Perjalanan di mulai melewati kebun, melewati lumbung padi tradisional Sunda dan persawahan. Di kejauhan terdengar sayup-sayup suara musik pesta. Meskipun saya menganggap ini sudah terpencil, masih ada desa-desa yang lebih terpencil lagi di perbukitan dan lembah-lembah tersembunyi. Suasana pedesaan di sini benar-benar sangat terasa apalagi ketika melewati persawahan bertingkat-tingkat. Hingga nanti kita melewati rumah terakhir yang berada di bukit ini. Terus menyusuri sawah di lereng bukit akhirnya kami sampai di bukit di hadapan Curug Kanteh.  Di sini ada seorang bapak yang sedang bekerja membenahi area sekitar curug. Di area ini kita bisa menyaksikan pemandangan desa di kejauhan yang di dominasi oleh hijaunya persawahan dan hutan.
Melewati lumbung padi khas Sunda
Persawahan sepanjang jalan menuju curug
Persawahan sepanjang jalan menuju curug
Pagi yang sudah dipanen
Hanya saja, beberapa hari sebelumnya terjadi longsor jadi kami tidak bisa turun dari jalur biasa. Terlihat bebatuan longsor mengarah ke bawah, ke arah sungai, tidak memungkinkan untuk turun. Akhirnya guide kami mencari jalan turun, sebenarnya ada jalanmemutar tapi karena guidenya belum pernah melewatinya jadi kami muter-muter dengan kondisi jalan yang lumayan ekstrim dan licin.
View curug dari atas
Setelah ketemu jalan setapak hingga ke pinggir sungai tapi tetap saja untuk ke bawah kami harus melewati bekas longsoran. Melewati bekas longsoran yang ringkih kami turun hati-hati karena di depan adalah jurang yang dibawahnya adalah sungai dengan bebatuan cadas. Sampai di bawah kami istirahat sebentar di atas batu bekas longsoran, di sini belum terlihat jelas Curug Kanteh hanya terlihat alirannya saja. Terus berjalan menyusuri pinggiir sungai yang tertutup ranting-ranting berduri (bekas longsor) hingga kami sampai di area depan curug. Mencari posisi di atas batu besar yang membuat deg-degan karena di belakang kami adalah longsoran yang bisa saja setiap waktu terjadi longsor susulan.
Mencari jalan turun
Melewati bekas longsoran
Curug Kanteh terdiri dari 2 tingkatan yang utama dan curug kecil di antara 2 tingkat ini dengan ketinggian sekitar 80m diapit oleh 2 tebing yang tinggi. Karena beberapa hari hujan, debit curug ini sangat besar dan deras jadi kami tidak berani mendekat. di sekitar curug terdapat bebatuan besar, di sini kita bisa mengambil foto-foto dengan latar curug yang cantik ini.  Belum puas rasanya menikmati curug ini, guide kami minta untuk segera naik karena tiba-tiba mendung dan gerimis dan kamipun bergegas untuk segera ke atas.
Curug Kanteh di musim hujan
Curug Kanteh di musim hujan
Curug Kanteh di musim hujan
Jalan santai sampai di parkiran, dan kami memberi tips kepada guide sewajarnya dan melanjutkan kembali perjalanan menuju Bogor. Masih ada sekitar 5 jam lagi perjalanan......
Jadi buat kalian yang hobby ke curug tidak ada salahnya mampir ke sini ketika mengunjungi Sawarna atau dalam perjalanan Sukabumi-Anyer atau sebaliknya. Kalau kalian mau berkemah bisa di lokasi cuman sayang ketika ke sana saya tidak melihat kamar kecil, mudah-mudahan ke depannya lokasi wisata ini akan dilengkapi dengan sarana-prasarana penunjang.

Info:
Nama  : Curug Kanteh
Lokasi  : Desa Cijengkol, kec. Cilongrang, kab. Lebak-Banten
Biaya   : masuk gratis, guide bayar sewajarnya

Baca juga link terkait:
- Carita-Labuan-Tanjung Lesung













Labels: , , , , ,

Friday, June 28, 2019

Sekeping Surga Itu Bernama Sawarna-Part IV: Pantai Goa Langir dan Karang Bokor Cliff

Pantai Goa Langir
Pada kunjungan sebelumnya, pantai ini terlewati untuk dikunjungi. Dan pada kunjungan kali ini, pantai ini menjadi salah satu tujuan utama. Hanya berjarak sekitar 1km dari penginapan dan pantai ini masih satu garis dengan Pantai Pasir Putih yang ada dekat penginapan. Jadi pantai ini dari jauh terlihat dengan patokan bukit karang yang ada di sebelah kanan.

Dari jembatan kawasan wisata, mengambil jalur ke arah Serang, nanti akan terlihat gerbang di pinggir jalan. Tidak ada penjaga tiket kala itu, mungkin karena tidak ada pengunjung. Dari gerbang, menyusuri jalan batu melewati kebun kelapa hingga sampai di tebing. Terlihat deretan warung namun tidak ada penghuninya jadi otomatis cuman ada kami berdua di sini. Sepanjang jalan di pantai terlihat banyak goa di tebing, dan di goa-goa utama terdapat papan nama.
Kondisi jalan masuk ke pantai
Seperti Pantai Pasir Putih, pantai ini juga mempunyai pasir luas, tidak banyak karang hanya saja ombak di sini tinggi dan berlapis-lapis. Pantai ini dibatasi oleh bukit karang yang menjorok ke laut sehingga garis pantainya berhenti dampai di sini. Karena pasirnya dan luasnya pantai ini, sangat cocok buat bermain dan santai di bawah pepohonan dan warung yang berjejer  di sini.
Senja di Pantai Goa Langir
Senja di Pantai Goa Langir
Senja di Pantai Goa Langir
Yang membuat unik pantai ini, tentu saja goa-goanya yang banyak di sepanjang tebing yang berhadapan dengan laut. Ada beberapa goa yang bisa dimasuki oleh pengunjung namun sayang karena sudah sore dan tidak ada guide, kami tidak berani masuk ke dalam goa. Dan karena hujan sepanjang hari, tujuan kami melihat sunset di pantai ini tidak tercapai tapi dengan kunjungan ini sudah menghilangkan rasa penasaran akan pantai ini.
Bukit karang dan goa di sepanjang pantai
Bukit karang dan goa di sepanjang pantai
Karang Bokor
Sabtu pagi kami check-out dan kembali ke Bogor tapi sebelumnya kami mampir ke Karang Bokor (Cliff) dan Curug Kanteh. Pagi-pagi sekitar jam 7 lewat kami sudah berangkat mengambil jalur yang beda ketika ke sini. Jalur ini alur sebaliknya yaitu menuju ke arah Serang. Berjarak sekitar 5km dari penginapan melewati kawasan hutan hingga sampai di gerbang Karang Bokor yang terlihat jelas di sebelah kiri jalan.

Karena kurang jam 8 pagi, sementara kawasan ini buka jam 8. Menunggu di pintu gerbang akhirnya penjaga datang. Harga tiket masuk Rp. 10.000/orang. Menurut petugas jaga, kawasan wisata ini baru dibuka kurang dari setahun lalu. Dari gerbang kita harus  masuk ke dalam kira-kira 200m. Melewati hutan dengan jalan yang licin akhirnya sampai di spot yang di tuju.
Kondisi hutan menuju Karang Bokor
Di area ini banyak terdapat bebatuan karang dan area terbuka ini adalah bagian dari bukit karang yang menjorok ke laut. Ketinggian tebing ini sekitar 50-meter lebih. Di sebelah kiri terlihat garis pantai berpasir hitam dengan ombak besar berlapis-lapis. Berbentuk teluk yang dilindungai oleh tebing sehingga terlepas dari pandangan luar. Untuk ke sana bisa melewati jalan setapak di antara semak-semak dan hutan, biasanya dipakai oleh masyarakat lokal untuk memancing.
View dari karang
Yang menjadi daya tarik spot di sini adalah, adanya pulau kecil yang terpisah dari daratan yang ditumbuhi pepohonan hijau dan dikelilingi oleh laut dalam. Di sebelah kiri terlihat tebing melingkar seperti tak terjamah manusia.
Karang Bokor
Berfoto di pinggir karang
Pemandangan di sini akan terlihat jelas dengan menggunakan drone. Dari atas terlihat tebing tempat kami berdiri yang dibawahnya laut dalam dengan hempasan ombaknya, cantik sekaligus menakutkan. Pengunjung harap berhati-hati ketika mendekati pinggir tebing karena di sini tidak ada pengawas, dan hanya di batasi oleh pagar kayu. Dan perlu di catat lagi, di sini tidak ada warung penjual makanan/minuman. Buat kalian yang mau berkemah di sini bisa, dan cocok buat penikmat alam, kombinasi laut, hutan dan langit terbuka.
View Karang Bokor dari atas
View Karang Bokor dari atas
View Karang Bokor dari atas
View Karang Bokor dari atas
Setelah puas menikmati pemandangan di sini, kami melanjutkan perjalanan pulang dan terlebih dahulu mampir di Curug Kanteh.
 Baca juga link terkait:
- Sawarna bagian 1: Pantai Legon Pari dan Karang Taraje
- Sawarna bagian 2: Pantai Tanjung Layar dan Goa Lalay
- Sawarna bagian 3: Pantai Tanjung Layar dan Karang Taraje

Labels: , , , , , , ,

Sekeping Surga Itu Bernama Sawarna-Part III: Pantai Tanjung Layar dan Pantai Karang Taraje

Kamis, 21 Maret 2019. Saat nya meninggalkan Ciletuh.
Pagi-pagi kami check-out dan langsung menuju Sawarna yang ada di Banten. Dari Ciletuh ke Sawarna bisa di tempuh sekitar 3 jam lebih.  Melewati jalur yang sama ketika ke CIletuh yaitu jalan Loji, menyusuri pantai kami sampai di Pelabuhan Ratu, yang makan waktu sekitar 1 jam. Istirahat sebentar sarapan di warung pinggir jalan dan melanjutkan perjalanan sekitar 2 jam lagi ke Sawarna.

Melewati jalur lintas Selatan, melewati pertigaan Cisolok hingga tanjakan panjang Puncak Habibie. Karena sudah pernah ke sini sebelumnya, kami hanya melewati puncak yang mempunyai pemandangan bagus ke arah Pelabuhan Ratu. Melewati Puncak Habibie, masih di jalan propinsi (Jalan Nasional) kita akan memasuki perkampungan dengan kondisi jalan berkelok dan naik turun.

Sampai di suatu pertigaan kedua, kiri ke arah Sawarna sementara lurus mengikuti jalan propinsi. Di jalan lurus ini ada objek wisata Curug Kanteh yang kami singgahi ketika pulang dari Sawarna. Di pertigaan ini ada pangkalan ojek, pengunjung yang melewati jalan ini akan diminta duit tapi kami langsung nge-gas tanpa mempedulikan mereka. Memasuki jalan ini kondisinya agak jelek, dan akan bagus ketika memasuki Sawarna.

Sampai di gerbang Sawarna, di loket masuk kami bayar Rp. 5.000/orang dan melewati jembatan yang hanya muat untuk satu motor (yang bawa mobil harus parkir di luar), memasuki desa dan langsung menuju penginapan yang dulu kami pernah menginap. Kondisi desa wisata ini sangat sepi, boleh dikata hanya kami yang berwisata/menginap di sini. Tarif menginap Rp. 250.000/malam dan kami menginap 2 malam, harga ini lebih murah dibanding dulu karena lewat makelar (lewat makelar bisa Rp. 350.000/malam). Sepinya wisata di sini meskipun ketika masa libur/week-end karena kejadian Tsunami bulan Desember tahun lalu dan sampai sekarang masih berimpah ke pariwisata sepanjang pantai dari Anyer sampai Ujung Genteng.
Desa Sawarna
Karena habis menempuh perjalanan jauh dari Ciletuh, di Sawarna kami hanya banyak menghabiskan waktu di penginapan yang nyaman. Berjalan sebentar ke Pantai Pasir Putih yang berjarak sekitar 100m dari penginapan, terlihat beberapa warung makan dan cendera mata yang sangat sepi. Di pinggir pantai, warung-warung yang dulu banyak berjejer sekarang sudah ditetibkan/dibongkar, hanya saja tidak dirapihkan meninggalkan reruntuhan bangunan seperti terkena Tsunami. Kami makan siang seafood di sini dan sekaligus mendengarkan cerita bapak pemilik warung
Pantai Pasir Putih
Makan siang di Pantai Pasir Putih
Pantai Tanjung Layar
Inilah pantai yang menjadi favorit pengunjung untuk menyaksikan matahari terbenam/sunset. Jarak dari penginapan sekitar 1km bisa di tempuh dengan berjalan kaki di jalan setapak ataupun menggunakan motor. Sepanjang jalan terdapat warung-warung warga yang juga di jadikan tempat tinggal. Tersedia juga penginapan-penginapan sederhana yang berada dekat dengan bibir pantai.

Di pantai ini terdapat 2 bukit yang berjarak sekitar 50 m dari pantai, bukit ini mirip layar kapal sehingga pantai ini dinamakan Tanjung Layar. Ombak pantai selatan menghempas keras dan terhalang karang yang berjejer dan terkadang hempasan ini membentuk air terjun alami. Batu karang yang membentuk pantai ini membentuk kolam-kolam dangkal. Meskipun ombak besar, beberapa warga terbiasa memancing di sini. Untunglah sore itu matahari tenggelam memberi semburat merah walaupun tidak sempurna karena tertutup awan.
Sunset @Tanjung Layar
Sunset @Tanjung Layar
Pantai Karang Taraje
Kembali lagi ke pantai ini, tujuan utama kami adalah melihat air terjun ombak yang melewati karang yaitu air terjun yang terbentuk akibat adanya ombak besar yang menghantam karang dan menghasilkan air terjun. Untuk ke Karang Taraje dari penginapan berjarak sekitar 3km, kita harus keluar dulu ke arah jalan raya. Nanti ada petunjuk arah ke Pantai Legon Pari/Karang Taraje.
Legon Pari
Legon Pari
Perjalanan ke pantai ini kita melewati jembatan gantung, memasuki jalan .desa yang cukup buat motor. Naik turun bukit melewati persawahan dan kebun hingga sampai di Pantai Legon Pari. Pantai Legon Pari biasanya ramai oleh pengunjung untuk melihat matahari terbit/sunrise. Dari pantai ini kemudian ambil jalur kiri melewati kebun sekitar 200m hingga sampai di warung paling ujung. Dari sini kami menitip motor dan jalan kaki ke arah Karang Taraje. Menyusuri pantai sekitar 200m sampailah kami di deretan warung.
Foto pantai selagi menunggu hujan reda
Foto pantai selagi menunggu hujan reda
Sayang sekali tiba-tiba hujan turun dan terpaksa berteduh di sebuah warung yang dijaga oleh seorang nenek dan sambil menunggu hujan reda kami memesan mie instan. Setelah reda kami menuju Karang Taraje. Melewati bebatuan karang yang terkadang dihempas oleh ombak dan melewati celah-celah karang. Dari jauh terlihat objek yang kami tuju, hanya saja tidak ada ombak besar yang bisa menghasilkan air terjun. Akhirnya kami cuman mengambil foto-foto karang yang ada di sini. Karang-karang yang cantik dan unik.
Karang-karang di Karang Taraje
Karang-karang di Karang Taraje
Karang-karang di Karang Taraje
 Baca juga link terkait:
- Sawarna bagian 1: Pantai Legon Pari dan Karang Taraje
- Sawarna bagian 2: Pantai Tanjung Layar dan Goa Lalay
- Sawarna bagian 4: Pantai Goa Langir dan Karang Bokor 

Labels: , , , , , , , , , ,

Thursday, November 22, 2018

Mengunjungi Curug Cihear dan Pemandian Air Panas Lebak Buana-Banten


Sebenarnya sudah lama sekali rencana mengunjungi Curug Cihear yang ada di Lebak-Banten atau tepatnya di Gunung Leutik yang berada di desa Cigobang kec. Lebak Gedong, kab. Lebak-Prop. Banten. Curug ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Kesempatan berkunjung ke curug ini yaitu di hari Sabtu, 1 September 2018 ditemani oleh Noey dan Revan. Sebelumnya Noey sudah pernah ke lokasi ini, hanya saja karena hujan dan sungai nya tidak bisa di lewati, jadi tidak sampai ke lokasi curug.
Berangkat dari Bogor kota sekitar jam 6.30 pagi jadi kondisi jalan masih belum terlalu ramai terutama di Dramaga yang biasanya macet. Habis Dramaga terus ke arah Leuwiliang. Makin menjauhi kota Bogor, jalanan semakin sepi hingga sampai di Leuwisadeng dimana ke arah kiri adalah jalan menuju Nanggung dab Malasari. Dari Leuwisadeng terus ke Jasinga. Memasuki Jasinga sudah terasa sekali sepinya jalanan. Jalanan yang mulus dan berkelok-kelok menjadikan perjalanan ini mengasikkan ditambah lagi dengan pemandangan pegunungan berkabut tipis. Di kiri-kanan juga terdapat perkebunan kelapa sawit yang biasa umum kita temukan di daerah Sumatera.
Nah sebelum pertigaan, di kiri dan kanan jalan kita akan melihat 2 lokasi pemandian air panas. Cuman beberapa puluh meter kemudian di pertigaan kami mengambil arah kiri (kanan ke arah Rangkas/Ciboleger). Memasuki jalan ini, kondisi jalan mulai agak jelek, banyak terdapat aspal yang rusak. Dari pertigaan ini kita akan menempuh perjalanan sekitar 8km. tapi meskipun jalannya jelek, pemandangannya sangat lah bagus. Cukup menghentikan mobil di pinggir jalan dan berhenti beberapa menit untuk mengabadikan pemandangan di depan mata. Perjalanan mendekati akhir ketika kami sampai di gerbang desa, sekitar 1 km di depan kami sampai di parkiran di desa Lebang Gedong. Nah sebagai petunjuk, parkiran ini berada beberapa meter dari sebuah mesjid megah yang belum selesai pengerjaannya.
Berhenti sejenak di salah satu spot
Setelah ngobrol dan basa-basi sebentar dengan pemilik warung, kamipun melanjutkan trekking ditemani oleh 2 guide yaitu Kang Suma dan Abah. Awal perjalanan kami langsung jalan mendaki yang mebuat langsung ngos-ngosan hahahahha. Dari sini sudah terlihat bahwa desa ini berada di kelilingi oleh pegunungan. Terlihat dari kejauhan pegunungan berlapis dengan gradasi warna hijau-biru, serta persawahan dan di selang-selangi perkampungan. Mendaki terus... hingga kami sampai di lapangan, ya lapangan bola buat warga kampung, lapangan yang tersembunyi di perbukitan hahahha. Nah menurut cerita guide kami, wilayah ini akan segera dibangun kebun jagung ataupun pabrik pengolahan makanan ayam yang dimiliki oleh perusahaan besar no. 1 pengolah makan ayam, kalian pasti tahu namanya..... Jadi bisa mungkin jalur ini nanti akan ditutup karena menjadi kebun milik swasta dan jalan ke Curug Cihear akan di alihkan, sapa tau....
Trek awal
Masih seger
Dari lapangan bola kami memasuki perkebunan manggis, cengkeh dll milik warga dengan kondisi jalan menurun yang terus menurun. Beberapa saat perjalanan, keluar dari perkebunan kami sudah bisa menyaksikan Curug Cihear di kejauhan. Melanjutkan perjalanan, hingga akhirnya kami sampai di aliran sungai, yaitu Sungai Ciberang. Kebetulan air sungai sedang surut tapi tetap harus berhati-hati menyeberang karena arusnya kuat. Kalau air sungai ini meluap atau ketika hujan, pengunjung dilarang menyeberang. Nah di sungai ini juga, tahun 2017 ada 4 orang personnil ABRI yang terbawa arus dan meninggal. Jadi buat kalian yang ke sini perhatikan kondisi cuaca..!!!.
Curug Cihear di kejauhan
Kondisi trek
Kondisi trek
Menyeberang Sungai CIberang
Sampai di seberang, kita sudah memasuki kawasan Taman Nasional. Di sini sudah tidak terlihat kebun warga. Yang ada hanya pohon-pohon hutan tropis. Di sini kita harus berjalan sangat hati-hati karena kita berjalan di pinggir tebing/jurang yang di bawahnya adalah aliran sungai Ciberang. Sesekali kita melewati jembatan kayu yang ada dipinggir tebing.
Trek di bibir jurang
Mendekati curug, kami dihadapkan dengan tebing yang curam. Tidak ada tali untuk berpegangan, hanya mengandalkan bebatuan dan akar pohon. Sampai di atas, di daerah bebatuan, sampailah kami di curug yang di tuju, Curug Cihear. Terdengan suara bergemuruh, sesuai dengan nama aslinya Curug Ciear (ci=air, ear=bergemuruh dalam bahasa Sunda).
Trek akhir menuju curug
Tidak dapat dipungkiri lagi, inilah salah satu air terjun terindah yang pernah saya lihat sebelumnya. Air terjun ini ada 2 bagian utama. Yang kami lihat ini mempunya ketinggian sekitar 142m. Melewati tebing batu dengan kemiringan sekitar 80 derajat, terlihat air sungai yang mengalir bukan jatuh. Sebelum sampai di bawah air ini mengalir menjadi beberapa bagian seperti menjari. Selanjutnya air ni jatuh ke jurang di bawah sana yang tidak terlihat dari atas seutuhnya.
Akhirnya sampai di depan Curug Cihear
Akhirnya sampai di depan Curug Cihear
Akhirnya sampai di depan Curug Cihear
Meskipun curug ini tidak bisa dilihat seutuhnya karena kondisi nya berada di pinggir tebing, kita bisa melihat sebagian besar dari tebing bukit yang ada di depannnya. Untuk mencapai tebing di seberang ini kita harus melewati bebatuan. Dari sini, meski dengan gerakan terbatas, kita bisa melihat kecantikan curug ini, sekali lagi, tidak seutuhnya!. Karena berada di bibir tebing yang tingginya lebih dari 100m, kita harus berhati-hati di area ini.
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Curug Cihear yang mempesona
Mengambil foto dari tebing di seberang curug
Selanjutnya kami menuju curug tingkat atas dimana curug ini tidak terlihat dari curug utama. Mengambil sisi kiri curug kami melewati tebing batu yang sangat curam. Di sini kita mengandalkan pijakan batu yang terkadang longor dan akar-akar tanaman. Meskipun tingginya sekitar 50m, tapi jalur ini sangat ekstrim.


Sampai di atas, terlihat curug yang tingginya sekitar 6m dengan arus yang sangat deras. Di atasnya terlihat aliran sungai dengan curug-curug kecil dan kolam-kolamnya. Di lokasi ini kami istirahat sejenak, di pinggir tebing curug, memandang ke depan ke perbukitan serta ujung tebing tempat jatuhnya air tejun utama, cantik sekaligus menegangkan.
Curug Cihear bagian atas
Curug Cihear bagian atas
Curug Cihear bagian atas
Turun dari tingkat atas ke bagian curug utama, ini adalah hal yang paling menegangkan yang pernah saya alami setelah trek menuju Curug Geblug dari Desa Ciasihan. Pegangan berupa akar tanaman serta pijakan kecil batu tebing adalah sesuatu yang sangat berharga. Juga tebing-tebing bukit sepanjang perjalanan menuju sungai Ciberang juga membuat kita harus ekstra hati-hati. Hal konyol yang saya alami pas jalan pulang adalah patahnya titian kayu yang ada di bebatuan di sewatu menyeberang sungai sehingga jatuh dan hampir terbawa arus hahahaha. Tapi perjalanan hunting curug kali ini sangat seru, lebih seru dari sebelumnya....


Wisata Air Panas Lebak

Capek dan letih, tentu saja ini yang kami rasakan setelah trekking menuju Curug Cihear. Selanjutnya, dipertigaan Cipanas kami mampir ke Air Panas Lebak yang tidak jauh dari pertigaan. Karena hari libur dan kebetulan lokasinya persis di pinggir jalan raya maka wana wisata ini banyak dikunjungi wisatawan lokal.

Ada 2 lokasi pemandian air panas yang saling berhadapan. Kami memilih Pemandian Air Panas Lebak Buana yang kebetulan yang pertama kali kami  temui (sebelah kanan dari arah Curug Cihear).

Pintu masuk kolam air panas

Untuk tiket masuk kami harus membayar Rp. 12.000/orang dan parkir Rp. 5.000. setelah parkir, hal pertama yang kami lakukan tentu saja, mencari makan siang.


Setelah makan siang, selanjutnya kami berencana berenang di kolam air panas. Kolam air panas di sini tersedia beberapa kolam. 1 kolam untuk dewasa dan 2 kolam buat anak-anak.


Kondisi kolam
Sumber mata air panas berada di satu kolam khusus. Berbeda dengan sumber air panas seperti di Gunung Pancar, Ciseeng, Cisolok ataupun di Sabang, air panas di sini sangat jernih, tidak ada bedanya dengan air pegunungan. Bedanya lagi, tidak tercium bau belerang yang kuat. Jadi, kolam di sini tidak berbeda dengan kolam renang biasa hanya saja airnya sangat panas. Ya.. sangat panas!.

Sumber air panas

Hanya duduk-duduk dipinggir kolam
Kedalaman kolam dewasa sekitar 1.5m, karena airnya sangat panas tidak terlihat pengunjung yang berenang. Kebanyakan pengunjung hanya duduk-duduk di pinggir kolam sambil merendam kaki. Meskipun begitu, kami mencoba masuk ke kolam meskipun tidak lama.

Berendam meski cuman sebentar
Pengunjung hanya berada di pinggir-pinggir kolam
Hanya sebentar di kolam ini, selanjutnya kami mencari tempat berkemah untuk semalam ini. Jadi buat traveler yang kembali dari Curug Cihear ataupun dari Rangkasbitung tidak ada salahnya mampir di sini melepaskan kepenatan.

Link terkait:
- Kawasan Wisata Cikaret (Kawaci) dan Curug Love
- Curug Dengdeng-Rumpin

Labels: , , , , , , , , , ,