Monday, June 10, 2019

Jelajah Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark Bagian 10: Curug Luhur

Hari ketiga trip kali ini, dari Ujung Genteng saya dan Revan meninggalkan Ujung Genteng jam 7 pagi. Tujuan kali ini kembali berkunjung ke Ciletuh, searah jalan pulang. Tapi sebelumnya kami mampir dulu di Curug Luhur yang berada di jalan raya Surade-Ujung Genteng. Kami pilih lokasi ini karena searah jalan pulang atau jalan yang kami ambil sewaktu ke Ujung Genteng.

Jarak dari Ujung Genteng ke Curug Luhur hanya sekitar 9km atau kurang dari 30 menit menggunakan motor. Tidak petunjuk arah untuk menuju curug ini kami hanya mengandalkan Maps. Kondisi jalan raya ini sangat sepi selain ini adalah jalan alternatif (bukan jalan utama) menuju Ujung Genteng, juga karena hari itu hari senen.

Sampai di satu persimpangan jalan desa (lihat dari Maps) kami bertanya ke penduduk setempat apakah itu jalan masuk menuju Curug Luhur, ternyata tebakan kami benar. Masih sekitar 1km lagi menuju curug dari jalan raya. Karena belum sarapan, kami sarapan di warung dekat pertigaan menu nasi di sini adalah nasi beras merah dan ikan mas. Berbeda dengan nasi merah yang pernah saya coba, nasi merah di sini sangat enak, mirip ketan dan kamipun nambah buat di bungkus (yang nantinya kami makan di malam hari di Ciletuh). Menurut si ibu yang jaga warung, jalur ke Ujung Genteng ini meskipun lebih dekat dan jalannya lebih bagus tapi sepi. Menurut saya, banyakan wisatawan melewati jalur Curug Cikaso karena jalur ini bisa mampir ke Curug Cikaso dan Curug Cigangsa. Selain itu banyak juga wisatawan berangkat malam sehingga spot ini terabaikan.
Belok ke kanan ke arah Curug Luhur
Menikmati sarapn pagi
Melanjutkan perjalanan, memasuki jalan desa ke dalam cuman berjarak 1 kk dengan kondisi jalan berbatu. Sampai di pertigaan, lurus ke arah Curug Luhur dan Curug Nyungsep sementara ke kanan ke Curug Badak dan Curug Kancah. Kami mengambil lurus, melewati beberapa rumah, kemudian melewati kebun dan selanjutnya persawahan dan parkir di ujung jalan yang ada saung nya. Tidak terlihat seorangpun terlihat di area ini hingga kami parkir di dekat saung. 
Pertigaan ambil lurus
Memasuki area persawahan
Sampai di saung yang tidak ada penjaganya
Dari saung di atas ketinggian kita bisa melihat jauh ke horison, terlihat perbukitan dan sawah membentang. Terdengar riak air sungai jauh di lembah sana.  Terasa sepi di tengah hamparan hijau. Untuk ke Curug Luhur kami harus turun ke bawah melewati tangga semen yang cukup curam. Melewati jalan yang dinaungi pepohonan dan rumpun bambu, terlihat goa-goa kecil di tebing bukit sebelah kanan. Di sebelah kiri adalah hamparan persawahan.
Pemandangan hijau membentang
Menuruni bukit ke arah Curug Luhur
Sampai di bawah terlihat Curug Luhur yang yang cukup tersembunyi di sisi kanan. Terlihat air terjun dengan debit yang sangat besar agak tertutup pepohonan besar. Saking besarnya debit curug ini, area di sekitar curug dipenuhi oleh tampias. Berada di sisi kanan di samping curug terdapat bebatuan besar yang sangat licin dimana kita bisa menikmati curug ini dari dekat, hanya saja kita harus siap-siap berbasahan terkena tampias. Karena masih pagi, kami tidak bisa mengambil foto curug ini dengan jelas karena backlight.
Di samping Curug Luhur
Di samping Curug Luhur
Untuk mendapatkan foto curug dari depan pastilah kita harus berada searah dengan curug, hanya saja karena debitnya yang tinggi kami tidak bisa menyeberang ataupun berada di atas bebatuan yang ada searah dengan curug. Dan untuk ke sungai tidak terlihat jalan turun yang membuktkan curug ini kurangmendapat perhatian. Seperti plang di depan, sebenarnya di aliran bawah curug ini terdapat Curug Nyungsang tapi kami tidak melihat ada jalan ke arah aliran bawah, hanya terlihat semak-semak sepanjang aliran bawah yang berbatasan dengan persawahan. 
Curug Luhur dilihat dari atas
Curug Nyungsang di aliran bawah Curug Luhur
Curug Badak dari atas
Akhirnya kami memutuskan kembali ke saung atas dan melihat kondisi curug ini melalui drone. Begitu menerbangkan drone dan mendekati area curug dan menyusuri aliran sungai, terlihat curug bagian bawah yang terlihat bertingkat selebar sungai, tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan Curug Luhur. Selanjutnya ke aliran atas, terlihat Curug Badak di kejauhan yang berada dipinggir jalan. Juga terlihat ada curug tersembunyi yang lumayan tinggi yang tersembunyi diantara pepohonan di tebing sebelah kanan.
Setelah memainkan drone, kami menuju Curug Badak dan ingin menyaksikan lebih dekat. Kondisi jalan yang berbatu, terlihat jalan berkelak-kelok membelah persawahan dan hilang di balik perbukitan. Terlihat beberapa orang bapak sedang memperbaiki jalan seadanya tak jauh dari jembatan.
Jembatan yang membelah aliran sungai sekaligus membendung aliran sungai (tidak terbayang sekiranya hujan lebat dan air nya berlimpah). Air sungai melewati jembatan melewati lorong dang jatuh melewati batu cadas dan membentuk Curug Badak. Menurut saya jembatan ini seharusnya berada di atas aliran sungai bukannya berada di aliran sungai... hmmmm. Karena tidak ada jalan turun ke bawah, jadi kami hanya bisa menikmati curug ini dari atas. Sayang airnya berwarna kecoklatan, mungkin karena hujan dan juga melewati persawahan. 
Curug Badak
Curug Badak
Curug Badak
Mendung dan mulai turun hujan rintik-rintik ketika kami meninggalkan lokasi Curug Badak. Selanjutnya kami meneruskan perjalanan menuju Ciletuh dalam kondisi hujan....

Info:
Nama : Curug Luhur dan Curug Badak
Lokasi : Jalan Raya Surade-Ujung Genteng-Desa Mekarsari, Ciracap, Sukabumi-Jawa Barat
Biaya : gratis

Baca juga link terkait:
- Curug Sodong, Curug Ngelay, Curug Ciateul, Curug Cikanteh, Curug Cikawung dan Pantai Palangpang 
- Curug Nangsi, Curug Cikupa dan Curug Cibenda-Waluran
- Pantai Tenda Biru, Pantai Cibuaya dan Pantai Pangumbahan-Ujung Genteng
- Pantai Pasir Putih-Ujung Genteng 

Labels: , , , , , , , , ,

Jelajah Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark Bagian 9: Pantai Tenda Biru, Pantai Cibuaya dan Pantai Pangumbahan-Ujung Genteng


Hari kedua di Ujung Genteng. Pagi-pagi sudah sangat mendung. Meskipun begitu kami memaksakan jalan karena Ringgo dan Jay harus balik ke Bogor sesudah Zuhur. Pagi sampai siang ini kami berencana mengunjungi Pantai Tenda Biru, Pantai Cibuaya dan Pantai Pangumbahan.

Pantai Tenda Biru
Karena Jay sudah berpengalaman beberapa kali ke pantai ini dan berkemah di sana jadi kami mengikutinya. Untuk ke pantai ini, kami kembali lagi dari arah pintu masuk. tidak terlalu sulit menemui pantai ini, melewati Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dimana banyak kapal-kapal nelayan bersandar. 

Dari TPI kita akan bertemu portal, portal ini sekaligus menjadi batas tanah masyarakat dengan tanah TNI. Untuk mobil tidak bisa lewat tapi motor bisa. Kemudian sekitar 1km kita akan melewati hutan dan semak-semak hingga di ujung jalan dan bertemu parkiran. Di sinilah terdapat warung tenda biru dimana nama pantai ini berasal, lucu juga yah hehehe..
Gerbang masuk Pantai Tenda Biru
Jalan masuk hutan
Inilah yang menyebabkan pantai ini namanya Pantai Tenda Biru
Pas kami parkir, hujan yang sangat lebat turun yang memaksa kami berteduh di warung yang juga sekaligus menjadi tempat tinggal ini. Nah biasanya area pantai yang cuman berjarak sekitar 20m dari warung ini dijadikan area kemping yang sangat ramai ketika tahun baru. Tidak ada biaya parkir di sini hanya saja, biasanya di portal depan di jaga dan tamu harus bayar Rp. 5.000.

Setelah hujan tersisa rintik-rintik kami pun menuju ke arah pantai. Nah, pantai ini agak-agak mirip Pantai Santolo di Garut. Di saat kami datang, air laut sedang surut, ombak memecah jauh di tengah, dan jarak antar ombak ke bibir pantai lebih dari 100m. Dalam jarak ini kita bisa berajalan di air laut yang dalamnya semata kaki hingga sebetis. 

Berbeda dengan Pantai Santolo yang pantainya dipenuhi oleh ‘lumut hijau’, panyai ini dipenuhi oleh rumput laut. Banyak terdapat ikan-ikan kecil yang terjebak dalam kolam-kolam alami dan makluk laut lainnya. Di sini kita juga bisa menyaksikan banyaknya burung-burung laut yang mencari makan ikan-ikan kecil yang terjebak tanpa di ganggu oleh keberadaan manusia.
Pantai Tenda Biru saat surut
Pantai Tenda Biru saat surut
Dari jauh kita bisa menyaksikan menara suar yang lebih tepat di sebut menara pengintai milik TNI yang berada di antara rimbunnya pepohonan.
Karena di sini tidak bisa berenang, selanjutnya kami menuju Pantai Cibuaya.
Guard tower milik TNI
Pantai Cibuaya
Balik lagi ke arah penginapan, dalam suasana hujan kami menuju Pantai Cibuaya. Hanya berjarak sekitar 500m dari penginapan. Pantai ini, meskipun hari Minggu, sangat sepi, hanya kami berempat pengunjungnya. Dan banyaknya warung yang berjejer, tidak semuanya buka.
Hujan-hujan menuju Pantai Cibuaya
Pantai ini sangat unik. Meskipun tidak berpasir halus, pantai ini dipenuhi oleh bebatuan koral yang sudah mati. Ombaknya memecah jauh ke tengah. Dekat pantai terdapat semacam aliran sungai dengan air yang jernih berwarna hijau tosca. Meskipun terlihat tenang sebenarnya terdapat arus bawah, jadi kalau berenang jangan terlalu jauh.  Dan uniknya lagi, setelah aliran sungai ini, terdapat bebatuan karang yang menjadi batas dengan ombak. Di area ini banyak warga yang memancing.
Di sini kami berenang dan bermain air di bawah hujan. Serasa punya pantai pribadi…
Serasa punya pantai pribadi
Serasa punya pantai pribadi
Serasa punya pantai pribadi

Pantai Pangumbahan
Melewati sisi pantai, kami menuju Pantai Pangumbahan, yang sebenarnya kami sudah ke sana hanya saja melewati jalan lain. Dan pantai ini satu garis dengan Pantai Pasir Putih atau boleh dibilang tidak ada batas-batas nya, sehingga ada yang mengatakan Pantai Pasir Putih itu adalah Pantai Pangumbahan. Tujuan kami sebenarnya tentu saja ingin melepas tukik (anak penyu) ke laut yang merupakan daya tarik utama Pantai Pangumbahan.

Sampai di gerbang konservasi Penyu, kami harus bayar tiket Rp. 10.000, dan kami mendapat info bahwa pelepasan tukik dilakukan jam 17.30 dan harus berada di lokasi jam 17.00. Hanya saja, kalau kami beli tiket pagi itu, sorenya boleh kembali lagi dengan membawa tiket yang sama.
Setelah sepakat kami pun membeli tiket dan masuk (masih dalam suasana hujan lebat). Di dalam terdapat beberapa bangunan. Kantor, bangunan yang berisi kolam-kolam pemeliharaan penyu, dan buat tukik.

Di kolam-kolam pemeliharaan terdapat beberapa kolam. Kolam untuk induk penyu, penyu remaja dan anak-anak penyu. Di kolam-kolam ini terdapat penyu-penyu langka dan albino, yang kalau di luar pastilah dihargai sangat mahal. Dan kami diijinkan oleh petugas untuk mengangkat penyu dan berfoto. Untuk tukik yang berumur beberapa hari, berada di ruang lain. Kami diperlihatkan ratusan tukik yang berumur beberapa hari yang siap dilepas sorenya.
Kolam penyu remaja
Selanjutnya bagian belakang terdapat lokasi ‘pengeraman’ dan penetasan penyu. Telur-telur penyu yang di ambil dari pantai dimana penyu bertelur, di bawa ke lokasi ini. Terdapat puluhan lobang-lobang untuk menaruh telur penyu dengan tanda kapan telur-telur penyu mulai di taroh. Terbayang kan, sudah berapapuluh ribu penyu-penyu yang di tetaskan dan di lepas di pantai pangumbahan ini. Dan dari sekian banyak tukik yang dilepas mungkin sedikit saja yang bisa bertahan hidup di lautan luas. Oh iya, sekadar informasi, seekor penyu mempunyai daya ingat yang sangat kuat seperti gajah, dimana dia dilepas maka jika suatu hari dia bertelur maka akan kembali ke pantai saat dia di lepas. Nah.... ayo kita bersama-sama menjaga kelestarian alam dengan menjaga penyu-penyu ini.
Area penetasan penyu
Tempat pengeraman
Tukik berusia beberapa hari siap dilepas
Kembali ke penginapan, sehabis zuhur, Ringgo dan Jay kembali ke Bogor. Saya dan Revan pun batal kembali ke Pantai Pangumbahan karena faktor malas :D.

Oh iya sebenarnya masih ada panta-pantai yang bagus setelah Pantai Pagumbahan, cuman sayang aksesnya masih sangat susah. Salah satunya adalah Pantai Ombak Tujuh, dan menurut info untuk kesana harus pakai guide/ojek lokal menggunakan motor trail dengan biaya sekitar 200-an ribu PP. Dan kamipun belum berniata untuk ke pantai tersebut.... one day maybe..!!!

Baca juga link terkait:

Labels: , , , , , , ,

Jelajah Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark Bagian 8: Pantai Pasir Putih-Ujung Genteng

Meskipun berada di Sukabumi, Ujung Genteng berada di salah satu sudut Sukabumi atau tepatnya kecamatan Ciracap. Jika kita lihat di Maps maka wilayah Ujung Genteng terlihat seperti tanjung kecil atau wilayah daratan yang menjorok ke laut. Mutngkin karena bentuk nya ini makanya di sebut Ujung Genteng.

Sebenarnya sudah lama sekali mau mengunjungi Ujung Genteng ini dan baru kesampaian waktu liburan 16-24 Maret lalu. Selain Ujung Genteng, kami juga berkunjung lagi ke Ciletuh dan ke Sawarna. Kali ini saya di temani oleh Revan, Ringgo dan Jay dengan menggunakan 2 motor.
Dari Bogor kami berangkat Jum’at malam (15 Maret) selepas Magrib. Tujuan kami adalah ke Ujung Genteng. Rute yang kami tempuh adalah Ciawi-Simpang Cibadak-Plabuhan Ratu-Ciletuh-Ujung Genteng. Tujuan kami berangkat malam supaya sampai di Ujung Genteng pagi hari dengan menginap di Puncak Darma.

Perjalanan dari Bogor sedikit lambat karena macet meskipun perjalanan malam, terutama di daerah Pasar Cidahu dan Pasar Cibadak hingga sampai di Pertigaan Cibadak sekitar jam 9 malam, mampir sebentar di sebuah RM Padang untuk makan malam dan melanjutkan perjalanan hingga sampai Pelabuhan Ratu sekitar jam 10 malam. Di Pelabuhan Ratu kami mengisi bensin karena akan memasuki remote area yang sangat sepi hingga Ciletuh.

Melanjutkan perjalanan hingga pencapai pertigaan Loji, kemudian menempuh jalur Loji yang merupakan jalur baru menuju Ciletuh. Di area ini mulai sangat terasa suasana sepi. Hanya sedikit motor yang berpapasan sedikit membuat perasaan was-was. Perjalanan sedikit terhibur dengan pemandangan di bawah sana, ke arah laut, terlihat barisan rapi bagan-bagan dengan lampu-lampunya. Sekitar tengah malam kami sampai di Puncak Darma dan beristirahat di sebuah warung yang buka di antara jejeran warung-warung di Puncak Darma.
Memesan minuman hangat dan mie instant untuk mengusir dinginnya malam. Dan masih sempat bermain kartu hingga berhenti karena tiba-tibamati lampu di sertai, hujan dan angin besar. Dan meskipun berteduh ke dalam warung tapi kami masih basah terkena tampias hingga terpaksa istirahat di lantai warung bagian dalam. Tertidur beberapa jam, kemudian perjalanan di lanjutkan selesai Subuh.
Istirahat di Puncak Darma
Istirahat di Puncak Darma
Nah untuk kalian yang pengen bermalam (bukan di penginapan), saya sarankan ke Pantai Palangpang atau di warung-warung sekitar pantai yang buka 24 jam. Just for info, kamar kecil/toilet di Puncak Darma saat ini kurang terawat.
Perjalanan ke Ujung Genteng kami tempuh kira-kira 2 jam. Kami tidak melewati jalur Curug Cikaso (Surade) tapi ambil jalur memotong ke arah kiri di persimpangan yang ada tulisan Kampung Batik (Ciracap). Di jalur ini ada tempat wisata Curug Luhur yang kami kunjungi sepulang dari Ujung Genteng.

Sampai di loket kawasan Ujung Genteng kami membayar tiket masuk Rp. 7.000/motor (kalau bawa mobil Rp. 16.000/mobil). Dari loket karcis ke arah pantai masih sekitar 5km lagi. Mendekati area pantai banyak terlihat penginapan-penginapan, jadi jangan khawatir kalau berkunjung ke sini meskipun belum mendapatkan penginapan. Sampai di area pantai masih pagi sekitar jam 7.  Ada 2 lokasi di sini, di pertigaan, ke kiri ke arah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan ke kanan ke arah pantai-pantai wisata. Di pantai yang sedang surut terlihat kapal-kapal nelayan sedang berlabuh. Terlihat ombak memecah jauh di tengah sehingga dekat pantai terlihat air yang tenang.
Sampai di Ujung Genteng
Di sepanjang pantai berjejer penginapan berupa cottage-cottage maupun penginapan biasa baik buat keluarga maupun yang berupa kamar-kamar. Menyusuri terus ke atas tidak jauh dari Pantai Cibuaya kami menemukan penginapan yang kami rasa sangat pas buat trip kali ini. Satu malam kami menginap di kamar buat berempat dengan tarif Rp. 350.000 yang bisa muat 5-8 orang. Dan semalam lagi untuk 2 orang seharga Rp. 250.000, karena hari minggu Ringgo dan Jay kembali ke Bogor.

Kegiatan kami selama di Ujung Genteng pastinya mengunjungi pantai-pantai. Pantai-pantai di sini boleh dikata berada dalam satu garis pantai. Hanya saja pantai-pantai ini dikasih nama masing-masing meskipun berdekatan. Pantai-pantai ini diantaranya:

Pantai Pasir Putih
Pantai ini berada tidak jauh dari Pantai Cibuaya. Untuk ke sini bisa masuk dengan menyisiri garis Pantai Cibuaya dan satu lagi melewati jalan desa/jalan kampung yang ada ladang-ladang dan pengembalaan sapi. Kedua jalan ini sama-sama jeleknya apalagi dikala hujan.
Sebenarnya Pantai pasir Putih ini satu garis dengan Pantai Pangumbahan atau boleh dikata tidak terlihat batas-batasnya. Yang membedakan, kalau Pantai Pasir Putih dikelola warga, dan Pantai Pangumbahan lebih dikenal sebagai tempat konservasi penyu.
Menuju Pantai Pasir Putih
Melewati gerbang Konservasi Penyu tidak jauh kita akan sampai di lokasi parkir Pantai Pasir Putih. Parkiran ini berada di lokasi teduh yang banyak pepohonan dan terdapat warung-warung yang dikelola warga yang menjual aneka makanan-minuman ringan. Di sini kita cuman bayar parkir motor Rp. 5.000/motor.
Trek dari parkir ke arah pantai
Dari parkiran kita harus berjalan kaki sekitar 100m untuk menuju pantai. Melewati jalan setapak dengan semak belukar hingga sampai di pinggir pantai. Sesuai dengan namanya, pantai ini berpasir putih dengan hanparan pasir yang sangat luas. Terkesan sangat alami. Di sini tidak terlihat adanya bangunan baik rumah-rumah ataupun warung-warung. Nah, di sini juga bisa berkemah buat yang ingin bermalam di pantai ini, terdapat area yang cukup tinggi untuk memasang tenda.
Karena ombaknya besar disarankan berhati-hati untuk bermain air jangan sampai mendekati ombak. Cukup bermain di bibir pantai.
Bermain di pantai nan sepi
Bermain di pantai nan sepi
Bermain di pantai nan sepi
Karena cuaca sedang cerah, kami di sini bermain drone. Dari ketinggian terlihat garis pantai sampai ke ujung tanjung dan masih terlihat hijaunya area yang berbatasan dengan pantai.
Pantai Pasir Putih dari atas
Bird's view dari atas
Di pantai ini juga terdapat muara sungai berair payau, karena sering hujan, saat itu airnya berwarna coklat. Di sini kami berendam dan bersih-bersih badan dari pasir setelah bermain di pantai.
Berasa di Afrika
Selanjutnya kami kembali ke penginapan dan menunggu sunset di pantai depan penginapan. Untuk makan malam kami pesan di tempat peginapan yang kebetulan berjualan, kami dimasakin ikan bakar. Dan kamipun menikmati makan malam di saung pinggir pantai dalam suasana sepi dan ditemani suara ombak pantai Selatan.
Menimati sunset dari depan penginapan
Menu makan malam
Info:
Nama : Pantai Pasir Putih
Lokasi : Ujung Genteng-Sukabumi-Jawa Barat
Biaya: parkir Rp. 5.000/motor, masuk gratis

Baca juga link terkait:
- Curug Sodong, Curug Ngelay, Curug Ciateul, Curug Cikanteh, Curug Cikawung dan Pantai Palangpang
- Curug Penganten, Curug Cibelener dan Curug Cihuru 
- Curug Nangsi, Curug Cikupa dan Curug Cibenda-Waluran
- Curug Luhur-Ciracap
- Pantai Tenda Biru, Pantai Cibuaya dan Pantai Pangumbahan-Ujung Genteng

Labels: , , , , , , , , ,