Tuesday, May 14, 2019

Beranikah Jokowi Bentuk Kabinet Profesional Berisi Anak-anak Muda?


Beranikah Jokowi Bentuk Kabinet Profesional Berisi Anak-anak Muda? - Joko Widodo (Jokowi) diminta mewujudkan zaken kabinet alias kabinet berisi kaum profesional bila dia melanjutkan pemerintahannya di periode kedua nanti. Dikabarkan pula, kabinet Jokowi nantinya akan diisi kaum muda alias milenial.

Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Profesor Martani Huseini, menilai zaken kabinet berisi kaum milenial adalah syarat untuk melunasi janji-janji Jokowi kepada rakyat. Janji-janji itu harus dilunasi.

"Presiden ke depan akan diuji janji-janji politiknya, apakah benar bisa dilaksanakan atau tidak. Kalau dia masih berat pada faktor pendukungnya yang harus mengisi kementerian ini dan kementerian itu, maka itu akan memberatkannya untuk melunasi janji politik," kata Martani kepada wartawan, Selasa (14/5/2019).


Masuknya orang-orang parpol di kursi menteri dinilai bakal memberatkan langkah Jokowi dalam melunasi janji, mewujudkan 'legacy' pemerintahannya. Dalam kondisi seperti ini, orang-orang profesional perlu diprioritaskan demi pemerintahan yang lebih baik, bukan semata-mata untuk menyenangkan parpol pendukung.

"Parpol-parpol harus tahu diri. Kalaupun mau menaruh orang di kursi menteri, jangan sembarangan," kata Martani.

Dia mengibaratkan kabinet pemerintahan seperti orkestra yang dipimpin presiden. Pemain terompet hingga penggesek biola harus bisa membaca not balok di partitur. Mereka juga harus patuh terhadap aba-aba sang dirigen yakni presiden. Bayangkan bila pemain terompet dipilih hanya karena dia dekat dengan dirigen padahal tak bisa membaca partitur, bayangkan pula bila pemain musiknya tidak patuh ke dirigen. Tak akan ada simfoni yang indah.

"Maka harmonisasi itu penting dan harus disepakati sejak awal," kata Martani.

Soal kabinet berisi kaum milenial, Martani menilai itu memang dibutuhkan untuk menghadapi revolusi industri 4.0 yang sarat teknologi dan inovasi. Inovasi bukannya tidak bisa dilakukan orang-orang tua, namun akan lebih mudah dilakukan kaum muda.

"Ada korelasi antara inovasi dengan kaum muda. Anak muda belajar lebih cepat daripada orang tua, apalagi orang di atas usia 50 tahun bakal punya keterbatasan berpikir secara biologis," kata Martani.



Pria kelahiran 1951 lulusan University Paris de Sorbonne IV ini menyadari anak-anak muda lebih dinamis dan cepat beradaptasi dengan teknologi baru. Mereka lebih cocok memimpin kementerian. 


Muda, menurutnya tidak harus selalu ditentukan umur, melainkan harus berjiwa muda. Soalnya ada pula sosok muda usia namun jiwanya cenderung tidak dinamis. Anak muda yang duduk di pemerintahan nantinya juga perlu kemampuan pemanfaatan teknologi komunikasi yang baik demi efisiensi birokrasi. Anak muda yang duduk di kursi menteri haruslah orang yang berintegritas, kompeten, bernyali, punya renjana, dan bisa menyatukan semuanya.

"Tantangan saat ini juga berat. Masalah sosial dan politik sudah luar biasa berat karena sudah kadung terbelah (saat Pilpres). Ini menuntut sosok muda yang kolaboratif, bisa menyatukan semuanya," kata dia. 

Yang jelas, kaum muda lebih unggul dibandingkan kaum tua. Bila kaum muda yang kompeten ditempatkan di kabinet, itu adalah piliahan yang tepat.

"Buat saya itu mutlak, Pemerintahan mendatang harus punya agility dan semangat berinovasi," kata Martani.


Beranikah Jokowi Bentuk Kabinet Profesional Berisi Anak-anak Muda?

Labels: , , , , , ,

Thursday, May 9, 2019

Menakar 'Kegentingan' Reshuffle Kabinet Jokowi


Menakar 'Kegentingan' Reshuffle Kabinet Jokowi - Isu reshuffle kabinet Jokowi-JK (Jusuf Kalla) berhembus kencang. Belum diketahui pasti kapan rencana perombakan kabinet ini bakal dieksekusi. Namun, apakah reshuffle terhadap sejumlah menteri karena dirasa genting?

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto menjelaskan bahwa peluang perombakan kabinet itu ada. Namun, Johan tidak bisa menyebut kapan waktu pastinya.

"Kalau sampai Lebaran saya kira tidak ada. Saya tidak tahu setelah Lebaran, kemungkinan itu bisa saja," ujar Johan Budi di kantor Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2019).

Johan juga mengungkapkan, Jokowi selalu melakukan evaluasi terhadap menterinya sebelum melakukan perombakan. Selain itu, dia menyebut Jokowi pun melakukan cross-check kinerja.

"Bahwa Pak Presiden melihat atau me-review ke belakang untuk reshuffle selalu didahului evaluasi Pak Presiden dengan menterinya dan tidak dilakukan dalam satu termin waktu tertentu. Evaluasi itu dilakukan setiap saat dan Pak Presiden Jokowi selalu cross-check kinerja pembantunya kepada semua pihak," kata Johan.

Kendati demikian, Johan memastikan, perombakan kabinet ini tidak akan dilakukan sebelum Lebaran.

"Tapi saya dengar tidak sebelum Lebaran karena menghadapi banyak hal," lanjut Johan.

Baca juga : Situng KPU 71%: Jokowi-Amin 56,23% Prabowo-Sandi 43,77%

Seperti diketahui, isu reshuffle kabinet ini mencuat jelang masa akhir periode pemerintahan Jokowi-JK usai beberapa nama menteri terseret dalam proses hukum di KPK. Setidaknya, ada tiga nama menteri yang harus berurusan dengan proses hukum di KPK. Mereka adalah Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita (NasDem), Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin (PPP), serta Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi (PKB).

Menurut Johan, menteri-menteri yang terseret proses hukum di KPK itu sudah dipanggil Jokowi. Ia menyebut, Jokowi selalu mengingatkan kepada menterinya untuk tidak terseret kasus hukum.

"Apakah Pak Presiden sudah memanggil menteri yang sudah atau sedang diperiksa KPK, saya kira itu pasti sudah dilakukan Pak Presiden. Pasti Pak Presiden meminta penjelasan yang bersangkutan kenapa diperiksa oleh KPK," ujar Johan.

Johan pun mengatakan, Jokowi bakal mengganti menterinya jika sudah berstatus tersangka. Namun, jika masih berstatus saksi, hal itu belum tentu akan dilakukan.


"Kalau berstatus tersangka akan diganti. Kalau sebagai saksi, belum tentu. Bisa saja jadi saksi karena memang ada informasi yang diperlukan," sebut Johan.

Baca juga : CLS Knights Menangi Gim Pertama Final ABL 2018/2019

Menanggapai hal ini, pengamat politik dari Populi Center Usep S Ahyar menilai rencana reshuffle kabinet ini dirasa perlu karena beberapa alasan. Menurutnya, terseretnya sejumlah nama menteri dalam pusaran proses hukum di KPK juga jadi alasan.

"Saya kira genting. Karena saya kira ada beberapa alasan yang mendasarinya. Seperti misalnya, ada sejumlah menteri yang disinyalir terseret kasus di KPK, lalu ada menteri yang kinerjanya tidak perform karena sibuk mengurus posisinya karena mencalonkan jadi anggota DPR. Selain itu, reshuffle ini juga penting untuk menggenjot target di akhir masa jabatan Jokowi," kata Usep saat dihubungi detikcom, Kamis (9/5/2019)

Namun, Usep mengingatkan, pemerintah harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa perombakan kabinet ini tidak menyangkut urusan politik.

"Yang perlu diingat, pemerintah harus bisa meyakinkan publik kalau perombakan menteri ini tidak terkait urusan politik. Tapi murni urusan negara. Kalau tidak, ini bisa jadi amunisi bagi musuh politik Jokowi, untuk menyerangnya" katanya.

Lantas, pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai rencana reshuffle kabinet ini perlu jika memang ada sejumlah nama menteri yang tidak kompeten. Dia bahkan, mengibaratkan sebuah kabinet menteri seperti sebuah grup penyanyi orkestra.

"Namanya kabinet itu teamwork. Itu yang menjadi utama. Teamwork itu ibarat orkestra, orkestra itu bisa jadi ada nada yang tidak harmoni. Karena ada nada sumbang, artinya itu hanya persoalan koordinasi. Nada sumbang itu juga bisa dari kemampuan penyanyinya yang tidak memenuhi kompetensi kan. Nah reshuffle itu hanya dibutuhkan kalau penyanyinya enggak kompeten," kata Enny saat dihubungi detikcom, Kamis (9/5/2019).

Enny juga menyoroti menteri yang punya posisi strategi di partai politik. Dia menilai seharusnya sosok menteri yang ada di kabinet tak terseret dengan urusan lain selain kinerja pemerintahan.


Menakar 'Kegentingan' Reshuffle Kabinet Jokowi

Labels: , , , , , ,