Thursday, June 27, 2019

Jelajah Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark Bagian 12: Curug Penganten, Curug Cibelener dan Curug Cihuru

Dari Curug Nangsi kami menuju ke daerah sekitar Pantai Palangpang yang menjadi pusat Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark. Sepanjang jalan menuju area pantai, diperbukitan terlihat hamparan kuning, mirip perbukitan Teletubbies. Jangan salah, ini bukan rumput atau ilalang tapi padi huma, yaitu padi yang ditanam bukan di sawah yang selalu tergenang air. Padi-padi Penganten. Berkeliling area sepanjang pantai akhirnya kami memutuskan pilihan di sebuah penginapan di pinggir jalan yang tidak begitu jauh dari Pantai Palangpang. Penginapannya terbuat dari kayu dengan tarif Rp. 250.000/malam. Kami book untuk 3 malam. Karena masih hujan kamipun hanya beristirahat di kamar.
Curug Penganten
Pagi-pagi sekitar jam 7 kami sudah bersiap menuju Curug Penganten. Curug ini berada di desa Mekarjaya-Ciemas yang berjarak sekitar 20km dari Pantai Palangpang. Pagi itu cuaca berawan namun kami tetap melanjutkan perjalanan. Dari Pantai Palangpang kami enuju ke arah Curug Cimarinjung, setelah tanjakan tidak berapa jauh nanti ada pertigaan, kalau lurus ke Puncak Darma, ke kanan ke Mekarjaya. Ambil ke kanan ini jalannya berupa cor-coran bukan aspal pada umumnya. Tanjakannya di sini sangat tajam tajam dan berbelok-belok tapi untunglah hampir tidak ada kendaraan saat itu. Dibandingin ke uncak darma, tanjakan di sini lebih ekstrim jadi kalau kalian bawa mobil ke arah ini harap diperhatikan kondisi kendaraannya.

Meskipun berbahaya tapi pemandangan di sini sangat bagus, di sinilah terdapat Puncak Aher (eks Gubernur Jawa Barat yang banyak berjasa pada kemajuan Geopark ini). Puncak Aher lebih tinggi dibanding Puncak Darma, di sini pemandangannya lebih luas, bukan hanya pantai tapi juga pegunungan dan lembah.
Melewati Puncak Aher terus ke atas melewati perkampungan, kiri kanan terlihat sawah huma yang mulai menguning yang tadinya saya kira ilalang (padi yang ditanam di perbukitan bukan sawah). Hampir 2/3 perjalanan tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat dan terpaksa berteduh di sebuah warung yang ada di pertigaan di area hutan karet.cukup lama menunggu hujan reda dan kami berkenalan dengan seorang bapak yang mau ke ladangnya dan mendapatkan info mengenai Curug Penganten.
Setelah hujan agak reda, kami mengikuti si bapak, memasuki jalan membelah hutan karet sampai ke area perbukitan yang banyak ladang-ladang dan padi huma. Wilayah ini sangat sepi, sangat langka sekali untuk melihat satu rumah aja. Sampai di suatu pertigaan kami berpisah dan kami memasuki area jalan desa berupa bebatuan. Melewati jalan bebatuan ini awalnya masih terlihat satu dua rumah penduduk lama-lama tidak terlihat rumah sama sekali. Memasuki jalan yang hanya cukup untuk satu motor kemudian menaiki bukit, karena jalannya licin dan berlumpur, kadang-kadang kita harus turun dari motor dan di dorong. Sampai di sebuah saung yang ternyata tempat pembuatan aren tradisional kami berteduh karena tiba-tiba hujan kembali turn dengan lebatnya. 
Kondisi jalan desa
Kondisi jalan desa
Kondisi jalan menjelang parkiran
Setelah hujan turun agak reda kami menuju ke Curug Penganten yang berjalan beberapa puluh meter saja sudah terlihat dari jauh, coklat keemasan. Fantastic... !!!. Menuruni terasering sawah yang membuat kami nyasar dan di antar oleh seorang ibu melewati jalur sUemak-semak (seharusnya ada jalur lain) menyusuri alur sungai. Di antar sampai ke jembatan yang melintasi sungai si ibu berpesan agar nanti pulangnya melewati jalan setapak yang ada di atas. Melewati jembatan kemudian berjalan sekitar 100m. perlu pengorbanan untuk mendekati curug ini karena akses jalan dan areanya sudah terbengkalai.
Menuju Curug Penganten
Melintasi jembatan
Jalan ke arah curug
Memanjat bukit hingga sampai di area pinggir curug terlihat saung-saung yang sudah hancur. Curug Penganten tertutup oleh pepohonan besar. Untuk melihat curug ini secara utuh  kita harus menuju aliran sungai yang dasarnya berupa batu cadas. Dari depan terlihat keperkasaan curug ini. Seperti mengamuk, debit airnya sangat besar dan bergemuruh. Jatuh dari ketinggian sekitar 30m membentuk tampias dan angin. Airnya berwarna coklat keemasan akibat hujan terus menerus, sesuai nama daerahnya Ciemas yang bearti air emas/air yang berwarna emas.
Curug Penganten saat hujan
Curug Penganten saat hujan
Aliran curug ini jatuh membentuk niagara kecil sepanjang lebarnya sungai dan mengalir ke sungai yang juga aliran dari Curug Cibelener yang terlihat dari jauh. Meskipun berbeda aliran, Curug Cibelener juga berwarna keemasan akibat hujan. Curug Cibelener ini mempunya dua tingkatan dengan debit yang besar. Sebenarnya pengunjung bisa mendekati curug ini, hanya saja untuk saat itu tidak memungkinkan karena arus sungai yang deras. Berbeda dengan Curug Penganten yang berada di tebing tebuka, Curug Cibelener berada di celah lembah sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mencapai curug ini.
Curug Cibelener dari kejauhan
Curug Cibelener
Tadinya kami berniat menerbangkan drone untuk melihat view kedua curug ini dari atas cuman sayang kami tidak mendapat sinyal GPS sama sekali. Maklum areanya sangat terpencil dan jauh dari mana-mana.
Setelah puas mengambil foto-foto curug ini yang sudah menggunakan DSRL karena tampiasnya yang membuat basah lensa, kamipun kembali ke parkiran dan melewati jalan yang tadi disarankan oleh ibu yang di sawah. Dari jembatan kayu, kami mengambil jalan naik hingga mencapai jalan setapak. Di pinggir jalan setapak terdapat saluran irigasi kecil. Berjalan memutari bukit hingga sampai di dekat Curug Cihuru. Berbeda dengan dua curug sebelumnya, Curug Cihuru airnya jernih. Kalau dilihat dari jauh, curug ini bertingkat-tingkat hanya saja area disekitar curug ditutupi oleh pepohonan sehingga tidak terlihat keseluruhan. Dari sini jalan setapak berakhir di sawah bagian atas dan sudah dekat parkiran. Jadi kalau kalian mau ke Curug Penganten sebaiknya melewati jalur ini.
Jalan pulang beda dengan jalan datang
Curug Cihuru yang tertutup pepohonan
Info:
Nama  : Curug Penganten, Curug Cibelener dan Curug Cihuru 
Lokasi  : Desa Mekarjaya, kec. Ciemas-kab. Sukabumi 
Biaya   : gratis
Baca juga link terkait:
- Curug Sodong, Curug Ngelay, Curug Ciateul, Curug Cikanteh, Curug Cikawung dan Pantai Palangpang 
- Curug Nangsi, Curug Cikupa dan Curug Cibenda-Waluran
- Curug Luhur-Ciracap
- Pantai Tenda Biru, Pantai Cibuaya dan Pantai Pangumbahan-Ujung Genteng
- Pantai Pasir Putih-Ujung Genteng

Labels: , , , , , , , , ,

Friday, June 1, 2018

Jelajah Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark Bagian 7: Curug Luhur Cigangsa dan Curug Cikaso


Sabtu, 12 Mei 2018
Sekitar jam 8 pagi kami check-out dari penginapan di Desa Cimarinjung dan melanjutkan perjalanan menuju Surade. Di lokasi ini kami akan mengunjungi Curug Luhur Cigangsa dan Curug Cikaso.

14. Curug Luhur Cigangsa
Mengandalkan Google Maps kami menuju Curug Luhur Cigangsa atau Curug Cigangsa yang berada di Desa Batusuhunan, kecamatan Surade ini. Jaraknya dari Pantai Palangpang-Ciletuh sekitar 1 jam perjalanan. Kecamatan Surade masih masuk ke dalam kawasan Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark.
Meski masuk dalam kawasan Geopark, berbeda sekali kondisi jalan yang ada dari Pelabuhan Ratu-Panenjoan atau pertigaan menuju Sukabumi dan Ujung Genteng. Setelah Panenjoan, di pertigaan ambil kanan menuju Ujung Genteng, di sini kondisi jalannya banyak yang sudah rusak.
Sampai di pusat kota (Surade), dipertigaan menuju Ujung Genteng kami ambil kiri, kira-kira berapa kilo kemudian ambil kiri lagi (liat Maps) hingga mencapai parkiran Curug Cigangsa.
Kawasan curug ini masih dikelola oleh warga setempat dan lokasi parkir juga di halaman rumah pengelola, untuk itu kami membayar ongkos parkir motor Rp. 2.000 dan tiket masuk Rp. 3.000/orang.
Setelah diberi penjelasan mengenai Curug Cigangsa, Batu Candi/Batu Masigit dan aliran bawahnya, kami memutuskan untuk ditemani karena takut nyasar ke spot-spot tambahannya.
Awal trekking kami langsung di suguhi oleh pemandangan persawahan yang menghijau. Sekitar beberapa puluh meter kemudian menyisiri tebing sungai. Terlihat di bawah, aliran sungai yang kebetulan airnya mulai mengering memasuki awal musim panas (sayang sekali..!!!). Dan sejauh mata memandang terhampar hijau perbukitan, sawah dan ladang. Tidak beberapa lama kemudian terlihat patahan tebing Curug Cigangsa yang sangat tinggi, sehingga pantas disebut Curug Luhur (luhur=tinggi dalam bahasa Sunda). Kalau saja kami dating pas debit airnya besar pastilah akan lebih menakjubkan.
Curug Cigangsa dari bibir tebing atas

Tujuan pertama kami adalah menuju Batu Candi/Batu Masigit dan muara sungai. Berjalan menyusuri tebing dan jalan batu yang licin, sekitar 200m, kemudian menuruni tebing curam hingga mencapai sungai.
Sampai di bawah terlihat hamparan bebatuan unik aneka bentuk. Juga bebatuan yang membentuk tebing sungai yang terlihat bekas-bekas erosi yang mungkin terbentuk selama ratusan atau ribuan tahun.Tidak jauh dari tempat kami turun terlihat muara sungai, pertemuan dari 2 sungai. Cuman saying sekali airnya keruh.
Bebatuan unik di aliran Sungai Cigangsa


Bebatuan unik di aliran Sungai Cigangsa
Tidak jauh dari muara, melewati bebatuan besar, terlihat Batu Candi/Batu Masigit yang berdiri megah di tengah sungai. Batu ini adalah bebatuan alami yang menyeruapai candi, batu ini terbentuk akibat erosi arus sungai yang terjadi ratusan/ribuan tahun yang lalu. Kalau dilihat sekilas benar-benar mirip tumpukan batu candi, sangat unik...!!!. Karena Batu Candi ini berada di tengah sungai yang dikelilingi oleh tebing maka kalau di musim hujan/air sungai besar maka kita tidak bisa mendekati area ini.

Batu Candi
Batu Candi
Batu Candi dari atas
Tidak jauh dari Batu Candi terdapat curug kecil yang merupakan tingkat ketiga dibawah curug utama. Lokasinya yang terpencil dan dikelilingi tebing batu menjadikannya sangat unik. Menurut guide kami, area ini dilarang untuk berenang karena sangat dalam dan menurut beliau juga mistis.






Curug kecil di aliran bawah
Curug kecil di aliran bawah
Curug kecil di aliran bawah
Curug kecil di aliran bawah
Curug kecil di aliran bawah
Bebatuan unik di aliran bawah
Dari bagian bawah, kami melanjutkan ke curug utama. Debit air di curug utama saat itu sangat kecil, kami hanya bisa menikmati tebing yang sangat unik. Menurut guide kami, ketinggian tebing (sampai ke dasar sungai di bagian bawah) lebih dari 100 m. Kolam/leuwi yang ada di bawah dalamnya puluhan meter. Kalau debit air lagi besar, permukaan bebatuan tidak terlihat dan pengunjung tidak bisa turun ke bebatuan sekitar curug.
Curug tingkat dua
Curug Cigangsa
Curug Cigangsa
Sebelum melanjutkan perjalan, kami mampir sebentar di bagian atas curug untuk mengambil beberapa foto. Selanjutnya kami menuju Curug Cikaso

15. Curug Cikaso
Masih di daerah Surade, untuk menuju Curug Cikaso ini sangat mudah kerena berada tidak jauh dari jalan raya menuju ke Ujung Genteng.
Dari Curug Cigangsa, kami menempuh perjalanan sekitar 30 menit. Di kanan jalan terlihat jelas petunjuk arah ke Curug Cikaso. Dari pinggir jalan kami sudah memasuki area parkir. Di area parkir ini ada warung makan buffet Sunda yang enak dan murah yang dilengkapi toilet dan tempat istirahat (tidur-tiduran).
Dari warung kami di antar salah seorang pengelola ke tempat penjualan karcis. Ada 2 alternatif menuju curug, jalan kaki sekitar 200m atau naik perahu. Karena jalan kaki sudah mainstream, kami memilih naik perahu. Harga karcis perahu Rp. 65.000 PP yang bisa dinaiki oleh 20 orang penumpang. Tiket masuk 2 orang plus parkir total Rp. 75.000. 
Naik perahu menuju Curug Cikaso

Naik perahu menuju Curug Cikaso
Perahu motor yang kami naiki ternyata besar hahaha… Menyusuri Sungai Cikaso yang berwarna hijau dan di kiri kanan ditumbuhi pepohonan lebat, ternyata kami hanya menempuh waktu kurang dari 10 menit hahaha.

Naik perahu menuju Curug Cikaso
Naik perahu menuju Curug Cikaso
Naik perahu menuju Curug Cikaso
Begitu turun dari perahu sudah terlihat Curug Cikaso yang memang masuk dalam wishlist saya tahun ini. Curug setinggi 80m itu sangat memukau meski saat memasuki kemarau hanya ada 2 curug yang seharusnya ada 3 curug. Air nya berwarna hijau kebiruan sangat serasi dengan lingkungan yang hijau.
Curug Cikaso

Curug Cikaso
Curug Cikaso
Curug Cikaso
Curug Cikaso
Di sebelah kanan terdapat spot foto berupa tebing yang dipasang bambu-bambu. Untuk naik ke atas sudah dibuat tangga alami. Dari titik ini kita bisa mengambil foto curug dari samping dan view kolam keseluruhan.
Curug Cikaso
Curug Cikaso
Tidak banyak pengunjung pada hari itu, hanya kami berdua dan beberapa orang pengunjung lain. Menurut guide kami, sepinya pengunjung di sini karena adanya kejadian tewasnya seorang pengunjung beberapa bulan lalu yang berenang di sekitar curug.  Saat itu beredar luas video yang memperlihatkan pengangkatan jenazah dan videonya beredar luas.
Nah buat kalian yang mau berkunjung ke sini dan mau berenang menikmati segarnya air curug ini, silahkan berenang di aliran sungainya yang tidak terlalu dalam.
Leuwi-leuwi yang pas untuk berenang
Setelah kembali ke parkir, kami menikmati makan siang di warung Sunda yang menunya enak dan murah. Lagi-lagi si Bapak mengeluh sepinya pengunjung akhir-akhir ini. Semangat ya paaak.... mudah-mudahan ramai kembali...


Link terkait:
- Pantai Loji, Curug Larangan, Curug Cilegok dan Puncak Darma
- Curug Dogdog dan Curug Cimarinjung
- Curug Sodong, Curug Cikanteh dan Pantai Palangpang 
- Curug Awang dan Curug Tengah 
- Curug Puncak Manik 
- Curug Puncak Jeruk

Labels: , , , , , , , , , ,

Saturday, May 26, 2018

Jelajah Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark Bagian 6: Curug Puncak Jeruk


13. Curug Puncak Jeruk
Dari Curug Puncak Manik, untuk menuju Curug Puncak Jeruk kami harus balik lagi ke arah Panenjoan, karena berbeda arah. Dalam suasana hujan kami mampir di sebuah rumah makan di depan Panenjoan. 
Menikmati makan siang
Menikmati makan siang
Setelah makan siang, masih dalam suasana gerimis, kami melanjutkan perjalanan menuju Curug Puncak Jeruk. Mengandalkan Google Maps, kami menuju arah Waluran atau ke arah Jakarta/Sukabumi kota. Di Google Maps terlihat jarak tempuh sekitar 18km/35 menit.
Atas petunjuk Maps, kami memasuki jalan kecil dan offroad. Meski agak ragu, kami tetap melanjutkan perjalanan. Kami memasuki area perkebunan kelapa sawit dan tidak terlihat rumah satupun. Untung di tengah jalan kami bertemu penduduk lokal yang memberi petunjuk arah.
Salah satu kondisi jalan
Salah satu kondisi jalan
Salah satu kondisi jalan
Terus menyusuri jalan berbatu di tengah perkebunan sawit hingga kami memasuki areal perkebunan cengkeh. Melihat jalan ini, buat yang membawa mobil yang bukan offroad sangat tidak dianjurkan. Dan kami hanya memakai motor bebek, karena sudah terlanjut dan ditambah rasa penasaran kami tetap melanjutkan perjalanan.
Terus menyusuri ke tengah perbukitan, kami bertemu dengan (seperti) komplek rumah pekerja kebun. Kami dikasih tau oleh satpam bahwa perjalanan masih jauh. Di titik ini kami mulai lagi perjalanan dengan kondisi jalan yang lebih parah ditambah jalan yang naik turun bukit/lembah. Sampai akhirnya kami menemukan pos (sesuai petunjuk satpam), kemudian ambil kanan. Di sini jalannya berupa tanah merah, karena bekas hujan dan masih gerimis kami mengalami kecelakaan kecil hahahha. Di sini motor kami jatuh, kaca spion pecah dan plat belakang agak terlepas.
Curug dari bawah
Sekitar 100m, terlihat papan petunjuk selamat datang di Curug Puncak Jeruk. Tidak ada penjaga... ya kali ada penjaga di tengah hutan gini.... hehehe. Untuk ke curug kami menuruni bukit sekitar 50m. Di bawah telihatlah curug yang dicari dengan susah payah ini....
Curug dari bawah
Curug dari bawah
Curug dari bawah
Curug dari bawah
Yang bikin kagum adalah, curug ini sangat lebar, mungkin sekitar 100m. Curug ini ada 2 tingkat, tingkat bawah lebih lebar di banding atas, tapi tingkat atas lebih tinggi. Karena hujan, airnya jadi keruh, sayang sekali. Di seberang sungai terlihat hamparan sawah yang menghijau.
Berada di lembah, curug ini diapit oleh dua kecamatan yaitu kecamatan Waluran (Desa Mekarmukti) dan kecamatan Ciemas (desa Mekarjaya).
Melewati bebatuan yang ada di bawah curug, Revan mendekati curug bagian bawah. Kemudian naik ke atas melalui sisi sebelah kanan. Di bagian atas terlihat area yang lumayan luas, jadi air dari atas tidak langsung jatuh ke bawah.
Curug bagian atas
Curug bagian atas

Sedang asiknya mengambil foto, kami kedatangan petugas (sepertinya petugas Perhutani) atau pengawas perkebunan. Beliau mengatakan bahwa air curug siangnya masih berwarna hijau/jernih, tapi berubah keruh karena hujan. Dan dari beliau juga, kami dikasih tahu jalan pintas yang hanya berjarak 3km ke jalan raya dibanding jalan yang kami tempuh tadi sekitar 6km. Tapi apapun jalur yang diambil tetap saja kondisi jalannya sama, berbatu dan licin.

14. Panenjoan
Sebelum menuju penginapan kami mampir sebentar di Panenjoan. Selain sebagai Pusat Informasi Ciletuh-Pelabuhan Ratu Geopark, di sini kita juga bisa melihat bentangan alam, seperti di Puncak Darma, tapi dari sisi lain.
Dari sini terlihat Mega Amfiteater dan bentangan persawahan dan perkampungan yang dikelilinginya. Hanya saja, kondisi cuaca berkabut jadi tidak dapat melihat jelas pemandangan yang spektakuler ini. Mungkin lain kali kami akan mampir lagi ke sini kalau suatu saat balik lagi.
Panenjoan yang sedang berkabut
Sunset di Panenjoan yang sedang berkabut
Sunset di Panenjoan yang sedang berkabut
Link terkait:
- Pantai Loji, Curug Larangan, Curug Cilegok dan Puncak Darma
- Curug Dogdog dan Curug Cimarinjung
- Curug Sodong, Curug Cikanteh dan Pantai Palangpang 
- Curug Awang dan Curug Tengah 
- Curug Puncak Manik 
- Curug Luhur Cigangsa dan Curug Cikaso

Labels: , , , , , , , , ,