Monday, December 31, 2018

Hunting Curug di Puncak Bagian 4: Curug Pariuk, Curug Naga dan Curug Barong


Mengobati kekecewaan karena tidak bisa body rafting Curug Naga di kunjungan terakhir ke Curug Panjang maka tanggal 24-25 November 2018 saya memutuskan kembali ke Wana Wisata Curug Panjang. Kali ini saya ditemani Revan, Noey dan Sugi. Jadwal kunjungan kali ini adalah berkemah semalam di Bumi Perkemahan Curug Panjang dan besok paginya body rafting Curug Naga.

Mmmenggunakan 2 motor kami menuju Curug Panjang melewati rute Katulampa dan tembus Gadog. Buat yang membaw mobil harap diingat bahwa jalur ini tidak bisa di lewati oleh mobil karena melintasi Bendungan Katulampa hanya bisa dilewai oleh kendaraan roda 2. Karena tujuan utama adalah Curug Naga besok paginya, jadi kami berangkat sesudah makan siang. Untuk rute ke Curug Panjang bisa di baca di artikel sebelumnya di sini.

Sampai di Curug Panjang sekitar jam 2 siang kemudian menghubungi petugas yang jaga loket untuk memberitahu tujuan kesini yaitu berkemah dan body rafting. Karena area yang yang berada di bawah dekat loket sudah dipenuhi tenda-tenda, kami mengambil sisi kanan atas dekat tebing. Setelah memasang tenda kemudian bersantai-santai sambil berselfie di spot foto yang disediakan. Tidak beberapa lama kemudian area sekitar ditutpi oleh kabut dan disusul dengan hujan lebat dan angin kencang. Dan kami baru sadar bahwa kami salah memilih area kemping. 
Hammock-an
Spot foto di saat kabut
Menikmati makan malam dengan suasana dingin dan kena tampias hujan tidak mengurangi keceriaan dan kebersamaan kami. Karena tenda Noey/Sugi single layer dan basah, gak sadar pas bangun pagi ternyata keduanya tidur di mushola yang tidak jauh dari tenda kami.
Pagi-pagi, cuaca masih mendung. Untuk ke Curug Naga kami perlu informasi dari petugas apakah aman atau tidak. Untuk mengisi waktu kami terapi ikan di kolam yang ada di sini, ikan-ikan kecil yang memakan kulit-kulit mati kaki kita sehingga seperti di massage hahahha.
Sarapan pagi
Fish massage
Jam 9 kami di perbolehkan body rafting dengan guide nya anak bapak yang jaga loket, namanya Asep. Sebelum berangkat kami membayar emua biaya-biaya dengan rincian:
1.      Tiket berkemah Rp. 25.000/orang (kalau cuman ke Curug Panjang Rp. 12.500)
2.      Biaya spot selfie+terapi ikan Rp. 25.000/orang
3.      Bofy rafting 3 curug yaitu Curug Pariuk, Curug Naga dan Curug Barong (kalau 1 curug Rp. 85.000 dan 2 curug Rp. 110.000) Rp. 135.000 minimal 5 orang. Karena kami hanya berempat jadi tetap bayar minimal untuk 5 orang.
Untuk body rafting perlengkapan keselamatan berupa life vest dan helmet harus terpasang. Untuk guide, dilengkapi dengan webbing/tali. Setelah semua lengkap kami menuju ke arah sungai. Tujuan pertama adalah Curug Barong, melewati trek berupa jalan setapak yang agak tersembunyi yang berada tidak jauh dari lokasi perkemahan. 
Persiapan rafting
Setelah menuruni bukit yang berjarak sekitar 100m, sampai di bawah aliran sungai langsung sampai di depan Curug Pariuk. Meskipun tinggi curug ini hanya sekitar 5-6 meter, tapi airnya sangat deras. Air kolamnya berwarna hijau dan bening tidak terlihat keruh meskipun habis dilanda hujan deras malam sebelumnya. 
Curug Pariuk
Hal pertama yang kami lakukan adalah loncat dari tebing sebelah kanan. Pertama saya yang loncat dan diikuti oleh Sugi. Malang saat itu Sugi terbawa arus balik dan di tarik ke arah air terjun, untunglah dibantu oleh guide kami. Karena kejadian tersebut, Noey dan Revan tidak jadi loncat.
Selanjutnya menyusuri sungai yang berarus deras, melewati bebatuan yang ada di pinggir sungai dan meloncat ke sungai dan mengikuti arus. Selanjutya sampai berenang melintasi leuwi untuk mencapai pinggir sungai.
Loncat dari tebing
Menyelamatkan Sugi :D
Befoto bersama di depan Curug Pariuk
Menyusuri sungai menuju Curug Naga
Menyusuri sungai menuju Curug Naga
Menyusuri sungai menuju Curug Naga
Selanjutnya naik ke bukit dan trekking untuk kembali menuruni bukit. Kali ini jalurnya ekstrim sehngga kita harus menggunakan tali yang sudah terpasang di jalur trek. Sampai di bawah kami menemukan Curug Naga, curug yang menjadi tujuan utama kami. 
Menuruni tebing
Menuruni tebing
Menuruni tebing
Curug Naga ini terdiri dari 2 tingkat, tingkat pertama tersembunyi dibalik tebing dengan total tinggi sekitar 25 meter. Untuk melihat curug ini keseluruhan, kita harus memanjat tebing yang ada dibagian kanan yang tingginya sekitar 8m. Dari tebing ini kita juga bisa loncat, dan kali ini hanya saya yang loncat dari ketinggian 8 meter ini.
Curug Naga
Curug Naga
Berfoto di depan Curug Naga
Agak berbeda dengan Curug Pariuk yang arusnya bisa menarik kita, di Curug Naga ini tidak, arus nya membuat kita mejauh dari curug. Untuk ke curug bagian atas, kita harus memanjat tebing yang tingginya sekitar 2 meter, cuman sayang mencoba berulang kali saya tidak bisa naik karena dihempas oleh arus karena debit air sangat besar saat itu.
Terjun di Curug Naga
Melanjutkan perjalanan, selanjutnya melintasi arus yang sangat deras, menggunakan tali untuk mencapai bebatuan di seberang dan selanjutnya menyusuri arus sungai hingga sampai di atas leuwi yang luas. Meskipun di titik ini terlihat tidak bahaya tapi di sini lah saya terseret arus karena terjatuh dibantu oleh guide kami agar tidak terseret arus bawah.
Trek dari menuju Curug Barong
Trek dari menuju Curug Barong
Trek dari menuju Curug Barong
Trek dari menuju Curug Barong

Melewati leuwi dengan berenang, selanjutnya melwati trek terakhir yang tidak begitu curam hingga kembali lagi ke sisi sungai. Di sini kami sudah memasuki area Curug Barong, hanya saja kami harus melewati leuwi yang luas dan dalam. Melewati leuwi ini selanjutnya berjalan sekitar 100m hingga bertemu Curug Barong
Trek ke Curug Barong
Trek ke Curug Barong
Trek ke Curug Barong
Curug Barong ini sangat cantik meski terasa aura mistis di sini. Di kelilingi oleh tebing basah oleh aliran mata air-mata air yang membentuk tirai-tirai. Karena di keliling tebing dan pohon-pohon besar, suasana begitu temaram. Sama seperti 2 curug sebelumnya, air di sini sangat bening dan dingin. Hanya saja, suasana di curug ini membuat kami betah berlama-lama di sini. Untuk bermain air, kami hanya di aliran curug karena di dekat curug terlihat berbahaya. 
Area Curug Barong
Curug Barong
Curug Barong
Sekitar jam 12 kami mengakhiri trek ini. Trek yang berbeda dengan kunjungan ke curug-curug sebelumnya. Meskipun badan terasa sakit tapi kami sangat puas karena petualangan kali ini benar-benar di luar perkiraan.
Buat kalian yang mau ke sini siapkan mental dan fisik, gunakan jalur legal dan jangan menggunakan jalur ilegal tanpa menggunakan guide. Jangan melepas peralatan keselamatan dan satu lagi, kalau mau berfoto gunakan kamera/hp anti air.

Link terkait:

Labels: , , , , , , ,

Wednesday, June 13, 2018

Merasakan sejuknya Curug Dengdeng dan Telaga Warna

2 Juni 2018

Curug Dengdeng
Pengembaraan mencari curug kali ini mengantarkan kami ke Curug Dengdeng yang ada di Desa Sukatani, Cipanas-Cianjur. Curug ini mungkin kedengaran asing di telinga traveler khususnya pencari curug/air terjun.

Dari Bogor saya dan Revan, menggunakan motor, berangkat sekitar jam 7 pagi. Cuaca sangat cerah dan jalanan Puncak sepi yang biasanya padat di setiap weekend, tentu saja karena bulan puasa :D. Meski begitu jalanan masih sempat tersendat di sekitar Pasar Cisarua.
Menyusuri jalanan Puncak yang berkelok-kelok dengan pemandangan pegunungan dan perkebunan teh disana-sini serta udara yang sangat sejuk membuat paru-paru berasa segar. Selepas Puncak Pass, memasuki Cipanas, cuaca berubah drastis, cuaca yang tadinya cerah berganti dengan awan gelap meski tidak turun hujan.

Sesudah Pasar Cipanas, pas di samping Istana Cipanas, yang meupakan patokan untuk menuju curug ini, kami ambil jalan kanan, ke arah terminal dimana banyak angkot-angkot berwarna kuning ngetem di sini. Menyusuri jalan di samping pagar Istana, tidak beberapa jauh kemudian dipertigaan ambil jalur kanan, masih menyusuri pagar belakang Istana. Dari sini kondisi jalan terus menanjak.
Jalan menuju Desa Sukatani
Sepanjang jalan di kiri-kanan terlihat ladang-ladang aneka sayur seperti sawi, kailan, lobak, wortel, dll. Tidak salah kalau Cipanas menjadi pemasok utama sayur dan buah-buahan untuk kota-kota di sekitarnya terutama Jakarta. Hampir tidak terlihat ada lahan menganggur, semua terisi oleh kebun sayur. Sangat produktif….!!!. Dan dijalan juga terlihat hilir mudik mobil dan motor membawa hasil bumi.

Setelah menempuh jalan menanjak sekitar 6km, mengandalkan Maps dan penduduk lokal kami ditunjukkan jalan masuk melewati gang-gang sempit hingga sampai disalah satu warung yang menjadi tempat parkir. Tidak ada tiket masuk di sini, dan tarif parkir juga seiklasnya.

Masuk gang-gang
Masuk gang-gang
Dari sini kami harus trekking. Melewati jalan setapak di antara ladang sayur suasana desa sangat terasa sekali. Terlihat petani-petani bekerja di ladang. Dan dikejauhan terlihat Gunung Gede Pangrango berselimut awan dan kabut.
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Sampai di petunjuk arah, kami mulai menuruni bukit. Kondisi jalan setapak ini lumayan ekstrim karena berada disisi bukit yang bawahnya merupakan lembah. Kondisi tanahnya rawan longsor, sebagaimana kita ketahui karena perbukitan di sini sudah beralih fungsi menjadi ladang. Tapi masih beruntung karena di bagian lembah masih berupa hutan, meski masih terlihat petak-petak ladang sayuran.
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Terdapat satu titik longsor ketika kami ke sini, pohon berukuran sedang menghalangi jalan dan belum dibersihkan. Melewati aliran sungai yang tidak begitu dalam tapi sangat dingin, jarak tempuh hanya tinggal sekitar 50 meteran. Dan semua lelah akan terbayarkan ketika dari balik sebuah pohon besar kami melihat curug yang dituju, Curug Dengdeng. 
Cuurg Dengdeng di kejauhan
Curug ini benar-benar diluar perkiraan saya. Curug ini ternyata sangat tinggi. Meski tidak ada referensi yang akurat, saya memperkirakan curug ini tingginya sekitar 80-100 meter. Terdiri dari curug utama dan beberapa curug kecil. Meski debit airnya tidak terlalu besar tapi tidak mengurangi kecantikan curug ini. Karena tinggi, area di sekitar curug tidak lepas dari tampias dan selalu basah. Karena area didepan curug terbatas, jadi hampir dimana saja kita berdiri akan kena selalu kena tampias hahahhaa. Jadi buat yang membawa HP atau kamera DSRL harap berhati-hati dan lindungi dari tampias.
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Kecantikan curug ini ditambah lagi dengan taanaman-tanaman merambat atau pohon-pohon kecil yang menempel di tebing yang menjulang dengan kemiringan 90 derajat.
Karena tidak berniat mandi di curug ini, kami hanya mengambil foto-foto. Untuk mendekati curug kita bisa mengambil tebing yang ada di sisi kiri. Di sini terdapat area yang rata sehingga kita bisa mengambil foto curug dari samping. Dan tentu saja harus rela berbasah-basah.
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Hanya saja, karena tidak dikelola, terdapat sisa-sisa sampah dari pengunjung meski tidak terlalu banyak. Semoga kedepannya tempat ini dijaga kebersihan dan tetap asri.

Telaga Warna
Pulang dari Curug Dengdeng kami mampir di Telaga Warna yang berada di kawasan Puncak dan sudah masuk wilayah Bogor.

Tidak perlu diragukan lagi, kalau kita melewati area Puncak sampai ke Cianjur pastilah melewati objek wisata ini karena papan petunjuknya sangat jelas di pinggir jalan.
Memasuki gerbang, kami kemudian membayar tiket masuk Rp. 25.000 per orang. Begitu memasuki gerbang, kami sudah disambut oleh banyak monyet yang jinak dan seolah menunggu makanan. Setelah parkir di lokasi parkir khusus motor yang juga berada di perkebunan teh. Tidak terlalu jauh jalan, kita sudah sampai di Telaga Warna. 
Jalan masuk ke Telaga Warna
Berfoto di perkebunan teh
Telaga Warna ini tidak terlalu luas, berada di kaki bukit dikelilingi oleh hutan perawan, pemandangan kontras dengan area puncak yang sudah terekploitasi dengan banyaknya perkebunan, villa dan rumah. Terlihat juga beberapa penginapan/cottage dipinggir telaga. Hanya saja saya tidak tahu apakah masih disewakan atau tidak karena saat itu jalan masuk ke area cottage tertutup.

View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
Seperti di Uluwatu, di sini sangat banyak monyet-monyet yang jinak dan hidupnya sudah tergantung dari belas kasihan pengunjung. Saking jinak atau ‘kurang ajar’ mereka tidak segan-segan membuka tas dan memeriksa saku-saku pengunjung atau beberapa dari mereka loncat ke tubuh pengunjung dan ‘menggeledah’nya. Malah ada minuman pengunjung yang di rebut oleh monyet-monyet ini.
Monyetnya nakal-nakal
Monyetnya nakal-nakal
 
 
Di sini terdapat kantin yang tutup selama bulan puasa, dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana makan di sini dengan dikelilingi oleh monyet-monyet yang perilakunya sudah uncontrolled ini?

Tidak terlalu lama kami disini, mungkin sekitar 1 jam untuk melepas lelah dan kemudian melanjutkan perjalanan pulang, menikmati suasana Puncak yang sepi dan jarang sekali ditemui.

Labels: , , , , , , , , ,