Saturday, May 18, 2019

Jelajah Tasikmalaya Bagian 2: Kawah dan Air Panas Gunung Galunggung



Kawah Gunung Galunggung
Pernah dengar bait lagu ....”Galunggung meletus lagi..... Membawa korban harta dan jiwa...” ?. Lagu ini dinyanyikan oleh Julius Sitanggang di era 80-an. Lagu ini sekaligus menggambarkan hebatnya letusan Gunung Galunggung kala itu. Jiklau letusan itu terjadi di era kemajuan teknologi sekarang pastilah sebagian besar masyarakat kita bisa melihat langsung hebatnya letusan itu dan foto-foto yang menggambarkan situasi saat itu seperti yang kita lihat sekarang ketika letusan Gunung Agung atau Gunung Merapi.

Gunung Galunggung sekarang masih berstatus gunung merapi aktif yang bisa meletus kapan saja. Dari letusan terakhir menyisakan kawah yang sangat luas. Ini mengunjungi gunung ini sangatlah mudah, tidak terlalu jauh dari pusat kota, kurang dari 20km atau sekitar 40 menit perjalanan menggunakan mobil.

Di jalan raya utama ke arah Garut kita bisa melihat jelas peunjuk arah. Ambil ke arah kiri kita akan melewati jalan aspal mulus karena objek wisata ini adalah salah satu objek wisata andalan Tasikmalaya. Hanya saja, karena kami dari Curug Badak Hanoman maka melewati jalan-jalan kampung. Dari curug kami di hadang hujan yang sangat lebat dan beristirahat di salah satu warung sekaligus makan siang sambil menunggu hujan reda.

Begitu sampai di gerbang wisata Gunung Galunggung kita bayar tiket masuk sebesar Rp. 6.500/orang. Tidak jauh dari gerbang utama arah ke kanan adalah pemandian air kolam air panas (kami ke sana setelah dari kawah). Untuk ke kawah kita mengambil jalan lurus yang kondisi jalannya kurang terlalu bagus. Sampai di loket selanjutnya kami bayar lagi tiket masuk Rp. 5.000/orang, dari sini ada pilihan, ke kiri tertulis Curug Agung dan lurus ke arah kawah. Karena sudah sore kami melewati Curug Agung dan lanjut ke kawah. Di sini juga terdapat wisata hutan pinus.
Wisata hutan pinus
Dari loket kedua kite terus sekitar 2-3km hingga sampai ke parkiran, jadi kondisi jalannya terus menanjak. Parkiran ini tepat berada dekat tangga naik ke kawah, lumayan luas muaat beberapa puluh mobil. Dari parkiran ini kita sudah bisa melihat pemandangan berupa bentangan alam hijau laksana permadani alam. Nah di sini terdapat deretan warung dan saung-saung jadi buat kalian yang kemalaman sampai di sini bisa tidur-tiduran di saung tersebut. Di sini juga tersedia Mushola dan toilet yang airnya sangat dingin. Untuk menuju ke kawah kita harus melewati anak tangga sebanyak 620 anak tangga atau berjarak 320m. Jadi jangan membayangkan naik ke Kawah Gunung Galunggung seperti naik gunung pada umumnya ya..... cukup naik kendaraan (mobil/motor) sampai ke parkiran dan selanjutnya naik tangga. Meskipun ada 620 anak tangga, tapi tidak sebanyak anak tangga ketika mengunjungi Curug Puncak Manik di Ciletuh loh, dan rute nya jauh lebih curam. Jadi untuk ke kawah tangganya cukup landai namun begitu lumayan menguras tenaga. Tapi pada jarak-jarak tertentu di sediakan area buat beristirahat, hanya sangat disayangkan sepanjang jalan menuju kawah banyak sekali terdapat sampah-sampah makanan apalagi di tempat istirahat yang sepertinya berupa saung tempat jualan.
Tangga menuju kawah
Tangga menuju kawah
View dari tangga menuju kawah
View dari tangga menuju kawah
Sampai di atas, hal pertama yang terlihat adalah jejeran saung-saung yang sudah rusak dengan sampah yang bertebaran, karena bukan weekend tidak ada satupun yang buka. Karena banyaknya sampah makanan, juga mengundang banyak monyet liar datang. oke kita lupakan pemandangan yang sangat mengganggu ini, kita langsung menuju ke bibir kawah. Terdapat tugu peresmian kawasan wisata ini yang tepat dibagian tengah di bibir kawah. Berbeda dengan kawasan Tangkuban Perahu, area di sini tidak ada pembatas atau pagar yang mengelilingi kawah jadi harap berhati-hati jika berada di bibir kawah. 

Kawah gunung yang terbentuk akibat letusan ini (puncak gunung yang terpotong), membentuk seperti danau kering. Terlihat genangan air yang berwarna coklat hijau akibat kandungan sulfur. Bau sulfur terasa menyengat meskipun tidak selalu tercium dan tidak terlihat asap sulfur yang mengepul seperti yang biasa kita lihat misalnya di Dieng.
Berfoto dengan latar kawah
Berfoto dengan latar kawah
Berfoto dengan latar kawah
Yang sangat unik di sini, di atas patahan gunung, terdapat air terjun atau setidaknya aliran air terjun yang mengalir ke arah kawah, bukan hanya satu tapi ada 2 curug, karena lokasinya yang jauh dan sangat tinggi jadi lita cuman bisa melihat curug-curug ini berupa garis putih. Air dari curug ini akan mengalir ke sungai yang terlihat dari tangga naik tadi. 
Tugu Galunggung Eruption
Di salah satu spot foto
Di salah satu spot foto
Berjalan sedikit ke arah kanan, terdapat tugu peringatan letusan Gunung Galunggung (Galunggung Eruption) yang di dominasi warna merah yang mengambarkan lava pijar. Di sini juga terdapat spot foto untuk berfoto dengan latar kawah yang kadang-kadang dihiasi awan tipis dan juga dengan latar desa-desa di bawahnya. 

Semakin sore, dan juga banyak nyamuk di sini, selanjunya kami akan menuju pemandian air panas (Cipanas) yang tadi kami lewati.

Air Panas (Cipanas) Gunung Galunggung
Tidak jauh dari gerbang utama kita sudah bisa menemukan pemandian air panas. Terdapat parkiran yang sangat luas juga terdapat banyak tempat makan/warung-warung dan Musholla. Untuk parkir di sini kita bayar tiket sebesar Rp. 2.000 per mobil.

Sebenarnya di sini terdapat juga Curug/Air Terjun Cipanas yang gerbangnya berada di samping kolam tapi berhubung sudah gelap dan hujan jadi saya membatalkan ke sana. Untuk ke kolam air panas kta sudah tidak membayar tiket masuk lagi alias gratis. 

Terdapat 2 kolam, untuk anak-anak dan dewasa, walaupun buat dewasa kedalamannya maksimum cuman sekitar 1.2m saja. Kolam disini tertutup atap jadi tidak usah kuatir pas hujan begini. Panas di kolam ini sangat berasa dan ini juga terlihat dari asap yang keluar dari permukaan air. Berenang dan berendam di sini cukup menyegarkan badan yang terasa letih setelah berjalan sedari pagi. 
Berendam di kolam air panas
Berendam di kolam air panas
Baca juga link terkait:
- Curug Ciparay
- Curug Badak dan Curug Batu Hanoman

Labels: , , , , , , ,

Wednesday, June 13, 2018

Merasakan sejuknya Curug Dengdeng dan Telaga Warna

2 Juni 2018

Curug Dengdeng
Pengembaraan mencari curug kali ini mengantarkan kami ke Curug Dengdeng yang ada di Desa Sukatani, Cipanas-Cianjur. Curug ini mungkin kedengaran asing di telinga traveler khususnya pencari curug/air terjun.

Dari Bogor saya dan Revan, menggunakan motor, berangkat sekitar jam 7 pagi. Cuaca sangat cerah dan jalanan Puncak sepi yang biasanya padat di setiap weekend, tentu saja karena bulan puasa :D. Meski begitu jalanan masih sempat tersendat di sekitar Pasar Cisarua.
Menyusuri jalanan Puncak yang berkelok-kelok dengan pemandangan pegunungan dan perkebunan teh disana-sini serta udara yang sangat sejuk membuat paru-paru berasa segar. Selepas Puncak Pass, memasuki Cipanas, cuaca berubah drastis, cuaca yang tadinya cerah berganti dengan awan gelap meski tidak turun hujan.

Sesudah Pasar Cipanas, pas di samping Istana Cipanas, yang meupakan patokan untuk menuju curug ini, kami ambil jalan kanan, ke arah terminal dimana banyak angkot-angkot berwarna kuning ngetem di sini. Menyusuri jalan di samping pagar Istana, tidak beberapa jauh kemudian dipertigaan ambil jalur kanan, masih menyusuri pagar belakang Istana. Dari sini kondisi jalan terus menanjak.
Jalan menuju Desa Sukatani
Sepanjang jalan di kiri-kanan terlihat ladang-ladang aneka sayur seperti sawi, kailan, lobak, wortel, dll. Tidak salah kalau Cipanas menjadi pemasok utama sayur dan buah-buahan untuk kota-kota di sekitarnya terutama Jakarta. Hampir tidak terlihat ada lahan menganggur, semua terisi oleh kebun sayur. Sangat produktif….!!!. Dan dijalan juga terlihat hilir mudik mobil dan motor membawa hasil bumi.

Setelah menempuh jalan menanjak sekitar 6km, mengandalkan Maps dan penduduk lokal kami ditunjukkan jalan masuk melewati gang-gang sempit hingga sampai disalah satu warung yang menjadi tempat parkir. Tidak ada tiket masuk di sini, dan tarif parkir juga seiklasnya.

Masuk gang-gang
Masuk gang-gang
Dari sini kami harus trekking. Melewati jalan setapak di antara ladang sayur suasana desa sangat terasa sekali. Terlihat petani-petani bekerja di ladang. Dan dikejauhan terlihat Gunung Gede Pangrango berselimut awan dan kabut.
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Sampai di petunjuk arah, kami mulai menuruni bukit. Kondisi jalan setapak ini lumayan ekstrim karena berada disisi bukit yang bawahnya merupakan lembah. Kondisi tanahnya rawan longsor, sebagaimana kita ketahui karena perbukitan di sini sudah beralih fungsi menjadi ladang. Tapi masih beruntung karena di bagian lembah masih berupa hutan, meski masih terlihat petak-petak ladang sayuran.
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Terdapat satu titik longsor ketika kami ke sini, pohon berukuran sedang menghalangi jalan dan belum dibersihkan. Melewati aliran sungai yang tidak begitu dalam tapi sangat dingin, jarak tempuh hanya tinggal sekitar 50 meteran. Dan semua lelah akan terbayarkan ketika dari balik sebuah pohon besar kami melihat curug yang dituju, Curug Dengdeng. 
Cuurg Dengdeng di kejauhan
Curug ini benar-benar diluar perkiraan saya. Curug ini ternyata sangat tinggi. Meski tidak ada referensi yang akurat, saya memperkirakan curug ini tingginya sekitar 80-100 meter. Terdiri dari curug utama dan beberapa curug kecil. Meski debit airnya tidak terlalu besar tapi tidak mengurangi kecantikan curug ini. Karena tinggi, area di sekitar curug tidak lepas dari tampias dan selalu basah. Karena area didepan curug terbatas, jadi hampir dimana saja kita berdiri akan kena selalu kena tampias hahahhaa. Jadi buat yang membawa HP atau kamera DSRL harap berhati-hati dan lindungi dari tampias.
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Kecantikan curug ini ditambah lagi dengan taanaman-tanaman merambat atau pohon-pohon kecil yang menempel di tebing yang menjulang dengan kemiringan 90 derajat.
Karena tidak berniat mandi di curug ini, kami hanya mengambil foto-foto. Untuk mendekati curug kita bisa mengambil tebing yang ada di sisi kiri. Di sini terdapat area yang rata sehingga kita bisa mengambil foto curug dari samping. Dan tentu saja harus rela berbasah-basah.
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Hanya saja, karena tidak dikelola, terdapat sisa-sisa sampah dari pengunjung meski tidak terlalu banyak. Semoga kedepannya tempat ini dijaga kebersihan dan tetap asri.

Telaga Warna
Pulang dari Curug Dengdeng kami mampir di Telaga Warna yang berada di kawasan Puncak dan sudah masuk wilayah Bogor.

Tidak perlu diragukan lagi, kalau kita melewati area Puncak sampai ke Cianjur pastilah melewati objek wisata ini karena papan petunjuknya sangat jelas di pinggir jalan.
Memasuki gerbang, kami kemudian membayar tiket masuk Rp. 25.000 per orang. Begitu memasuki gerbang, kami sudah disambut oleh banyak monyet yang jinak dan seolah menunggu makanan. Setelah parkir di lokasi parkir khusus motor yang juga berada di perkebunan teh. Tidak terlalu jauh jalan, kita sudah sampai di Telaga Warna. 
Jalan masuk ke Telaga Warna
Berfoto di perkebunan teh
Telaga Warna ini tidak terlalu luas, berada di kaki bukit dikelilingi oleh hutan perawan, pemandangan kontras dengan area puncak yang sudah terekploitasi dengan banyaknya perkebunan, villa dan rumah. Terlihat juga beberapa penginapan/cottage dipinggir telaga. Hanya saja saya tidak tahu apakah masih disewakan atau tidak karena saat itu jalan masuk ke area cottage tertutup.

View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
Seperti di Uluwatu, di sini sangat banyak monyet-monyet yang jinak dan hidupnya sudah tergantung dari belas kasihan pengunjung. Saking jinak atau ‘kurang ajar’ mereka tidak segan-segan membuka tas dan memeriksa saku-saku pengunjung atau beberapa dari mereka loncat ke tubuh pengunjung dan ‘menggeledah’nya. Malah ada minuman pengunjung yang di rebut oleh monyet-monyet ini.
Monyetnya nakal-nakal
Monyetnya nakal-nakal
 
 
Di sini terdapat kantin yang tutup selama bulan puasa, dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana makan di sini dengan dikelilingi oleh monyet-monyet yang perilakunya sudah uncontrolled ini?

Tidak terlalu lama kami disini, mungkin sekitar 1 jam untuk melepas lelah dan kemudian melanjutkan perjalanan pulang, menikmati suasana Puncak yang sepi dan jarang sekali ditemui.

Labels: , , , , , , , , ,