Monday, July 1, 2019

Jelajah Cianjur Selatan, Garut Selatan dan Bandung Selatan Bagian 11: Curug Dengdeng

Dari Rancabuaya dan Puncak Guha, yang menjadi tujuan kami selanjutnya dan finish di Ciwidey. Karena masih ada waktu kami mampir dulu di Curug Dengdeng yang kebetulan searah. Curug Dengdeng ini sudah masuk wilayah Cianjur Selatan dan sewaktu melewati jalur ini sebelumnya, kami belum mengetahui keberadaan curug ini.

Oh iya, sebenarnya Curug Dengdeng ini mempunyai nama yang sama dengan Curug Dengdeng di daerah Cipanas, dan keduanya sama-sama berada di daerah Cianjur. Curug Dengdeng Cipanas ini pernah kami kunjungi sebelumnya, bisa di lihat di link berikut: Curug Dengdeng-Cipanas dan Curug Dengdeng-Rumpin Bogor



Dari Rancabuaya ke Curug Dengdengk ami melewati Pantai Jayanti dan terus naik ke atas melewati perkampungan dan perbukitan. Jarak dari Rancabuaya sekitar 40km dan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam. Mengikuti Google Maps, dan mendekati lokasi kami bertanya pada penduduk lokal. Berpatokan pada SMK 1 yang ada di seberang gang, kami parkir di sebuah warung kecil dipinggir jalan.
Penampakan SMK 1 yang jadi patokan
Menyeberangi jalan dan masuk ke jalan desa, melewati perkampungan yang membingungkan. Sempat nyasar beberapa kali kemudian kami bertemu dengan anak pemilik warung dan bersedia mengantar ke lokasi. Melewati kebun-kebun warga hingga sampai di batas hutan. Dari sini trekking sebenarnya dimulai. Menyusuri jalan setapak yang masih alami, menuruni bukit dengan pemandangan hutan tropis.
Melewati jalan kebun
Menuruni bukit
Ada satu titik di jalur ini yang ekstrim yaitu melewati tebing batu (terlihat) seperti tebing air terjun yang kering. Melewati titik ini kemudian menuruni tebing batu dengan pegangan tali. Dari titik ini perjalanan sudah mulai santai hingga sampai ke pinggiran sungai. Sampai di pinggiran sungai kita sudah melihat Curug Dengdeng dari kejauhan. Selanjutnya menuruni bukit yang tertutup semak-semak hingga sampai di pinggir sungai. Di sini kita bisa melihat curug kecil namun tinggi yang tersembunyi diantara tebing. 
Curug yang lebih kecil
Curug Dengdeng dari kejauhan
Curug Dengdeng dari kejauhan
Untuk ke curug utama kita harus berjalan sekitar 50m, menyeberangi sungai yang terlihat kering. Melewati bebatuan besar dan kecil hingga kami sampai di dekat kolam. Hanya ada 4 orang ABG lokal yang santai di atas batu besar.  Curug utama ini tingginya sekitar 25m dengan debit air yang tidak terlalu besar. Keunikan curug ini adalah batu tebingnya yang berwarna coklat kehitaman. Biasanya tebing-tebing curug ditumbuhi lumut atau tumbuhan menjalar tapi di curug ini tidak tumbuh seolah-olah terbentuk dari batu cadas. Sementara itu, air sungai yang jatuh terbagi menjadi beberapa bagian sehingga terlihat seperti alur air yang terlihat unik. 
Curug Dengdeng dari dekat
Curug Dengdeng dari dekat

Air yang jatuh terkumpul di kolam yang lumayan luas dan airnya tidak begitu dalam.  Meskipun tidak sejernih curug-curug di gunung namun air di sini lumayan jernih dan bisa untuk berenang. Tapi kebanyakan pengunjung puas hanya dengan duduk-duduk di bebatuan besar di depan curug dan menikmati kesunyian hutan dan lembah.
Kolam curug bisa dipakai untuk berennag
Setelah puas berfoto-foto, saya dan Ringgo melanjutkan perjalanan kembali ke parkiran. Meskipun perjalanan turun tidak terlalu menguras tenaga tapi pejalanan pulang sedikit terasa capek karena cuaca mulai panas dan tidak membawa air minum. Jadi buat kalian yang mau ke curug ini jangan lupa membawa bekal makanan dan minuman.

Labels: , , , , , ,

Monday, November 26, 2018

Curug Dengdeng: Kunjungan Yang Tertunda


Curug Dengdeng
Curug ini berada di Kampung Cikarawang, Desa Leuwibatu, kecamatan Rumpin, kabupaten Bogor. Dulu saya dan Revan sempat mencari keberadaan curug ini (waktu itu belum masuk Maps), tapi ujung-ujungnya ke Curug Rahong dan Danau Quarry ex. Jayamix. 
Dulu kami mencari di daerah Rumpin lewat Ciseeng yang artinya jauh ke dalam padahal lokasinya tidak begitu jauh dari Jalan Raya Leuwiliang. Jadi, setelah kembali dari Kawaci dan Curug Love, karena masih siang kami mencari lokasi curug terdekat di Maps, ternyata Curug Dengdeng lah yang paling dekat.
Keluar dari pertigaan Leuwisadeng, sebelum jembatan Leuwiliang ada pertigaan ke arah Rumpin. Jadi kalau dari Bogor kota, pertigaan ini berada setelah pasar Leuwiliang terus Jembatan Leuwiliang, dan tidak jauh dari jembatan langsung belok kanan ke arah Rumpin. Dari pertigaan ini kita akan memasuki perkebunan karet yang jalannya lumayan sempit tapi cukup untuk mobil, juga kondisi jalannya tidak terlalu bagus. 
Kondisi jalan
Jarak dari jalan raya Leuwiliang ke arah Curug Dengdeng sekitar 5-6km. Hanya saja, karena tempat ini tidak dikelola, jadi tidak tersedia parkiran, dan sangat beresiko kalau parkir di pinggir kebun karet. Jadi, sekitar 100 m ada rumah penduduk (sebelah kiri jalan),kami menumpang parkir di sini. Sebenarnya ada sebelum rumah ini, ada pesantren sederhana tapi tidak boleh menitipkan kendaraan di pesantren ini. nah, kami minta salah satu santri sini untuk mengantar ke curug.
Pesantren dekat lokasi curug
Dari pesantren, kira-kira 50m, kami masuk perkebunan karet hingga mencapai tabing sungai. Di sini guide kami tidak mau lagi mengantar, yang ternyata ada kakaek-kakek yang ‘menguasai’ tempat ini. kakek-kakek ini juga muncul di review Maps hahahha...!.
Trek menuju Curug Dengdeng
Trek menuju Curug Dengdeng
Dari pinggir tebing sungai ini kami diantar sama kakek-kakek yang nungguin curug ini. Dari sini sebenarnya sudah terlihat Curug Dengdeng dari kejauhan. Jadi ari jauh bisa terlihat view curug keseluruhan yang bertingkat. Kalau dari dekat yang terlihat curug bagian bawah dan sebagian yang atas. Setelah menyeberang sungai, kemudian lanjut trekking normal sekitar 200m hingga mencapai depan curug. 
Mendekati area sungai
Menyeberangi sungai
Beruntung sekali pas kami datang airnya mempunyai debit yang deras, airnya berwarna hijau tosca dan bening, berbeda sekali dengan foto-foto yang kami liat di internet yang umumnya berwarna coklat hehehe. Curug ini mempunyai dua undakan, undakan pertama tidak terlihat dari dekat. Dari undakan pertama, air melewati celah bebatuan tebing dan kemudian mengalir membentuk undakan dua/curug utama.
Befoto di depan Curug Dengdeng
Noey dan Curug Dengdeng
Revan dan Curug Dengdeng
Curug Dengdeng

Curug Dengdeng
Area di sekitar curug sangat luas, mirip area di depan Curug Larangan di Sukabumi. Di kelilingi oleh tebing berwarna abu-abu kecoklatan. di kiri depan terdapat pohon yang sangat besar dan di bawahnya terhampar bebatuan besar. 
View depan curug
Tidak lengkap rasanya kalau datang ke curug tidak bereng dan merasakan kesejukan airnya. Untuk mencapai tebing kita harus berenang. Jangan harap di sini ada penyewaan jaket pelampung ya..... !. sampai di tebing kemudian kita harus memanjat hingga sampai di area depan curug. Dari dekat terasa berapa derasnya aliran curug ini. Untuk turun kita bisa loncat ke kolam yang ada di bawah, tapi jangan pas di area tempat jatuhnya air karena berbahaya. Pertama-tama, saya yang loncat, kemudian diikutin Revan dan Noey. 
Curug bagian atas
Revan dan Noey
Di atas tebing
Loncat
Pemandangan dari atas
Noey lagi berusaha naik tebing
Sedang asik-asiknya menikmati curug ini, tidak terasa sudah tengah hari dan memasuki waktu zuhur. Si kakek yang dari tadi menunggu kami, mengingatkan untuk turun dari tebing/area curug. Katanya sih, gantian dengan ‘penunggu’ di sana. Meskipun kedengaran sedikit aneh, dan kebetulan juga sudah puas menikmati curug ini, kamipun ijin kembali dan memberi sedikit tip ke si kakek.
Jadi buat kalian yang mau ke sini, siapkan makanan/minuman karena tidak ada penjual makanan di sini dan buat yang tidak bisa berenang harus menyiapkan jaket pelampung.
===========================
Curug Dengdeng
Lokasi:
Kampung Cikarawang, Desa Leuwibatu
Kecamatan Rumpin, kabupaten Bogor
Biaya:
Parkir dan tips: seiklasnya

Foto bonus: terasering diperjalanan dari Curug Love menuju Curug Dengdeng

Link terkait:

Labels: , , , , , ,

Wednesday, June 13, 2018

Merasakan sejuknya Curug Dengdeng dan Telaga Warna

2 Juni 2018

Curug Dengdeng
Pengembaraan mencari curug kali ini mengantarkan kami ke Curug Dengdeng yang ada di Desa Sukatani, Cipanas-Cianjur. Curug ini mungkin kedengaran asing di telinga traveler khususnya pencari curug/air terjun.

Dari Bogor saya dan Revan, menggunakan motor, berangkat sekitar jam 7 pagi. Cuaca sangat cerah dan jalanan Puncak sepi yang biasanya padat di setiap weekend, tentu saja karena bulan puasa :D. Meski begitu jalanan masih sempat tersendat di sekitar Pasar Cisarua.
Menyusuri jalanan Puncak yang berkelok-kelok dengan pemandangan pegunungan dan perkebunan teh disana-sini serta udara yang sangat sejuk membuat paru-paru berasa segar. Selepas Puncak Pass, memasuki Cipanas, cuaca berubah drastis, cuaca yang tadinya cerah berganti dengan awan gelap meski tidak turun hujan.

Sesudah Pasar Cipanas, pas di samping Istana Cipanas, yang meupakan patokan untuk menuju curug ini, kami ambil jalan kanan, ke arah terminal dimana banyak angkot-angkot berwarna kuning ngetem di sini. Menyusuri jalan di samping pagar Istana, tidak beberapa jauh kemudian dipertigaan ambil jalur kanan, masih menyusuri pagar belakang Istana. Dari sini kondisi jalan terus menanjak.
Jalan menuju Desa Sukatani
Sepanjang jalan di kiri-kanan terlihat ladang-ladang aneka sayur seperti sawi, kailan, lobak, wortel, dll. Tidak salah kalau Cipanas menjadi pemasok utama sayur dan buah-buahan untuk kota-kota di sekitarnya terutama Jakarta. Hampir tidak terlihat ada lahan menganggur, semua terisi oleh kebun sayur. Sangat produktif….!!!. Dan dijalan juga terlihat hilir mudik mobil dan motor membawa hasil bumi.

Setelah menempuh jalan menanjak sekitar 6km, mengandalkan Maps dan penduduk lokal kami ditunjukkan jalan masuk melewati gang-gang sempit hingga sampai disalah satu warung yang menjadi tempat parkir. Tidak ada tiket masuk di sini, dan tarif parkir juga seiklasnya.

Masuk gang-gang
Masuk gang-gang
Dari sini kami harus trekking. Melewati jalan setapak di antara ladang sayur suasana desa sangat terasa sekali. Terlihat petani-petani bekerja di ladang. Dan dikejauhan terlihat Gunung Gede Pangrango berselimut awan dan kabut.
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Sampai di petunjuk arah, kami mulai menuruni bukit. Kondisi jalan setapak ini lumayan ekstrim karena berada disisi bukit yang bawahnya merupakan lembah. Kondisi tanahnya rawan longsor, sebagaimana kita ketahui karena perbukitan di sini sudah beralih fungsi menjadi ladang. Tapi masih beruntung karena di bagian lembah masih berupa hutan, meski masih terlihat petak-petak ladang sayuran.
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Terdapat satu titik longsor ketika kami ke sini, pohon berukuran sedang menghalangi jalan dan belum dibersihkan. Melewati aliran sungai yang tidak begitu dalam tapi sangat dingin, jarak tempuh hanya tinggal sekitar 50 meteran. Dan semua lelah akan terbayarkan ketika dari balik sebuah pohon besar kami melihat curug yang dituju, Curug Dengdeng. 
Cuurg Dengdeng di kejauhan
Curug ini benar-benar diluar perkiraan saya. Curug ini ternyata sangat tinggi. Meski tidak ada referensi yang akurat, saya memperkirakan curug ini tingginya sekitar 80-100 meter. Terdiri dari curug utama dan beberapa curug kecil. Meski debit airnya tidak terlalu besar tapi tidak mengurangi kecantikan curug ini. Karena tinggi, area di sekitar curug tidak lepas dari tampias dan selalu basah. Karena area didepan curug terbatas, jadi hampir dimana saja kita berdiri akan kena selalu kena tampias hahahhaa. Jadi buat yang membawa HP atau kamera DSRL harap berhati-hati dan lindungi dari tampias.
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Kecantikan curug ini ditambah lagi dengan taanaman-tanaman merambat atau pohon-pohon kecil yang menempel di tebing yang menjulang dengan kemiringan 90 derajat.
Karena tidak berniat mandi di curug ini, kami hanya mengambil foto-foto. Untuk mendekati curug kita bisa mengambil tebing yang ada di sisi kiri. Di sini terdapat area yang rata sehingga kita bisa mengambil foto curug dari samping. Dan tentu saja harus rela berbasah-basah.
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Hanya saja, karena tidak dikelola, terdapat sisa-sisa sampah dari pengunjung meski tidak terlalu banyak. Semoga kedepannya tempat ini dijaga kebersihan dan tetap asri.

Telaga Warna
Pulang dari Curug Dengdeng kami mampir di Telaga Warna yang berada di kawasan Puncak dan sudah masuk wilayah Bogor.

Tidak perlu diragukan lagi, kalau kita melewati area Puncak sampai ke Cianjur pastilah melewati objek wisata ini karena papan petunjuknya sangat jelas di pinggir jalan.
Memasuki gerbang, kami kemudian membayar tiket masuk Rp. 25.000 per orang. Begitu memasuki gerbang, kami sudah disambut oleh banyak monyet yang jinak dan seolah menunggu makanan. Setelah parkir di lokasi parkir khusus motor yang juga berada di perkebunan teh. Tidak terlalu jauh jalan, kita sudah sampai di Telaga Warna. 
Jalan masuk ke Telaga Warna
Berfoto di perkebunan teh
Telaga Warna ini tidak terlalu luas, berada di kaki bukit dikelilingi oleh hutan perawan, pemandangan kontras dengan area puncak yang sudah terekploitasi dengan banyaknya perkebunan, villa dan rumah. Terlihat juga beberapa penginapan/cottage dipinggir telaga. Hanya saja saya tidak tahu apakah masih disewakan atau tidak karena saat itu jalan masuk ke area cottage tertutup.

View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
Seperti di Uluwatu, di sini sangat banyak monyet-monyet yang jinak dan hidupnya sudah tergantung dari belas kasihan pengunjung. Saking jinak atau ‘kurang ajar’ mereka tidak segan-segan membuka tas dan memeriksa saku-saku pengunjung atau beberapa dari mereka loncat ke tubuh pengunjung dan ‘menggeledah’nya. Malah ada minuman pengunjung yang di rebut oleh monyet-monyet ini.
Monyetnya nakal-nakal
Monyetnya nakal-nakal
 
 
Di sini terdapat kantin yang tutup selama bulan puasa, dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana makan di sini dengan dikelilingi oleh monyet-monyet yang perilakunya sudah uncontrolled ini?

Tidak terlalu lama kami disini, mungkin sekitar 1 jam untuk melepas lelah dan kemudian melanjutkan perjalanan pulang, menikmati suasana Puncak yang sepi dan jarang sekali ditemui.

Labels: , , , , , , , , ,