Thursday, January 3, 2019

Hunting Curug di Bandung Barat: Curug Tilu, Curug Layung dan Curug Aseupan


Melanjutkan liburan di Majalengka, selanjutnya kami memutuskan ke Lembang-Bandung. Berangkat sekitar jam 2 siang dari Majalengka, kami berharap sampai di Lembang paling lambat jam 4.30 sore. Keluar di tol Subang, awalnya terasa lancar hingga melewati Ciater padahal hari ini masih dalam rangkaian libur panjang. Tak di sangka mendekati perbatasan Subang-Lembang pas di dekat gerbang Tangkuban Perahu, jalananan pun macet total dan merayap.
Menikmati macet di Lembang
Selagi menunggu macet kamipun mencari-cari penginapan via online, yang ternyata pada full. Lewat jam 7 malam, kami istirahat makan malam dan melanjutkan mencari penginapan sampai Jl. Setiabudi. Di sini kami mendapatkan penginapan dengan tipe kamar keluarga dengan tarif Rp. 650.000/malam. Karena sudah capek kamipun menginap di sini untuk semalam.
Pagi-pagi sehabis sarapan kami langsung checkout dan menuju wana wisata Curug Tilu leuwi Opat yang ada di daerah Cisarua-Bandung Barat. Karena masih pagi jalanan masih lancar. Sama seperti kunjungan sebelumnya ke Curug Tilu Leuwi Opat, kami masuk melewati Villa Istana Bunga, komplek perumahan yang terdiri dari villa-villa baik yang disewakan ataupun ditinggali. Sampai di pos 13 langsung ada jalan tembus ke parkiran Curug Tilu Leuwi Opat. Dari perumahan cuman berjarak sekitar 200m.
Di loket kami membayar tiket masuk Rp. 10.000/orang dan parkir mobil Rp. 5.000. Sama seperti sebelumnya, lokasi ini terlihat rapih dan bersih. Terlihat bahwa lokasi ini dikelola professional.
Karena sebelumnya sudah mengunjungi Curug Aseupan, kami memutuskan pertama kali mengunjungi Curug Tilu. Ke curug ini kami harus menyusuri kawasan hutan dan mengikutin aliran pipa air bersih. Awalnya menyusuri saluran irigasi seperti jalur ke Curug Bendungan. Melintasi aliran Curug Asupan, melewatin Wisata Outbound Ciwangun.
Trek menuju Curug Tilu
Trek menuju Curug Tilu
Terus mengikuti aliran sungai, melewati trek yang landai dan suasana alam yang masih asri. Melihat banyaknya pipa-pipa, aliran sungai ini harus nya lebih besar dari yang ada, karena makin ke bawah debitnya makin kecil sementara makin ke hulu makin besar.
Trek menuju Curug Tilu
Trek menuju Curug Tilu
Trek menuju Curug Tilu
Trek menuju Curug Tilu
Perjalanan ke Curug Tilu di luar dugaan, tadinya kami menyangka cuman bebera ratus meter dari Curug Aseupan ternyata lumayan jauh hahahaha. Dari salah atu pengunjung kami dapat info bahwa di sini ada 3 curug. Setelah menempuh sekitar 45 menit perjalanan kami sampai di curug pertama yaitu Curug Gorosor yang dalam bahasa Sunda bearti “merosot”. Curug ini seperti Curug Panjang, dengan aliran yang landai yang mengalir di batuan tebing. Curug ini lumayan panjang dan mempunyai debit yang besar sehingga kita harus hati-hati melewati jalur di atasnya.
Curug Golosor
Curug Golosor
Tidak jauh dari Curug Golosor, di tebing sebelah kiri, berbeda aliran terdapat Curug Putri. Curug yang lumayan tinggi tapi debitnya kecil. Air di curug ini lebih bening dibanding aliran Curug Golosor. Air dari curug ini mengalir dan menyatu dengan aliran Curug Golosor.
Curug Putri
Menyeberangi sungai melewati Curg Golosor, kita sudah bisa melihat Curug Tilu di kejauhan. Terdapat 2 warung di area curug ini, salah satunya di samping kanan Curug Tilu. Di warung ini kami menaruh barang-barang untuk mengambil beberapa foto. Curug ini mempunyai 2 undakan, dan debit air yang deras. Kolam yang ada di bawah curug lumayan luas. Di kolam ini dibatasi dengan tali supaya pengunjung tidak berenang melewati batas tali karena area di sekitar curug berbahaya.
Curug Tilu di kejauhan
Curug Tilu
Dari pengunjung, kami mendapatkan info bahwa di atas ada lagi curug yaitu Curug Layung. Penasaran, kami mengikuti jalur melewati bukit di sisi kanan Curug Tilu. Hanya saya, Revan dan Noey yang berangkat sementara Sugi beristirahat di warung.
Jalurnya lumayan menanjak, sekitar 200m, kami sampai ke perkebunan teh. Melewti jalan setapak yang landai menuju Curug Layung. Memutar sisi bukit turun ke aliran sungai hingga sampai di loket. Di sini kami harus bayar lagi Rp. 10.000 karena beda pengelola dengan Curug Tilu. Di sini lebih banyak pengunjung di bandingkan dengan di Curug Tilu. Dan pengunjung ini umumnya melewati gerbang utaa, beda dengan yang kami lalui via Curug Tilu.
Trek menuju Curug Layung
Curug Layung ini terdiri dari 2 tingakt, tingkat pertama berupa curug kecil dengan leuwi yang lumayan luas. Di aliran curug ini banyak pengunjung yang bermain air dan ada juga yang meloncat ke kolam di bawah curug walaupun ada larangan berenang.
Curug Layung bagian atas
Yang menarik dan unik dari curug ini adalah di curug bagian bawah. Curug bagian bawah ini di sebut Niagara Mini, aliran sungai melewati tebing yang lebar dan membentuk beberapa curug sehingga menyerupai Niagara Mini.
Curug Layung bagian bawah
Curug Layung bagian bawah
Curug Layung bagian bawah
Curug Layung bagian bawah
Di bawah curug tidak dalam, teralam sekitar sepinggang sehingga banyak pengunjung yang berenang di bawah curug.
Curug Layung bagian bawah
Curug Layung bagian bawah
Setelah merasakan kesegaran curug ini, selanjutnya kembali ke Curug Tilu. Di sini kami istirahat cukup lama sambil menikmati mie instan, gorengan dan teh minuman hangat.
Selanjutnya ke Curug Aseupan. Buat saya dan Revan ini adalah kunjungan kedua sementara Noey dan Sugi baru pertama kali ke sini. Curug ini tidak jauh dari parkiran dan merupakan aliran bawah dari Curug Layung, Curug Tilu dan Curug Golosor.
Menuruni beberapa tangga, sebelum ke Aseupan kami melewatin Curug Kecapi/Kacapi. Curug yang lumayan tinggi tapi kolamnya agak kotor.
Leuwi Kecapi
Di atas curug ini adalah Curug Aseupan yang tersembunyi diantara 2 tebing. Sekarang untuk naik ke atas di sediakan tangga, hanya saja pengunjung harus membayar Rp. 10.000. dan kami hanya berfoto-foto di bawah meskipun jauh dari curug. Dan sudah merasa puas mandi di bawah aliran air yang jatuh dari tebing.
Curug Aseupan
Curug Aseupan
Sekitar Curug Aseupan
Tidak lama kami di sini karena sudah mulai siang dan kami harus segera kembali. Ganti pakaian di toilet yang ada di dekat loket kemudian melanjutkan jalan pulang via Parongpong bukan Lembang sehingga masuk tol lewat gerbang Cileunyi bukan Pasteur untuk menghindari macet. Macet parah kami temui di tol Cikampek KM 65 sampai mendekati keluar tol. Resiko liburan di libur panjang....

Labels: , , , , , , , , ,

Wednesday, June 13, 2018

Merasakan sejuknya Curug Dengdeng dan Telaga Warna

2 Juni 2018

Curug Dengdeng
Pengembaraan mencari curug kali ini mengantarkan kami ke Curug Dengdeng yang ada di Desa Sukatani, Cipanas-Cianjur. Curug ini mungkin kedengaran asing di telinga traveler khususnya pencari curug/air terjun.

Dari Bogor saya dan Revan, menggunakan motor, berangkat sekitar jam 7 pagi. Cuaca sangat cerah dan jalanan Puncak sepi yang biasanya padat di setiap weekend, tentu saja karena bulan puasa :D. Meski begitu jalanan masih sempat tersendat di sekitar Pasar Cisarua.
Menyusuri jalanan Puncak yang berkelok-kelok dengan pemandangan pegunungan dan perkebunan teh disana-sini serta udara yang sangat sejuk membuat paru-paru berasa segar. Selepas Puncak Pass, memasuki Cipanas, cuaca berubah drastis, cuaca yang tadinya cerah berganti dengan awan gelap meski tidak turun hujan.

Sesudah Pasar Cipanas, pas di samping Istana Cipanas, yang meupakan patokan untuk menuju curug ini, kami ambil jalan kanan, ke arah terminal dimana banyak angkot-angkot berwarna kuning ngetem di sini. Menyusuri jalan di samping pagar Istana, tidak beberapa jauh kemudian dipertigaan ambil jalur kanan, masih menyusuri pagar belakang Istana. Dari sini kondisi jalan terus menanjak.
Jalan menuju Desa Sukatani
Sepanjang jalan di kiri-kanan terlihat ladang-ladang aneka sayur seperti sawi, kailan, lobak, wortel, dll. Tidak salah kalau Cipanas menjadi pemasok utama sayur dan buah-buahan untuk kota-kota di sekitarnya terutama Jakarta. Hampir tidak terlihat ada lahan menganggur, semua terisi oleh kebun sayur. Sangat produktif….!!!. Dan dijalan juga terlihat hilir mudik mobil dan motor membawa hasil bumi.

Setelah menempuh jalan menanjak sekitar 6km, mengandalkan Maps dan penduduk lokal kami ditunjukkan jalan masuk melewati gang-gang sempit hingga sampai disalah satu warung yang menjadi tempat parkir. Tidak ada tiket masuk di sini, dan tarif parkir juga seiklasnya.

Masuk gang-gang
Masuk gang-gang
Dari sini kami harus trekking. Melewati jalan setapak di antara ladang sayur suasana desa sangat terasa sekali. Terlihat petani-petani bekerja di ladang. Dan dikejauhan terlihat Gunung Gede Pangrango berselimut awan dan kabut.
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Kebun sayuran sepanjang jalan menuju curug
Sampai di petunjuk arah, kami mulai menuruni bukit. Kondisi jalan setapak ini lumayan ekstrim karena berada disisi bukit yang bawahnya merupakan lembah. Kondisi tanahnya rawan longsor, sebagaimana kita ketahui karena perbukitan di sini sudah beralih fungsi menjadi ladang. Tapi masih beruntung karena di bagian lembah masih berupa hutan, meski masih terlihat petak-petak ladang sayuran.
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Menuruni bukit menuju Curug Dengdeng
Terdapat satu titik longsor ketika kami ke sini, pohon berukuran sedang menghalangi jalan dan belum dibersihkan. Melewati aliran sungai yang tidak begitu dalam tapi sangat dingin, jarak tempuh hanya tinggal sekitar 50 meteran. Dan semua lelah akan terbayarkan ketika dari balik sebuah pohon besar kami melihat curug yang dituju, Curug Dengdeng. 
Cuurg Dengdeng di kejauhan
Curug ini benar-benar diluar perkiraan saya. Curug ini ternyata sangat tinggi. Meski tidak ada referensi yang akurat, saya memperkirakan curug ini tingginya sekitar 80-100 meter. Terdiri dari curug utama dan beberapa curug kecil. Meski debit airnya tidak terlalu besar tapi tidak mengurangi kecantikan curug ini. Karena tinggi, area di sekitar curug tidak lepas dari tampias dan selalu basah. Karena area didepan curug terbatas, jadi hampir dimana saja kita berdiri akan kena selalu kena tampias hahahhaa. Jadi buat yang membawa HP atau kamera DSRL harap berhati-hati dan lindungi dari tampias.
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Curug Dengdeng yang menakjubkan
Kecantikan curug ini ditambah lagi dengan taanaman-tanaman merambat atau pohon-pohon kecil yang menempel di tebing yang menjulang dengan kemiringan 90 derajat.
Karena tidak berniat mandi di curug ini, kami hanya mengambil foto-foto. Untuk mendekati curug kita bisa mengambil tebing yang ada di sisi kiri. Di sini terdapat area yang rata sehingga kita bisa mengambil foto curug dari samping. Dan tentu saja harus rela berbasah-basah.
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Curug Dengdeng dari sisi kiri
Hanya saja, karena tidak dikelola, terdapat sisa-sisa sampah dari pengunjung meski tidak terlalu banyak. Semoga kedepannya tempat ini dijaga kebersihan dan tetap asri.

Telaga Warna
Pulang dari Curug Dengdeng kami mampir di Telaga Warna yang berada di kawasan Puncak dan sudah masuk wilayah Bogor.

Tidak perlu diragukan lagi, kalau kita melewati area Puncak sampai ke Cianjur pastilah melewati objek wisata ini karena papan petunjuknya sangat jelas di pinggir jalan.
Memasuki gerbang, kami kemudian membayar tiket masuk Rp. 25.000 per orang. Begitu memasuki gerbang, kami sudah disambut oleh banyak monyet yang jinak dan seolah menunggu makanan. Setelah parkir di lokasi parkir khusus motor yang juga berada di perkebunan teh. Tidak terlalu jauh jalan, kita sudah sampai di Telaga Warna. 
Jalan masuk ke Telaga Warna
Berfoto di perkebunan teh
Telaga Warna ini tidak terlalu luas, berada di kaki bukit dikelilingi oleh hutan perawan, pemandangan kontras dengan area puncak yang sudah terekploitasi dengan banyaknya perkebunan, villa dan rumah. Terlihat juga beberapa penginapan/cottage dipinggir telaga. Hanya saja saya tidak tahu apakah masih disewakan atau tidak karena saat itu jalan masuk ke area cottage tertutup.

View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
View Telaga Warna
Seperti di Uluwatu, di sini sangat banyak monyet-monyet yang jinak dan hidupnya sudah tergantung dari belas kasihan pengunjung. Saking jinak atau ‘kurang ajar’ mereka tidak segan-segan membuka tas dan memeriksa saku-saku pengunjung atau beberapa dari mereka loncat ke tubuh pengunjung dan ‘menggeledah’nya. Malah ada minuman pengunjung yang di rebut oleh monyet-monyet ini.
Monyetnya nakal-nakal
Monyetnya nakal-nakal
 
 
Di sini terdapat kantin yang tutup selama bulan puasa, dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana makan di sini dengan dikelilingi oleh monyet-monyet yang perilakunya sudah uncontrolled ini?

Tidak terlalu lama kami disini, mungkin sekitar 1 jam untuk melepas lelah dan kemudian melanjutkan perjalanan pulang, menikmati suasana Puncak yang sepi dan jarang sekali ditemui.

Labels: , , , , , , , , ,